Mohon tunggu...
Dilia Hizwa
Dilia Hizwa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Cermin Kebijakan Orang Tua dalam Novel Sabtu Bersama Bapak

21 Februari 2018   13:52 Diperbarui: 6 Maret 2018   16:42 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: goodreads.com

Dalam kategori alur berdasarkan jumlah, novel Sabtu Bersama Bapak memiliki alur jamak, di mana para tokoh dikisahkan berdasarkan kehidupannya masing-masing. Secara garis beras, novel ini banyak menceritakan tentang tokoh Cakra, Satya, dan Ibu Itje yang mengalami konflik berbeda-beda dan akhirnya mereka bersatu setelah permasalahan mereka selesai. Seperti halnya pada bab “Badai dan E-mail”, “Mereka Tidak Memilih”, dan “A Better Father” yang mengisahkan perjalanan Satya dan istrinya, Rissa. Berikut ini kutipan tentang perjalanan Rissa dan Satya, 

“Dulu, Satya kuliah di jurusan Geologi UNPAD. Dia bertemu dengan Rissa pertama kali justru pada saat kuliah akan berakhir—11 tahun lalu.” (hlm. 53). 

Pada bab “Terima Kasih Atas Perhatiannya”, “Watir, Men!”, dan “Saka dan Retna Bertemu” mengisahkan perjalan Cakra mencari jodoh hinga akhirnya bertemu dengan Retna. “Cakra pergi ke lokasi Meriam. Dari jauh sampai dekat, dia melihat sosok wanita yang pemandangannya menyenangkan.” (hlm 195). Kemudian pada bab berjudul “Sendiri” dan “Masih Sendiri” dikisahkan perjuangan Ibu Itje melawan penyakit yang dideritanya. Dibuktikan dengan kutipan berikut, 

“Kemoterapi. Ibu Itje masih sendiri. Dia benar-benar khawatir akan kebotakan yang mulai dia alami.” (hlm. 155)

Keluarga Gunawan Garnida dalam novel ini merupakan keluarga mapan yang selalu berkecukupan harta sebagaimana menjadi latar sosial tokoh dalam novel. Ibu Itje adalah seorang janda yang mampu merintis usaha sendiri dengan bantuan modal dari suami untuk menghidupi anak-anaknya. Selain itu, anak-anak Ibu Itje juga mempunyai kedudukan tinggi dalam pekerjaannya yang dibuktikan dengan kalimat berikut, 

“Warung nasi kecilnya sudah berubah menjadi delapan rumah makan yang ramai dengan 62 karyawan.” (hlm. 31) 

“Perubahan itu terjadi semenjak ada seorang banker muda yang melesat dan berhasil menduduki jabatan Deputy Director.” (hlm. 41) yang menunjukkan kemajuan karier Cakra. 

Selain latar waktu dan latar sosial, terdapat juga latar tempat. Latar tempat pertama adalah rumah Cakra yang terletak di bilangan Jatipadang. Rumah ini merupakan rumah yang dibangun Cakra dengan uangnya sendiri dan biasanya menjadi tempat kumpul keluarga.  Latar berikutnya yaitu Museum Fatahillah, Kota Tua, Jakarta. Museum Fatahillah adalah salah satu saksi pertemuan dua cinta, Cakra dan Ayu. Selain itu, kisah Cakra juga banyak diceritakan di kantor bank tempat ia bekerja.

“Selasa pagi yang teduh di bilangan Jatipadang. Di hamparan hijau belakang rumah Cakra, tersedia meja kayu ringan yang agak panjang.” (hlm. 265).

“Sabtu pagi pukul Sembilan, depan Museum fatahillah.” (hlm. 191).

“Si Jomblo sampai di area kantor dan pergi ke lantai dasar.” (hlm. 43).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun