Kecurigaan Gabriel Mahal, konspirasi dunia farmasi ini sudah memiliki nikotin sintetis, yang bisa dibuat dengan model lain, bukan rokok. Pesaingnya adalah rokok dan tembakau, yang menghasilkan nikotin dari alam yang tidak bisa dipatenkan. Persaingan usaha itu, mereka merancang skenario dari kesehatan dan menggandeng WHO. “Saya akan bela petani-petani tembakau yang tidak pernah tahu kenyataan seperti ini,” tutur Gabriel.
Industri dan Sumbangan Cukai
Industri tembakau, selain menjadi salah satu dari 10 industri prioritas nasional, hingga kini, industri ini melibatkan lebih dari 6 juta tenaga kerja, khususnya industri rokok kretek. Hal ini dikatakan oleh Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin, Maret lalu seperti dikutip dari detik.com. Menteri Saleh juga mengatakan bahwa rokok kretek telah menjadi bagian sejarah bangsa dan budaya masyarakat Indonesia.
Saleh menilai, rokok merupakan komoditas yang “sangat Indonesia” dan merupakan warisan nenek moyang bangsa dan sudah mengakar secara turun temurun. Sepanjang tahun 2014, penerimaan cukai rokok mencapai Rp 111,4 triliun, meningkat dibanding tahun 2013 yang sebesar Rp 100,7 triliun.
Pangsa pasar saat ini untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebesar 66,26%, Sigaret Kretek Tangan (SKT) 26%, Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 6% dan lain-lain, yaitu Klobot, Cerutu, klembak menyan, dan Sigaret Tangan Filter sebesar 1,74%. Pada tahun 2012 nilai ekspor rokok dan cerutu mencapai US$ 617,8 juta, meningkat pada tahun 2014 mencapai nilai US$ 804,7 juta, atau meningkat rata rata setiap tahunnya sebesar 14,1%.
Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Budiyono mengatakan industri tembakau merupakan sumber utama penerimaan cukai negara dan merupakan industri padat karya. Namun, pemerintah terkesan mengesampingkan kelangsungan industri tembakau nasional yang menjadi tumpuan mata pencaharian jutaan orang.
Budiyono juga mengatakan bahwa kondisi memprihatinkan itu, terwujud seiring dengan sikap pemerintah Jokowi-JK yang meneruskan upaya memeras industri tembakau melalui lonjakan target cukai tembakau tahun 2016. Selanjutnya, ancaman hancunrya industri rokok semakin nyata dengan kenaikan target cukai secara eksesif menjadi Rp148,9 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 23% dibandingkan dengan target cukai 2015 yang disahkan sebesar Rp120,6 triliun rupiah.
Dengan kenaikan cukai rokok yang rata-rata 7%-9% setiap tahun saja, jelasnya, industri tembakau sudah sulit untuk berkembang. Ini malah akan meloncat 23%, yang dinilai bisa membunuh industri tersebut, memacu peredaran rokok ilegal dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Rokok Ilegal dan Turunnya Produsen
Budiyono juga mengatakan bahwa kenaikan cukai tembakau yang eksesif akan menjadi pendorong bagi makin maraknya peredaran rokok ilegal di Indonesia. “Kalau rokok ilegal makin marajalela, maka semua pihak akan dirugikan, yaitu pabrikan rokok legal, para pekerjanya, serta para petani tembakau dan cengkeh. Jangan lupa, pemerintah juga akan dirugikan karena rokok ilegal tidak bayar cukai,” terangnya.
Semakin mahalnya harga rokok legal karena harus membayar cukai yang tinggi, tentu akan semakin memicu perkembangan rokok illegal. Selain itu, dampak yang sangat terasa bagi industri tembakau ialah penurunan volume produksi rokok akibat kenaikan tarif yang berlebihan. Imbasnya dirasakan langsung pada pendapatan petani tembakau dan cengkeh yang bergantung pada keberlangsungan industri hasil tembakau.
Bukan hanya bagi petani saja, pelaku lain dalam industri pun akan terkena imbasnya. Penerapan kebijakan ini dapat menambahkan jumlah perusahaan yang gulung tikar dan pemutusan hubungan kerja bagi para pekerja industri tembakau.