Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menjaga Ketahanan Pangan Indonesia di Masa Pandemi Covid-19

22 November 2020   18:33 Diperbarui: 22 November 2020   22:04 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada periode Juli hingga Desember 2020, produksi beras yang akan dihasilkan petani Indonesia berkisar 12,5-15 juta ton. Beras dihasilkan dari 5,6 juta hektare lahan (Tempo, 2020). Dengan demikian, negara cukup optimistis tidak akan mengalami krisis beras pada tahun 2020 yang cukup berat ini.

Kebutuhan Pangan Indonesia yang Bergantung pada Impor

Untuk ketahanan beras, Indonesia memang masih bisa tersenyum optimis dalam melewati pandemi COVID-19 hingga akhir tahun nanti. Namun, bagaimana dengan jenis pangan yang lain? Indonesia tetap bergantung pada impor pangan. 

Pada tahun 2018, BPS mencatat salah satu impor bahan pangan terbesar periode Januari-November 2018 merupakan biji gandum dan meslin yang mencapai 9,2 juta ton, dan kemudian diikuti komoditas gula seberat 4,6 juta ton. 

Selain itu, diikuti juga oleh impor garam 2,5 juta ton, kedelai 2,4 juta ton, serta beras 2,2 juta ton (Katadata, 2019). Dikutip dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) (2020), pada tahun 2018, Indonesia merupakan net importir terhadap produk pangan senilai USD 576,18 juta. 

Adanya COVID-19 sendiri membuat Indonesia mengalami kesulitan impor. Impor sektor pertanian diprediksi akan menurun sebesar 17,11%, sementara harga impor pertanian diprediksi akan meningkat sebesar 1,20% dan 2,42% pada tahun 2020 dan 2022. Dengan berkurangnya pasokan domestik dan impor, kelangkaan pangan dan inflasi harga pangan dimungkinkan akan terjadi.

Kesulitan Impor Pangan yang Berimbas pada Harga Barang Pangan

Adanya pembatasan sosial di sejumlah daerah dapat menimbulkan disrupsi pada rantai pasokan pangan dari produsen ke konsumen. Gangguan tersebut berimbas pada kenaikan harga-harga barang pangan secara signifikan karena permintaannya yang inelastis. Kenaikan harga secara signifikan terjadi untuk komoditas pangan yang perlu diimpor. 

Dari Desember 2019 hingga pertengahan April 2020, harga gula meningkat hingga 32,97% menjadi Rp18.350,00 per kilogram, bawang putih meningkat sebanyak 35,64% menjadi Rp43.200,00 per kilogram, sementara harga daging sapi tetap tinggi di angka Rp117.750,00 per kilogram (CIPS, 2020). Dengan melihat hal tersebut, tentunya pemerintah harus melakukan upaya-upaya yang bisa menjaga stabilitas pangan, mengingat kita masih cukup bergantung pada pasokan impor untuk mayoritas komoditas pangan.

Saran Kebijakan

Kebijakan yang ditujukan pada pengamanan komoditas pangan dengan harga terjangkau dalam kondisi darurat pandemi COVID-19 telah disarankan oleh Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) sebagai berikut:

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Money Selengkapnya
    Lihat Money Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun