Selain membutuhkan orang lain, berkat kodrat manusia sebagai animale rationale, kebahagiaan juga tercapai berkat akal budi. Lebih jauh Plato menarik manusia untuk kembali pada ‘kerajaan ide’ Plato. Manusia sebagai animale rationale hendaknya juga mengandalkan akal budi. Akal budi memegang peranan penting bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan. Menurut Plato, kebahagiaan juga dapat dicapai kalau jiwa manusia semakin dikuasai oleh akal budi. Akal budi berfungsi untuk mengatur dan mengarahkan manusia pada ide ‘yang baik’.
      Menurut Aristoteles untuk mencapai kebahagiaan perlu adanya tindakan konkret. Aristoteles mengkritik gurunya yang hanya mengandalkan pengetahuan dalam mencapai kebahagiaan. Tentu pula, tindakan yang dimaksudkan oleh Aristoteles bukanlah tindakan sembarang. Melainkan tindakan yang mencerminkan akal budi.
      Lebih jauh Aristoteles mengatakan, bahwa: Kebahagiaan diperoleh lewat kebajikan dan semacam pembelajaran atau latihan, karena nilai dan tujuan kemuliaan dan kebajikan adalah hal yang terbaik dari semua-nya dan merupakan sesuatu yang agung dan berkah.
      Secara jelas Aristoteles menyampaikan, bagaimana memperoleh kebahagiaan itu. Memperoleh kebahagiaan tidak melulu hanya dengan berpikir saja. Tetapi, lebih jauh untuk memperoleh kebahagiaan perlu adanya pembelajaran atau latihan. Tentu pembelajaran atau latihan ini merupakan sebuah tindakan konkret manusia. Tindakan yang menegaskan bahwa diri manusia bukanlah diri yang menetap. Manusia merupakan makhluk yang bergerak, menuju pada kesempurnaan hidup.
      Menurut Thomas Aquinas, ada empat hal yang dibutuhkan dalam mencapai kebahagiaan. Ada pun empat hal yang dibutuhkan itu, yakni kasih, keinginan yang terarah pada tujuan dan segala tindakan dari keinginan itu, ada forma yang diterima oleh intelek, dan terakhir perasaan yang dirasakan dari proses pencarian manusia. Namun, secara lebih terperinci Thomas Aquinas membeberkan hal-hal lain yang dibutuhkan dalam mencapai kebahagiaan, selain empat hal di atas.
      Ada pun empat hal lain itu, yakni sukacita dan kegembiraan, ketulusan kehendak atau kejujuran, tubuh rohaniah dan jiwa, serta kesempurnaan dalam arti kebaikan tubuh. Thomas Aquinas menilai bahwa tanpa keempat unsur ini, mustahil manusia mencapai kebahagiaan sejati atau mencapai Kebaikan Tertinggi.
2. Manusia Hidup Dalam Kebahagiaan
2.1. Membagi Kebahagiaan Kepada Sesama
      Ketika manusia telah mencapai tujuan utama hidupnya, ia akan menjadi manusia yang bebas. Ia tidak terikat lagi pada hal yang sementara saja. Oleh karena itu, ketika manusia telah mencapai kebahagiaan, manusia dituntut untuk membagi kebahagiaan hidupnya kepada sesama. Membagi di sini sebagai ungkapan hormat manusia kepada sesamanya. Hormat yang tinggi bagi yang membantunya mencapai kebahagiaan hidupnya. Bahagia itu bukan milik-ku, bukan pula sejauh yang bisa Aku nikmati atau melegakanku. Bahagia itu milik Liyan dan Aku yang dengannya larut dalam kebahagiaan dengannya.
      Pernyataan di atas secara jelas menegaskan bahwa kebahagiaan menjadi bagian dari kehidupan manusia. Ketika aku mampu membahagiakan sesamaku (Liyan) tentu aku akan merasakan kebahagiaan itu. Tentu kebahagiaan yang aku dapatkan itu berlipat karena telah dirasakan oleh orang lain pula. Aku bahagia jika Engkau juga bahagia. Singkat kata, bahagia itu merupakan wujud hormatku kepada Liyan, sesamaku, dan siapa pun. Wujud terima kasihku kepada sesamaku.
2.2. Membagi Yang Utama