Mohon tunggu...
Reiza Patters
Reiza Patters Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Just an ordinary guy..Who loves his family... :D

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kontroversi Kretek Dalam RUU Kebudayaan dan Industri Rokok

4 Oktober 2015   02:59 Diperbarui: 4 Oktober 2015   07:18 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyebutkan jumlah pabrikan produsen tembakau sudah menurun dari 4.000 menjadi 995 pada 2014. Pada tahun yang sama, sekitar 20.000 pekerja pun mengalami pemutusan hubungan kerja baik di perusahaan tembakau besar maupun kecil.

“Jika bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, pemerintah harus lebih bijak. Apabila hal ini terjadi terus-menerus, industri tembakau nantinya akan mati. Imbasnya tentu terhentinya kontribusi terhadap negara dalam bentuk penerimaan cukai serta hilangnya lapangan pekerjaan padat karya,” pungkasnya.

Sementara itu, Ismanu Sumiran, Ketua Umum Gabungan Perserikatan Rokok Indonesia (Gappri) menilai pemerintah saat ini belum memberikan keberpihakan terhadap industri rokok. Dari data Gappri, industri rokok sudah menyumbang pemasukan cukai dari pajak sebesar 90 persen dari total cukai yang masuk, seperti yang dilansir dari Tribun Bisnis.

Ismanu mengatakan pemerintah saat ini lebih banyak mendengar kelompok anti tembakau dengan alasan kesehatan. Menurut Ismanu pihak yang mewakili kelompok anti tembakau berlebihan dalam memaparkan fakta bahayanya merokok. “Kelompok anti tembakau itu terlalu didramatisir tidak terbukti secara konkret ini rokok membunuh dan sebagainya,” ujar Ismanu di kantor Ditjen Bea Cukai, September lalu.
Menurut Ismanu masyarakat bisa terganggu kesehatan di jalan raya bukan karena rokok melainkan asap knalpot dari kendaraan. Namun Ismanu heran pemerintah justru melihat industri rokok penyebab gangguan kesehatan.

Namun begitu, terkait dengan rencana kenaikan cukai rokok tersebut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai pembina industri nasional mengambil sikap menolak kebijakan kenaikan tarif cukai rokok ini. Bahkan, Kemenperin telah menyiapkan surat resmi yang akan dikirimkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang garis besarnya menolak jika tarif cukai rokok dinaikkan hingga 23 persen. “Suratnya sudah di meja Pak Saleh Husin (Menteri Perindustrian-red), tinggal menunggu persetujuan beliau,” kata Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Selasa (22/9), seperti dikutip dari Sinar Harapan online.

Panggah mengatakan bahwa satu hal yang harus dicermati yaitu, kenaikan target cukai rokok bisa tidak terealisasi pada 2016, berkaca pada pencapaian tahun lalu. Sebagai gambaran, di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 pemerintah mengusulkan penerimaan cukai hasil tembakau naik 23 persen menjadi Rp 148,85 triliun. Angka ini setara 95,72 persen dari total target penerimaan cukai tahun depan senilai Rp 155,5 triliun.

Pada 2014, realisasi cukai tembakau hanya mencapai Rp 116 trilun. Padahal target cukai 2015 yang tertuang di APBN yang diteken pada September 2014 sebesar Rp 120,6 triliun. “Ini kan artinya tidak tercapai target cukai untuk tahun lalu. Bagaimana mungkin mau dinaikkan sebesar 23 persen,” tutur Panggah.

 

Data dan Fakta

Karim Raslan, dalam salah satu tulisannya yang diposting di situs inilah.com, pernah mengatakan bahwa industri rokok kretek adalah satu industri yang pengaruhnya begitu besar, hingga orang-orang China pun pasti akan kagum, yang akan selalu menjadi milik Indonesia. Setiap kita mengisap rokok kretek, di manapun kita berada, kita pasti akan merasa terbawa ke Jawa: sebuah pulau dengan kekayaan sejarah dan tradisi, serta keindahan luar biasa.

Karim Raslan mengatakan bahwa besarnya industri ini begitu fenomenal. Diperkirakan ada 10 juta orang “petani cengkeh dan tembakau, pekerja pabrik, pedagang dan pemilik warung” yang mendapatkan nafkahnya dari pembuatan rokok. Industri ini juga menyuntikkan sekitar 5,5% ke dalam kas nasional, sumber pendapatan pemerintah yang naik dari Rp4 triliun pada 1996 hingga mencapai Rp40 triliun pada 2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun