Mohon tunggu...
Yudo Adi
Yudo Adi Mohon Tunggu... -

Diluar sangkar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hana Risa Suba I

19 September 2011   23:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:48 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kau tahu kan setiap kamu melangkah, nama baik keluarga dan nenek moyangmu itu dipertaruhkan?”

Balas ayahnya yang juga mengingatkan Ersa agar tidak mempermalukan keluarga karena dirinya merasa masih mampu membiayainya naik ke jenjang yang lebih tinggi.

“Jika kita hanya merunutkan gengsi, mempertahankan apa yang sudah kita dapat, Kita lupa bagaimana menjadi orang serendah-rendahnya orang Pa!”

Balas Ersa tak mau kalah dengan ayahnya itu.

Ayahnya mengingatkan Ersa yang sudah mempunyai reputasi memprihatinkan diluar, dengan preman pasar yang dihajar, teman adiknya yang diretakkan rusuknya, beruntung kala itu orang tuanya tak menuntut Ersa ke pengadilan atas tindak pidana kekerasan, dia kabur dari rumah, dia menjadi artis dengan dandanan yang mempertontonkan aurat. Apalagi dia menjadi bos alias ratu para preman itu sekarang.

Walau begitu, Ersa tetap pada pendiriannya dan merasa pantas memperlakukan para preman seperti itu karena waktu itu hampir memperkosa adiknya, si Risa. Ketika teman Risa si Tanto menggoda adik dengan membelai rambutnya, Ersa merasa hanya menendang dia dari belakang pelan, eh, Tanto terjatuh dengan dada didepan membentur sisi tajam pembatas jalan. Ersa malah menyalahkan Tanto yang menjadi cowok sebegitu lemahnya. Terkait aurat yang sering dipertontonkan Ersa, Ersa merasa melakukan pekerjaan itu atas dasar profesionalisme. Dan profesionalisme itu diajarkan juga oleh ayahnya sewaktu smp. Masalah Ersa yang menjadi ratu preman sekarang, Dia merasa seharusnya ayahnya bangga Ersa bisa memimpin orang-orang yang siap main kasar itu.

“Kamu”

Ayahnya bersiap-siap menampar Ersa.

Ersa menghindari tamparan itu. Lalu dia melanjutkan penjelasan panjangnya yang dia menghormati ayahnya, dia juga tahu diri kalau jasa papa dan mamanya tak akan hilang oleh waktu, hanya, dia ingin menjalani kehidupan ini sesuai dengan kesenangan dia. Selama Ersa masih belum terikat oleh janji pernikahan, Ersa hanya ingin menikmati apa yang bisa dia lakukan, karena Ersa merasa tak sebebas merpati lagi setelah itu.

”Sup hangat sudah siap, merayakan kembalinya si sulung, mari kita makan sama-sama.”

Ujar ibunya menghampiri mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun