Banyak individu yang menggunakan WiFi untuk melakukan berbagai aktivitas online, termasuk jual beli. Misalnya, seseorang mungkin menggunakan WiFi ghasab untuk mengupdate sistem perangkatnya agar dapat menjalankan aplikasi jualan online. Dalam konteks ini, pertanyaannya adalah apakah penghasilan yang diperoleh dari aktivitas jual beli tersebut menjadi haram. Terlepas dari itu, wifi adalah sebuah gelombang sinyal yang memungkinkan perangkat seperti komputer, smartphone, tablet, dan perangkat lain terhubung ke internet atau berkomunikasi satu sama lain tanpa menggunakan kabel. Â Untuk menggunakan wifi biasanya dilengkapi dengan keamanan sandi sehingga penggunanya hanya pemilik atau orang-orang tertentu yang diizinkan. Dengan demikian, menggunakan wifi tanpa izin termasuk dalam keumuman ayat tentang larangan memakan harta orang lain dengan batil. Allah Swt. Berfirman dalam Q.S (Al-Baqarah:188) yang artinya:
"Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil," (Al-Baqarah [2]:188)
Wifi dalam konteks fiqih disebut dengan manfaat. Manfaat wifi adalah manfaat yang dikuasai atau dimiliki oleh perorangan, bukan umum, sehingga dalam pandangan fiqih menguasai manfaat yang dimiliki orang lain secara zalim, menggunakan tanpa izin disebut dengan ghasab yang hukumnya haram. Hal ini sebagaimana dijelaskan Imam Zainuddin al-Malibari dalam Fathul Mu'in, [Beirut, Darul Ibnu Hazm, t.t: 281) sebagai berikut:
 [ ] :
 Artinya, "Penjelasan tentang Hukum Ghasab (perampasan). Ghasab adalah menguasai hak orang lain, meskipun berupa manfaat, seperti mengusir orang yang duduk di masjid atau pasar tanpa hak, atau duduk di atas tikar milik orang lain meskipun tidak memindahkannya, mengusir seseorang dari rumahnya meskipun ia tidak memasukinya, atau menunggangi hewan milik orang lain, dan memanfaatkan budaknya." Â
 Konsekuensi perbuatan ghasab wifi ini selain berdosa juga harus mengganti, mengingat jaringan wifi mempunyai nilai dan harga karena bukan didapatkan secara gratis, atau meminta penghalalan (istihlal) dari yang bersangkutan.  Selanjutnya,  Mengingat bahwa HP berikut sistem di dalamnya hanya sebuah sarana untuk melangsungkan transaksi, maka selama jual beli yang dilakukan sesuai syariat, yaitu memenuhi rukun dan syaratnya, tidak menipu, tidak merugikan orang lain, serta komoditi yang ditransaksikan legal menurut syara' dan hukum negara, maka keuntungan yang didapatkannya adalah halal. Â
 Kasus ini dapat di-ilhaq-kan dengan permasalahan seseorang yang meng-ghasab sebuah panah kemudian panahnya digunakan untuk berburu, maka hak milik hasil buruannya itu adalah pelaku ghasab tersebut. Hanya saja, pelaku ini wajib memberikan biaya penggunaan panah tersebut kepada pemiliknya. Berikut selengkapnya dijelaskan oleh Imam al-Baghawi dalam kitab at-Tahdzib fi Fiqhis Syafi'i, (Beirut, Darul Kutub Ilmiyah, 1997: VIII/27).
  : :  -:
 Artinya, "Jika seseorang meng-ghasab sebuah panah, lalu berburu dengannya, maka hasil buruannya menjadi milik si peng-ghasab. Begitu pula jika seseorang meng-ghasab jaring, lalu memasangnya, dan mendapatkan tangkapan, maka hasil tangkapannya adalah milik si peng-ghasab. Namun, dia wajib membayar sewa atau biaya (ujrah mitsil) penggunaan panah dan jaring tersebut kepada pemiliknya." Â
C.Kesimpulan
Penghasilan dari jual beli online yang dilakukan dengan menggunakan perangkat yang di-update melalui jaringan WiFi ghasab tidak serta merta menjadi haram. Selama transaksi tersebut memenuhi kaidah syariat dan tidak melanggar hukum, keuntungan yang diperoleh tetap dianggap halal. Namun, pelaku ghasab berkewajiban untuk mengganti biaya atau meminta kehalalan kepada pemilik WiFi.