Jika pemerintah siap untuk kehilangan ratusan triliun pendapatannya dari cukai, mampu menyediakan lapangan kerja pengganti untuk jutaan orang, maka bisa segera mengambil kebijakan untuk menjadikan rokok atau kretek sebagai barang terlarang untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan, dengan alasan apapun.
Sebetulnya, permasalahan yang tampak saat ini adalah bagaimana regulasi dari pemerintah bisa dilaksanakan untuk industri rokok, pemberian ruang merokok dengan memperhatikan hak non perokok dan hak perokok menjadi sesuatu yang harus dipikirkan solusinya. Selama merokok menjadi barang legal untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan di negeri ini, maka konsekuensi logis untuk perlunya perlakuan yang adil dan penegakan hukum yang tegas serta konsisten menjadi jalan keluar dari dilema ini.
Kemudian yang harus dipertimbangkan kemudian adalah biaya kesehatan yang harus dikeluarkan oleh negara dalam jaminan sosial yang terkait dengan itu, akan menjadi besar ketika perilaku merokok menjadi perilaku permanen pada orang-orang yang mendapatkan jaminan itu oleh negara. Ketegasan aturan terhadap pola klaim kesehatan pada program jaminan sosial kesehatan untuk penyakit yang diakibatkan oleh perilaku merokok, haruslah dibatasi dengan ketat. Sehingga bisa memberikan efek jera terhadap warga yang memutuskan untuk menjadi perokok. Bahwa mereka dengan sadar terus menjadi perokok, dengan pembatasan ketat promosi komersial industri rokok dan pembatasan klaim kesehatan jaminan sosial, akan memberatkan mereka sendiri ketika mereka menderitas akit akibat menjadi perokok. Namun begitu, jika memang akan dibatasi, sosialisasi terhadap hal itu harus sangat masif dan dipastikan bawah warga yang dijaminkan kesehatannya oleh negara mengerti betul resiko dan konsekuensi sebagai perokok.
Keberatan orang-orang yang antirokok kerap kali ditujukan pada perilaku perokok yang kerap kali tidak menghargai orang-orang yang tidak merokok. Bahwa orang yang tidak merokok juga berhak untuk menghirup udara tanpa asap rokok. Bagaimana orang dewasa yang memilih untuk merokok juga tidak memperhitungkan bahwa perilakunya yang merokok sembarangan juga bisa menjadi contoh untuk dilakukan oleh anak-anak.
Kemudian juga sebelum aturan tentang promosi rokok belum seketat sekarang, industri rokok begitu jor-joran melakukan kegiatan promosi dan tidak mempertimbangkan bahwa promosi besar-besaran yang mereka lakukan bisa mempengaruhi perilaku anak-anak untuk merokok.
Apa yang diuraikan di atas, haruslah menjadi perhatian kita semua. Ketika kretek atau rokok (kretek atau bukan) masih menjadi barang legal untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan, akan sulit memutus permasalahan terkait dengan kesehatan dan perilaku warga perokok. Namun begitu, jika dimatikan, industri ini juga masih merupakan salah satu penerimaan terbesar bagi negara dan memiliki jutaan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya dari situ. Untuk itu, pengaturan yang bijak sangat diperlukan dan betul-betul bisa diberikan jalan keluar yang adil dan tanpa diskriminasi.
*dimuat di http://obrolanurban.com *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H