Oleh: Ghifari Ramadhan Firman, Ilmu Ekonomi 2016, Staf Ahli Departemen Kajian dan Penelitian HIMIESPA 2018
"Ekonomi Kerakyatan Sudah Mati!"
Begitulah ucapan seorang teman kepada penulis dalam sebuah forum. Begitu menggebu-gebu, ia mengatakan bahwa kebijakan yang ada saat ini tidak lagi memihak rakyat dan tidak sesuai dengan Pancasila. Ekonomi kerakyatan telah hilang dari diskursus dan ditinggalkan. Baginya, Pancasila hanya merupakan "narasi kosong", yaitu dapat dimaknai berbeda tergantung subjektivitas.
Mungkin, ada benarnya bahwa Pancasila merupakan narasi kosong. Maklum, Pancasila dibuat untuk mengakomodir kepentingan berbagai golongan dan pemahaman sehingga dapat diartikan berbeda - beda. Namun, pernyataan bahwa ekonomi kerakyatan telah mati sekiranya kurang tepat.
Masih eksisnya Pancasila, pembukaan UUD 1945 serta UUD 1945 merupakan bukti bahwa ekonomi kerakyatan masih bertahan. Selain itu, tanpa kita sadari, ekonomi kerakyatan beradaptasi dengan perkembangan zaman dan muncul dalam bentuk baru.
Ekonomi Kerakyatan
Seringkali, masyarakat masih bingung dengan istilah ekonomi kerakyatan atau ekonomi Pancasila. Ekonomi Pancasila sendiri adalah suatu pemahaman ekonomi yang dijiwai oleh sila-sila didalam Pancasila. Ekonomi Pancasila bersifat normatif, artinya penjabaran serta pemaknaannya sesuai dengan tuntutan waktu. Sedangkan, ekonomi kerakyatan adalah wujud konkret ekonomi Pancasila, yaitu sesuai dengan tuntutan masyarakat serta perkembangan zaman.
Hal ini membuat konsep ekonomi kerakyatan menjadi relevan karena bersifat dinamis dan dapat beradaptasi dengan keadaan zaman. Ekonomi kerakyatan (yang merupakan wujud ekonomi Pancasila) merupakan konsep ekonomi pasar. Namun, terkendali dengan pengendalinya yaitu Pancasila [1].
Konsep ekonomi yang berlandaskan Ketuhanan yang Maha Esa, menekankan pada kemanusiaan yang adil dan beradab, dengan cara persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dimpimpin oleh khidmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Konsep pembangunan dalam ekonomi kerakyatan tidak serta merta menggunakan konsep trickle-down effect. Ekonomi kerakyatan menjunjung pertumbuhan disertai pembangunan masyarakat kelas bawah dan pedesaan. Hal tersebut dikarenakan masyarakat pedesaan merupakan lapisan masyarakat yang paling rawan terhadap kemiskinan.
Melihat data kemiskinan di Indonesia, ide tentang membangun masyarakat pedesaan merupakan ide yang penting. Sekitar 60 persen masyarakat miskin berada di wilayah pedesaan, dan sisanya sekitar 30 persen berada di wilayah perkotaan. Walaupun begitu, bukan berarti pemberantasan kemiskinan di perkotaan dipandang sebelah mata.