Mohon tunggu...
Mohammad Hisyam Muzaki
Mohammad Hisyam Muzaki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Saya mahasiswa aktif UIN Raden Mas Said Surakarta program studi Hukum Keluarga Islam.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam UU No. 1 Tahun 1974

18 Februari 2024   19:00 Diperbarui: 18 Februari 2024   19:17 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Penulis:

1. Raihan Rafi Huda Pratama

2. Mohammad Hisyam Muzaki 

Perkawinan adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena melalui perkawinan, manusia dapat membentuk keluarga yang menjadi dasar masyarakat. Oleh karena itu, perkawinan harus dilakukan dengan memperhatikan berbagai aspek, agama, hukum, sosial, budaya, maupun psikologis. Di Indonesia, perkawinan diatur oleh UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang mengandung beberapa prinsip dasar yang harus dipenuhi oleh setiap pasangan yang ingin menikah. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Asas Sukarela

Asas sukarela artinya, adanya persetujuan secara sukarela dari pihak-pihak yang mengadakan perkawinan, yaitu calon suami dan calon istri. Perkawinan harus didasarkan atas cinta, kasih sayang, dan keinginan bersama untuk membina rumah tangga yang bahagia dan kekal. Tidak boleh ada paksaan, tekanan, atau tipu daya dari pihak manapun, baik dari orang tua, keluarga, masyarakat, maupun pihak lain yang berkepentingan. Asas sukarela tertera pada Pasal 6 ayat (1) UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa: "perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua mempelai".

2. Asas Partisipasi Keluarga

Asas partisipasi keluarga artinya, adanya keterlibatan dan dukungan dari keluarga kedua belah pihak dalam proses perkawinan. Keluarga memiliki peran penting dalam memberikan nasihat, bimbingan, restu, dan bantuan kepada calon mempelai, baik secara materiil maupun moril. Keluarga juga harus menghormati dan menghargai pilihan dan keputusan calon mempelai, serta tidak menghalangi atau mengganggu perkawinan yang sah. Asas partisipasi keluarga diatur dalam Pasal 6 ayat (2) sampai dengan ayat (6) UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang mengatur tentang syarat izin orang tua atau wali bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun, serta mekanisme penyelesaian perbedaan pendapat atau ketidaksediaan memberikan izin melalui pengadilan.

3. Asas Perceraian Dipersulit

Asas perceraian dipersulit artinya, adanya upaya untuk menjaga dan mempertahankan perkawinan yang telah terjalin, serta menghindari atau meminimalisir terjadinya perceraian. Perceraian adalah hal yang tidak diharapkan dan tidak diinginkan dalam perkawinan, karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi suami, istri, anak, dan masyarakat. Oleh karena itu, perceraian hanya dapat dilakukan sebagai jalan terakhir, setelah semua usaha untuk memperbaiki hubungan suami istri telah dilakukan, namun tidak berhasil. Perceraian juga harus didasarkan pada alasan-alasan yang kuat dan sah, serta melalui proses hukum yang adil dan transparan. Asas perceraian dipersulit diatur dalam Pasal 39 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang menyatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan dan berdasarkan alasan-alasan tertentu, yaitu:

- Zina

- Kecanduan judi, minuman keras, narkotika, atau sejenisnya

- Penjara lebih dari 5 tahun

- Kekerasan atau perlakuan keji

- Penyakit berat atau cacat badan

- Pertengkaran atau perselisihan terus-menerus

- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain tanpa izin selama 2 tahun berturut-turut

- Salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban perkawinan selama 2 tahun berturut-turut

- Salah satu pihak menjadi murtad atau masuk agama lain

- Salah satu pihak tidak diketahui keberadaannya atau dinyatakan hilang

- Salah satu pihak mengalami gangguan jiwa yang tidak dapat disembuhkan

4. Asas Poligami Dibatasi dengan Ketat

Asas poligami dibatasi dengan ketat artinya, adanya pembatasan dan pengawasan terhadap praktik poligami, yaitu perkawinan seorang pria dengan lebih dari satu wanita. Poligami bukanlah hal yang dianjurkan atau disarankan dalam perkawinan, karena dapat menimbulkan ketidakadilan, ketidakharmonisan, dan ketidakbahagiaan bagi suami, istri, dan anak. Oleh karena itu, poligami hanya dapat dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu, dengan memenuhi syarat-syarat yang ketat, serta mendapatkan izin dari pengadilan dan istri pertama. Asas poligami dibatasi dengan ketat diatur dalam Pasal 4 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang menyatakan bahwa:

- Perkawinan adalah monogami, kecuali ada alasan yang memungkinkan poligami

- Alasan yang memungkinkan poligami adalah:

    - Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri

    - Istri mengalami penyakit atau cacat badan yang tidak dapat disembuhkan

    - Istri tidak dapat melahirkan keturunan

- Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk poligami adalah:

    - Mendapat izin tertulis dari istri pertama

    - Mampu memberikan nafkah dan perlakuan yang adil kepada semua istri dan anak

    - Mendapat izin dari pengadilan setelah mempertimbangkan pendapat istri pertama dan calon istri

    - Menyertakan akta perkawinan dengan istri pertama dan calon istri

5. Asas Kematangan Calon Mempelai

Asas kematangan calon mempelai artinya, adanya persyaratan tentang usia minimum bagi calon suami dan calon istri untuk melangsungkan perkawinan. Usia minimum ini ditetapkan untuk menjamin bahwa calon mempelai telah memiliki kematangan fisik, mental, emosional, dan sosial yang cukup untuk menjalani kehidupan berumah tangga. Kematangan ini juga berkaitan dengan kesehatan reproduksi, kesuburan, dan tanggung jawab terhadap diri sendiri, pasangan, dan anak. Asas kematangan calon mempelai diatur dalam Pasal 7 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang menyatakan bahwa:

- Usia minimum untuk melangsungkan perkawinan adalah 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita

- Dalam keadaan darurat, pengadilan dapat memberikan dispensasi untuk menurunkan usia minimum tersebut, dengan mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan oleh calon mempelai atau orang tua mereka

- Keadaan darurat yang dapat menjadi alasan untuk dispensasi adalah:

    - Adanya kehamilan di luar nikah

    - Adanya ancaman atau bahaya bagi kehormatan atau keselamatan calon mempelai

    - Adanya kepentingan yang mendesak dan tidak dapat ditunda

6. Asas Memperbaiki Derajat Kaum Wanita

Asas memperbaiki derajat kaum wanita artinya, adanya upaya untuk meningkatkan kedudukan, peran, hak, dan kesejahteraan kaum wanita dalam perkawinan dan keluarga. Kaum wanita memiliki hak yang sama dengan kaum pria dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal perkawinan. Oleh karena itu, perkawinan harus dilakukan dengan menghormati dan mengakui hak-hak wanita, serta memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada wanita. Asas memperbaiki derajat kaum wanita diwujudkan dalam beberapa ketentuan dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974

7. Asas Pencatatan Perkawinan

Asas pencatatan perkawinan artinya, adanya kewajiban bagi setiap pasangan yang menikah untuk mendaftarkan perkawinannya di instansi yang berwenang, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Pencatatan perkawinan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum, perlindungan, dan pengakuan terhadap status perkawinan, hak dan kewajiban suami istri, serta hak dan kewajiban orang tua dan anak. Asas pencatatan perkawinan diatur dalam Pasal 2 UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang menyatakan bahwa:

- Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu

- Perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun