Di Indonesia, panic buying juga terjadi selama pandemi. Hal ini dapat kita lihat pada grafik 4 yang menunjukkan adanya perubahan konsumsi pada beberapa jenis konsumsi termasuk produk kesehatan. Berdasarkan data dari BPS, produk kesehatan mengalami peningkatan konsumsi paling tinggi hingga 73,3%, sedangkan bahan makanan dan pulsa juga mengalami kenaikan konsumsi di atas 50% pada awal pandemi (Katadata, 2020).
Menurut Dewan  Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO), panic buying terjadi di Indonesia selama 3 periode. Periode pertama pada tanggal 2 Maret 2020, kedua tanggal 14-16 Maret, dan ketiga pada tanggal 19 Maret 2020 (Agung Minto Wahyu, et al. 2021). Panic buying ini ditandai dengan adanya peningkatan pada penjualan barang-barang seperti vitamin, masker medis, hand sanitizer, dan tisu basah hingga 500% (M. Indartoyo, et al., 2020).Â
Perbandingan : Kasus Tisu Toilet
Kasus panic buying yang terjadi baik di Indonesia maupun negara-negara lain kurang lebih memiliki kesamaan pada produk yang dibeli. Hal ini tentu disebabkan karena pandemi yang dirasakan oleh banyak negara. Namun, kita dapat melihat bahwa tidak semua barang di negara-negara lain dibeli secara panic oleh masyarakat Indonesia. Salah satu contoh barang tersebut adalah tisu toilet. Pembelian pada produk tisu termasuk tisu toilet mengalami kenaikan di banyak negara, seperti Italia (di atas 50%), Prancis (108%), Jerman (109%), Inggris (134%), Spanyol (210%), dan Amerika Serikat (217%) (Keane M, Neal T. 2020). Sedangkan di Indonesia, kasus ini tidak terjadi secara signifikan karena penggunaan toilet paper yang tidak sebanyak penggunaannya di negara-negara lain
Dampaknya pada Elastisitas Harga
Salah satu akibat adanya panic buying adalah kelangkaan atau berkurangnya persediaan barang. Persediaan yang tidak sebanding dengan tingginya permintaan menyebabkan adanya kenaikan harga pada barang-barang tersebut. Laporan dari Arab Saudi menyatakan bahwa harga masker jenis N95 meningkat dari $0.38 menjadi $5.75 atau sebesar 1,513% (Al-Mahish et al., 2021). Di Indonesia, harga sekotak masker N95 juga sempat mengalami kenaikan hingga Rp1,6 juta dari harga normal Rp195.000. Selain itu, harga masker biasa juga melonjak hingga Rp170.000-Rp350.000 setiap kotak. Padahal, pada hari biasa, harga sekotak masker biasa hanya Rp15.000-Rp25.000 setiap kotak (Kemenkeu, 2021).
Apakah perubahan harga yang terjadi mempengaruhi jumlah permintaan barang-barang ini? Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Al-Mahish et al. (2021), perubahan harga tidak mempengaruhi jumlah permintaan barang-barang PPP (Personal Protection Products), seperti masker dan hand sanitizer secara signifikan. Tabel 1 menunjukkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Al-Mahish et al. bahwa tingkat sensitivitas hand sanitizer dan masker terhadap perubahan harga berada di angka negatif (inelastis).
Hal ini juga dijelaskan oleh Hao Chen dan Alvin Lim (2022)  pada penelitian empiris mereka dengan konsumen Belanda, bahwa hand sanitizer merupakan barang inelastis selama pandemi karena kebutuhan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kebersihan meningkat. Dengan demikian, barang-barang ini cenderung less sensitive terhadap perubahan harga.
Rekomendasi Solusi