Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Streetwear, Ketika Kaus Oblong Menjadi Sebuah Barang Mewah

16 Juli 2018   21:19 Diperbarui: 21 Agustus 2018   14:36 4202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Yusuf Fajar Mukti, Ilmu Ekonomi 2017, Staf Departemen Kajian dan Penelitian Himiespa FEB UGM 2018

Sejarah

Sejarah streetwear erat kaitannya dengan komunitas skate. Di New York sendiri, kultur skateboard awalnya bergerak secara bawah tanah, ilegal, dan termarjinalkan oleh masyarakat umum. 

Beraktivitas di sudut gang, celah gedung, dan sebagian besar diisi oleh orang berkulit hitam. Bagi mereka, hampir mustahil untuk mendapatkan pengakuan sosial dan eksklusivitas yang sama layaknya masyarakat kelas atas dengan gaya hidup glamor dan pakaian adibusananya yang mewah.

Oleh karena itu, mereka membuat kemewahan versi tersendiri, yang diekspresikan ke dalam kultur streetwear dengan desain dan kualitas yang seadanya. Konsistensi dan ikatan sosial yang kuat antar komunitas membuat gaya hidup mereka terasa otentik dan terlihat keren. Hal tersebut dalam jangka panjang menyebabkan eksistensi mereka disadari dalam pergaulan sosial.

Streetwear dalam Bisnis Fesyen

Saat ini, streetwear adalah sub sektor bisnis fesyen dengan pertumbuhan tercepat, yakni sebesar 30-40 persen pada awal 2010 dan tumbuh stabil hingga 2017 pada angka lima persen per tahun serta dengan nilai pasar sebesar 309 miliar dollar AS (Minke, 2017).

Menurut riset Bain & Company tahun 2017, demografi masyarakat dari tahun ke tahun semakin didominasi oleh usia muda. Generasi Z, yang notabenenya merupakan segmen pasar paling potensial dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan, lebih memilih pakaian dengan desain sederhana, nonformal, dan nyaman dipakai. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau sebagian besar anak muda sekarang mengenakan streetwear dalam keseharian mereka.

Label-label yang menguasai pasar antara lain adalah Supreme, BAPE, Off-White, Anti Social Social Club, dan Fear of God. Namun, Supreme mungkin adalah yang tersukses di antara semuanya. Berdasarkan laporan Business of Fahion tahun 2017, lalu lintas pengunjung situs Supreme melonjak rata-rata sebesar 16.800 persen pada hari perilisan setiap produknya. 

Selain itu, pada akhir tahun 2017, sebesar 500 juta dolar AS atau 50 persen saham Supreme dibeli oleh Carlyle Group. Dengan itu, nilai pasar Supreme naik hingga satu miliar dolar AS pada awal tahun 2018.

Prospek cerah tersebut membuat perusahaan-perusahan besar adibusana tidak mau ketinggalan. Salah satu cara mereka untuk untuk menggaet pangsa pasar fesyen kaum milenial adalah berkolaborasi dengan label streetwear yang telah eksis. 

Semisal, kolaborasi yang paling terkenal adalah antara Supreme dengan Louis Vuitton, yang menghasilkan produk berupa jaket hoodie seperti yang dikenakan oleh Fardan. Selain kolaborasi, cara lainnya adalah dengan menciptakan produk Streetwear sendiri seperti yang dilakukan oleh Gucci dengan berbagai koleksi kaus polosnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun