Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Streetwear, Ketika Kaus Oblong Menjadi Sebuah Barang Mewah

16 Juli 2018   21:19 Diperbarui: 21 Agustus 2018   14:36 4202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Yusuf Fajar Mukti, Ilmu Ekonomi 2017, Staf Departemen Kajian dan Penelitian Himiespa FEB UGM 2018

Nilai Jual

Setidaknya terdapat tiga faktor yang membuat nilai jual dari streetwear sangat tinggi, yaitu yang pertama adalah karena kebutuhan akan pengakuan sosial. Menurut Dr. Dimitrios Tsivrikos, psikolog konsumsi dari University College London, manusia mempunyai kecenderungan untuk mengoleksi sesuatu yang merepresentasikan identitasnya. 

Zaman dahulu, suku-suku primitif menghias diri mereka dengan bulu-bulu atau batuan yang berharga untuk membedakan mereka dari anggota suku lainnya serta merupakan upaya untuk memikat lawan jenis. Dengan logika yang sama, mengoleksi dan mengenakan streetwear merupakan cara seseorang untuk membangun identitasnya. 

Namun, realitanya tidak semua orang mengetahui bahwa kaus oblong yang kita pakai merupakan barang langka seharga puluhan juta rupiah. Hal tersebut menurut Dr. Tsivrikos bukan suatu masalah. Karena tujuannya bukan untuk menunjukkan identitas ke semua orang, tetapi hanya ke beberapa yang mempunyai hobi serupa. Dengan kata lain, mereka mengenakan streetwear hanya untuk membuat kagum segelintir orang.

Faktor kedua yang memengaruhi adalah perihal orisinalitas. Jonathan Gabay, dalam bukunya yang berjudul Brand Psychology: Consumer Perceptions, Corporate Reputations, menjelaskan bahwa konsumen tidak peduli terhadap siapa desainer dan nilai estetik produknya, yang terpenting adalah cerita dan nilai historis apa yang direpresentasikan oleh merek tersebut. 

Komunitas hip-hop dan skate jalanan melahirkan kultur streetwear sebagai reaksi dari subordinasi sosial yang mereka alami. Fakta bahwa konsumen mengimplementasikan gaya hidup tersebut sebagai simbol perlawanan terhadap status quo membuatnya menjadi sesuatu yang orisinil dan keren. Melalui gaya hidup tersebut, mereka punya idealisme dan prinsip yang mereka anut sebagai sebuah komunitas. 

Dengan kata lain, mengenakan streetwear sama halnya sebagai bentuk afirmasi terhadap prinsip kebebasan, kesetaraan, dan perlawanan sosial yang dianut komunitas skate awal.

Faktor ketiga adalah perihal eksklusivitas. Seperti yang dikatakan oleh Tayler Prince-Fraser, salah satu administrator SupTalk dalam salah satu wawancaranya dengan Vice, "Orang-orang ini membayar uang untuk streetwear bukan untuk fungsionalitas, nilai estetik desain, ataupun kemewahannya. Namun, untuk bilang ke dunia bahwa ini loh gue pake Supreme." Selain itu, tidak semua orang mampu untuk membeli barang tersebut. Hal itu menjadi sebuah keistimewaan tersendiri bagi penggunanya.

Strategi

Sebenarnya strategi yang digunakan produsen Streetwear dalam menciptakan dan menjaga image esklusivitas produknya adalah dengan sebuah teori ekonomi yang sederhana, yaitu hukum permintaan dan penawaran. 

Produsen tahu bahwa tingkat permintaan sangat tinggi dan hukum ekonomi konvensional mengatakan bahwa hal tersebut idealnya diiringi dengan penaikan tingkat penawaran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun