Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Uang Tip, Rasional dan Perlukah?

2 Juli 2018   14:34 Diperbarui: 17 Juli 2018   07:36 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu motif dalam pemberian tip adalah untuk mendapatkan kesenangan atau utilitas tersendiri. Hal ini berdasarkan teori Warm Glow yang dicetuskan oleh James Andreoni pada tahun 1989. Teori ini menyatakan bahwa individu yang memberikan donasi, amal atau berbagi dengan sesama akan mendapatkan kepuasan relatif berupa perasaan positif (Andreoni, 1989). Dengan demikian, teori ini dapat menjelaskan bahwa kebanyakan individu tidak hanya mendapatkan utilitas dari apa yang sudah dikonsumsi tetapi juga perasaan positif dengan memberikan tip.

Namun, perspektif ekonomi neo-klasik memiliki pandangan yang berbeda. Neo-klasik berpendapat pemberian tip dilatarbelakangi untuk menjamin mutu layanan masa depan (Ben-Zion & Karni, 1977). Pendapat ini dalam perilaku ekonomi disebut altruisme egoistik. 

Altruisme egoistik mengemukakan bahwa bantuan seperti tip didorong oleh harapan akan manfaat yang diterima di masa depan. Dalam hal ini, manfaat yang diharapkan berupa mutu layanan yang lebih baik kedepannya. Tetapi, pandangan ini menuai perdebatan. Parret (2006) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang lemah antara tip dengan kualitas layanan yang diberikan di masa depan. Sama dengan Parret (2007), survey yang telah dilakukan pada 597 konsumen restoran oleh Azar (2007), menunjukkan bahwa pemberian tip bukanlah didasari oleh layanan masa depan.

Motif selanjutnya yang paling memengaruhi dalam pemberian tip adalah keinginan untuk memperoleh penghargaan sosial (Lynn, 2015). Azar (2007) pada tulisannya yang berjudul "Why pay extra? Tipping and the Importance of Social Norms and Feelings in Economic Theory", berpendapat bahwa praktik pemberian tip dilatarbelakangi oleh keinginan untuk dihargai individu lainnya. Kemudian, penelitian tentang pemberian amal oleh Dan Ariely, Anat Bracha dan Stephan Meier (2009) menemukan hasil yang sama. Penelitian tersebut mendapatkan bahwa pemberian amal dilakukan untuk mendapatkan apresiasi dari orang lain

Tidak semua warga Indonesia memberikan tip. Tentunya, keputusan ini dapat dijelaskan pula melalui perspektif psikologi ekonomi. Salah satu motif individu tidak memberikan tip dikarenakan untuk menghemat uang yang dimiliki. 

Sesuai dengan pendapat para ekonom pada umumnya (e.g., Ben-Zion& Karni, 1977; Landsburg, 1993), mengemukakan bahwa individu yang rasional akan membayar sedikit mungkin dalam suatu transaksi untuk menghemat uang. Dengan demikian, uang tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya. Selain dari itu, motif yang melandasi keputusan tidak memberikan tip adalah memperlakukan para pelayan equal dengan konsumen (Lynn, 2015). Dengan adanya tip, terkadang konsumen menganggap memiliki kekuatan dan status yang lebih tinggi dibandingkan pelayan sehingga acap kali memperlakukan pelayan seenak hati.

Akankah Tip Menyebabkan Deadweight Loss?

Deadweight loss adalah jumlah biaya yang ditanggung masyarakat jika pasar tidak beroperasi secara efisien. Tip menyebabkan deadweight loss atau tidak masih menjadi sebuah perdebatan. Terdapat dua pandangan terhadap perdebatan ini (Lin, 2007). Pandangan pertama menganggap terdapat hubungan subtitusi antara tip dengan permintaan akan layanan yang diminta. Lalu, pandangan kedua menganggap bahwa tip dan layanan yang diminta merupakan barang yang saling berkomplementer.

Pandangan pertama mengemukakan bahwa tip dan layanan yang diminta merupakan barang yang saling bersubtitusi. Dengan demikian, hubungan antara kedua barang tesebut bersifat negatif. Semakin tinggi harga suatu tip, semakin rendah keinginan untuk membeli suatu layanan, begitu pula sebaiknya. Selama efek subtitusi ini ada, akan tercipta deadweight loss karena masyarakat tidak bisa mengonsumsi kedua barang tersebut secara optimal. 

Di lain sisi, individu menganggap bahwa tip dan layanan yang diminta merupakan barang komplementer. Jika individu menginginkan sebuah layanan, maka ia juga akan membayar tip. Dengan demikian, individu mengonsumsi dua barang sekaligus, yaitu tip dan layanan yang diminta. Selama individu menganggap bahwa tip dan layanan berhubungan komplementer, tidak akan terjadi efek subtitusi antara tip dan layanan yang diberikan. Oleh karena itu, selama efek subtitusi tidak ada, tidak terjadi deadweight loss di masyarakat.

Epilog

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun