Mohon tunggu...
Yudo Adi
Yudo Adi Mohon Tunggu... -

Diluar sangkar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hana Risa Suba I

19 September 2011   23:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:48 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ersa, berumur 24 tahun, tinggi 170cm, berat 50kg, berkulit putih,bibir tipis dan berhidung sedikit pesek, berwajah oriental yang menunjukkan wajah Indonesia asli, dipadu dengan rambut lurus tipis dimodel bob, mengawali karir di bidang modelling dan fashion semenjak masuk SMA, terlihat anggun karena pandai merawat diri, terlihat keras dan tomboy dari gaya bicaranya, Lulus karate sabuk hitam ketika SMA.

Berbeda jauh dengan adiknya, Risa, umur 20 tahun, tinggi 160, berat 46kg, berkulit kuning, berwajah seperti gadis dari asia timur, bibir tipis dan berhidung mancung, Berambut tebal hitam, bersinar dan dibiarkan terurai indah, sedang menjalani perkuliahan di jurusan sastra Indonesia di US. Hobi menulis semenjak SMP, beberapa karyanya pernah dimuat di koran lokal ataupun nasional bertajuk cerita pendek ataupun puisi. Terlihat lembut dengan mata sayunya, polos dari cara berpakaian dan berbicara.

Kedua wanita yang lahir buah dari pernikahan Bapak Jawa dan Ibu Korea ini hidup lebih dari sekedar berkecukupan. Tak banyak masalah yang menghiasi keluarga bahagia ini kecuali ketika Ersa memutuskan untuk melanjutkan karir di bidang modeling, fashion, ditambah seni peran selepas SMA dan tak melanjutkan ke Perguruan Tinggi sekitar tujuh tahun lalu yang membuat ayahnya naik pitam akan pilihan hidup gadis sulungnya itu.

Apa mau dikata, bahkan, saat itu Ersa kabur meninggalkan rumah untuk menginap di rumah temannya selama seminggu. Selama di persembunyian, Ersa menolak semua panggilan dari ayahnya, dia hanya menerima panggilan dari adik atau ibunya saja. Ketegangan sedikit mereda setelah ayahnya meminta pada Risa adiknya untuk menyuruh pulang kakaknya,

Risa menelpon kakaknya untuk pulang, Ersa pun menyanggupi permintaan adiknya itu.

Tak berapa lama Ersa muncul didepan rumah di luar pagar, sambutan hangat dari Adik dan Ibunya sembari memeluknya dan membukakan pagar. Hanya ada tatapan tajam dari Ayahnya yang melihat dari jauh di teras. Ersa mendekati Ayahnya, menyalami dan mencium tangannya.

Ersa mengikuti langkah ayahnya menuju ruang keluarga, mereka duduk bersebelahan, sedang Ibu mempersiapkan masakan di dapur dan Risa menemani Ersa duduk di sampingnya.

Ayahnya memulai percakapan dengan suara tegas.

“Sebenarnya apa yang kau inginkan untuk hidup ini, mengapa tak mau melanjutkan ke perguruan tinggi?”

Ayahnya tahu kalau hidup dari dunia seni itu itu musiman. Masa depannya tak jelas jika tak ada yang mengontrak dan meminta Ersa untuk memikirkan kegiatan yang secara finansial lebih aman, yang kelanjutannya terjamin. Seperti melanjutkan ke bangku kuliah.

“Tak ada jaminan kalau kita masih hidup esok hari Pa, mengapa takut akan hal-hal yang belum tentu terjadi, dan menganggap kita bisa hidup selamanya?” Ersa menjawab seperti seorang filsuf ahli pertanyaan ayahnya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun