Meskipun begitu, pada akhir kuartal kedua 2019 The Fed akhirnya berbalik arah menurunkan suku bunga acuan. Perlambatan ekonomi AS akibat perang dagang, penurunan aktivitas manufaktur, dan perlambatan inflasi menjadi pemicunya. Pemangkasan suku bunga dilakukan untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir sebesar 25 basis poin.
Faktor Internal: Current Account Deficit
Untuk mengetahui tingkat produktivitas Indonesia, hal pertama yang bisa dilihat adalah melalui kondisi neraca transaksi berjalan Indonesia yang defisit (Current Account Deficit). Hal yang tidak kalah menarik dan tidak bisa luput dari pertimbangan para ekonom adalah Current Account Deficit (CAD) yang kian melemah. Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa CAD memang sudah mengalami pelemahan pada sekitar tahun 2011---2012. Namun, pada periode era kepemimpinan Presiden Jokowi, CAD kembali merosot pada awal kuartal 2017. Pada periode tersebut, CAD mencapai angka terparahnya pada akhir kuartal 2018 yang juga merupakan waktu terparahnya depresiasi nilai tukar rupiah.
Keadaan tersebut masih disebabkan oleh penurunan ekspor batu bara dan CPO yang terjadi sejak tahun 2011. Dari sisi perdagangan, CAD yang melebar banyak dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan peningkatan defisit neraca jasa. Pada tahun 2018, neraca perdagangan berbalik arah menjadi defisit sebesar US$ 398 juta pada kuartal III-2018, pasca selalu mencatatkan surplus sejak kuartal III-2014. Kemudian, defisit pendapatan primer juga melebar tipis menjadi US$ 8,03 milliar di kuartal III-2018, dari kuartal sebelumnya sebesar US$ 8,02.
Defisit tahun 2018 juga diperparah dengan adanya perang dagang yang terjadi antara AS dan Cina. Besarnya eskalasi dampak perang dagang ini menyebabkan negara-negara mitra kedua negara tersebut menjadi terdampak. Singkatnya, ketidakpastian yang disebabkan pemberian tarif terhadap produk dari kedua negara tersebut menyebabkan harga perdagangan dan Global Value Chain dari kedua negara tersebut menjadi lebih mahal.
Ketika suatu negara memiliki neraca perdagangan yang defisit, negara tersebut akan membutuhkan cadangan devisa dalam bentuk mata uang asing yang semakin lebih banyak. Ketika suatu negara menukarkan lebih banyak mata uangnya ke dalam bentuk mata uang asing, nilai dari mata uang negara tersebut menjadi lebih rendah relatif terhadap mata uang asing (hukum permintaan). Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia yang defisit menjadi salah satu faktor yang mendorong depresiasi rupiah.
Â
Berbagai Solusi yang sudah Dilakukan Pemerintah Jokowi-JK Untuk Mengatasi Pelemahan Nilai Tukar
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelemahan rupiah dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal (penurunan harga CPO, perang dagang, dan suku bunga acuan the Fed) dan faktor internal (rendahnya tingkat produktivitas Indonesia yang tercermin dari neraca transaksi berjalan yang defisit). Untuk meminimalkan dampak buruk dari pelemahan nilai tukar, tentunya diperlukan solusi yang dapat mengatasi permasalahan dari faktor eksternal dan internal. Namun, faktor eksternal merupakan sesuatu yang eksogen sehingga upaya yang dapat dilakukan Indonesia dalam meminimalkan pengaruh pelemahan nilai tukar adalah membenahi faktor internal atau dengan kata lain meningkatkan produktivitas Indonesia. Dalam membenahi permasalahan internal yang terjadi, pemerintah Jokowi-JK sudah melakukan berbagai solusi yang diantaranya adalah sebagai berikut.
Pertama, pemerintah Jokowi-JK telah melakukan berbagai pembenahan birokrasi untuk menstimulus perekonomian nasional. Hal ini didukung dengan adanya 16 paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan selama masa pemerintahan Jokowi-JK. Paket kebijakan tersebut juga digunakan sebagai instrumen yang berfungsi untuk menggenjot kinerja bisnis Indonesia seperti meningkatkan daya saing ekspor, meningkatkan investasi, dan mempermudah kegiatan berbisnis di Indonesia. Dengan diadakannya 16 paket kebijakan ekonomi tersebut, diharapkannya Indonesia dapat bersaing dengan pasar global lainnya sehingga produktivitas dan perekonomian Indonesia dapat meningkat di tengah ketidakpastian perekonomian global.