1. Kedudukan Ilmu Filsafat dan Filsafat Ilmu dalam Konstelasi Ilmu Pengetahuan
Ilmu Filsafat atau Filsafat berasal dari 2 (dua) kata yakni philo dan sophia. Philo bermakna cinta dan sophia bermakna kebijaksanan. Maka filsafat dapat diartikan dengan cinta kebijaksanaan. Plato murid Socrates mengatakan bahwa filsafat mempelajari segala sesuatu yang ada, serta berusaha untuk mencapai kebenaran hakiki. Aristoteles pencetus zoon politicon mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari kebenaran ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik. Sedangkan Henry Sidgwick menyebut filsafat sebagai ilmu tentang ilmu, karena filsafat mempunyai metode khas yang mempelajari pengertian khusus, asas-asas pokok. Sehingga dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan bagian dari ilmu dengan derajat tertentu dan mempunyai karakter tersendiri yang menyelidiki segala realitas yang ada dengan metodis, sistematis, rasional, dan radikal. Kemudian ciri-ciri berpikir kefilsafatan antara lain:
- Radikal: berpikir secara radikal berarti berpikir sampai pada hakikat, dasar, atau substansi. Hal tersebut bermakna bahwa berpikir radikal tidak hanya sebatas bentuk saja, akan tetapi melampaui kebenaran empiris.
- Universal: berpikir secara umum dan menyeluruh, artinya tidak berpikir secara parsial.
- Sistematis: berpikir secara sistematis yakni berpikir runut menurut tata pengaturan untuk mencapai suatu tujuan.
- Metodis: berpikir menggunakan metode khas filsafat yakni dialektika. Dialektika merupakan suatu pemikiran filsafat yang bergerak dengan mengkritik pendapat-pendapat. Filsafat berusaha untuk mengkritisi pendapat yang ada atau bahkan pendapat yang sudah diterima.
Berfilsafat diawali dengan pertanyaan-pertanyaan, maka tak heran bahwa terdapat 3 (tiga) hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat, antara lain keheranan, kesangsian (keragu-raguan), dan kesadaran akan keterbatasan. Ilmu filsafat mempunyai 3 (tiga) cabang utama yakni, (1) Logika, bermakna cabang ilmu filsafat yang mempelajari cara berpikir dengan benar (logic is science of correct thinking), (2) Etika, yaitu cabang ilmu filsafat yang berkaitan dengan tingkah laku  dan membahas tentang nilai-nilai, maka dengan adanya nilai tersebut mengarahkan perilaku manusia dengan tanggung jawab moral, selanjutnya filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat etika (3) Estetika, yaikni cabang ilmu filsafat yang berhubungan dengan keindahan.
Â
Adapun pendapat lain mengatakan bahwa filsafat terbagi menjadi 3 cabang utama. Pertama, Ontologi yakni mepelajari mengenai segala realitas yang ada. Ontologi terbagi menjadi 2 (dua) cabang yakni (1) metafisika umum yang membahas keberadaan suatu hal (2) metafisika khusus yang mencakup teologi, antroplogi, dan kosmologi. Kedua, Epistimologi yang berkaitan dengan kebenaran sesuatu yang disebut pengetahuan. Terdapat 3 (tiga) cabang dalam epistimologi yaitu logika, metodologi, dan filsafat ilmu. Ketiga, Aksiologi yang berhubungan dengan nilai dan manfaat. Aksiologi dibagi menjadi 2 (dua) cabang yaitu estetika dan etika.Â
Â
Telah disebutkan di atas bahwa filsafat ilmu merupakan cabang filsafat yakni epistimologi. Filsafat ilmu lebih mudah dipahami ketika ditambah kata menjadi filsafat tentang ilmu. Hal ini berarti menjadikan ilmu sebagai objek rasional dalam kajian filsafat. Filsafat ilmu berupaya untuk terus mempertanyakan dan menilai metode-metode ilmiah serta berusaha menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan. Maka, filsafat ilmu bertugas untuk memberi landasan filosofis terhadap suatu disiplin ilmu sampai membangun teori-teori ilmiah. A. Heris Hermawan dalam bukunya menyebutkan, bahwa filsafat ilmu merupakan suatu disiplin yang menganalisis dan mengklasifikasi konsep dan teori ilmu agar menambah kejelasan makna dan manfaat berbagai teori ilmiah.
Â
2. Konsep Sui Generis Ilmu Hukum dalam Telaah Filsafat Ilmu
Â
Ilmu Hukum dalam Bahasa Inggris disebut dengan legal science. Ilmu hukum disebut juga normwissenschaft atau ilmu kaidah yang menjelaskan tentang apa itu hukum. Hal tersebut berarti mempelajari ilmu hukum sebagai kaidah/norma. Sedangkan hukum diartikan sebagai aturan-aturan yang disepakati bersama untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Secara general, hukum yang terdiri dari norma-norma dibuat sebagai pedoman perilaku manusia sebagai makhluk zoon politicon. Dalam hal ini berlaku postulat ubi societas ibi ius yang bermakna di mana ada masyarakat maka terdapat hukum.
Â
Hukum dibagi menjadi 2 aspek, yaitu hukum yang bersifat horizontal direct effect dan vertical direct effect. Horizontal direct effect yaitu hukum yang mengatur aktivitas individu atau kelompok masyarakat, dapat pula disebut sebagai hukum privat, karena mengatur individu/mayarakat vs individu/masyarakat. Sedangkan vertical direct effect yakni hukum yang mengatur hubungan individu dengan negara. Lebih mudahnya yakni individu/masyarakat vs negara. Negara mempunyai kewajiban untuk menjaga ketertiban serta melindungi kepentingan rakyatnya, mengingat teori kontrak sosial mengenai alienasi individu kepada komunitas oleh JJ Rousseau.
Â
Jan Gijssels dan Mark van Hoecke telah membagi ilmu hukum menjadi 3 (tiga) lapisan yaitu dogmatika hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Dalam tataran filsafat ilmu, ilmu hukum merupakan ilmu dengan kriteria tersendiri dan metode tersendiri atau disebut dengan sui generis. Hal tersebut bermakna bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang tidak dapat dibandingkan dengan ilmu lain serta hanya ada satu untuk jenisnya sendiri. Hal tersebut senada dengan pendapat Meuwissen bahwa ilmu hukum dogmatik memiliki karakter tersendiri, ia adalah ilmu sui generis yang tidak dapat dibandingkan dengan ilmu manapun. Sifat sui generis tersebut dikarenakan ilmu hukum menjadikan objek norma hukum sebagai kajiannya.Â
Â
Norma hukum yang menjadi objek kajiannya menjadikan ilmu hukum bersifat normatif, sehingga metode dan prosedur penelitian dalam ilmu-ilmu alamiah dan ilmu sosial tidak dapat diterapkan kepada ilmu hukum. Ilmu hukum mempunyai objek kajian norma hukum sedangkan ilmu sosial mempunyai objek kajian perilaku manusia. Dapat disimpulkan dari pendapat di atas bahwa disiplin ilmu sosiologi hukum, politik hukum, kriminologi, serta disiplin lain merupakan cabang dari ilmu sosial bukan ilmu hukum, mengingat terdapat perbedaan objek yang dipelajari. Alasan lain yang mendasari sifat sui generis ilmu hukum yakni ilmu hukum tidak dapat ditelusuri menggunakan kebenaran empiris. Karena kebenaran empiris tidak memberi ruang bagi ilmu hukum untuk menciptakan konsep-konsep hukum. Jika berkaitan dengan hukum, maka dalam tataran empiris akan membahas mengenai perilaku masyarakat dalam mematuhi hukum dan implementasi hukum dalam masyarakat.
Â
Terkadang objek ilmu hukum yakni norma hukum terjadi tumpang tindih dengan morma moral, karena sama-sama mengatur tentang perilaku manusia serta sama-sama mewajibkan untuk mematuhi aturan tersebut. Namun terdapat perbedaan mendasar antara kedua norma tersebut, yaitu norma hukum bersifat memaksa dan terdapat sanksi/hukuman jika dilanggar. Sedangkan norma moral mensyaratkan adanya kesadaran dalam diri manusia (internal self control). Sehingga norma moral bersifat subjektif tergantung dengan nilai dan kesadaran masing-masing individu. Oleh karena itu, jika seseorang melanggar norma hukum akan dikenakan sanksi pidana, jika melanggar norma moral disebut melanggar moralitas yang dikenakan dengan sanksi moral.
Â
3. Kedudukan dan Relasi Antara Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum dalam Konstelasi Ilmu Pengetahuan
Â
Filsafat hukum dikenal dengan berbagai istilah, jika di Inggris disebut dengan Legal Philosophy atau Philosophy of Law, di Belanda disebut dengan Wijsbegeerte van het Recht dan Rechts Filosofie. Sedangkan di Jerman menggunakan istilah Filosofie des Rechts. Filsafat hukum dalam Bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari Philosophy of Law atau Rechts Filosofie. Kedudukan ilmu filsafat hukum atau filsafat hukum dalam konstelasi ilmu menjadi banyak perdebatan di kalangan akademisi, apakah filsafat hukum merupakan cabang ilmu hukum atau filsafat hukum menjadi cabang filsafat. Andre Ata Ujan dalam bukunya yang berjudul Filsafat Hukum menyebutkan bahwa filsafat hukum merupakan cabang filsafat bukan cabang ilmu hukum. Menurut Carl Joachim Friedrich, filsafat hukum adalah bagian dari filsafat umum karena telah menawarkan refleksi filosofis mengenai dasar-dasar ilmu hukum. Jadi, filsafat hukum merupakan cabang filsafat yang mempelajari hakikat hukum atau ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis.
Â
Pada materi sebelumnya telah dijelaskan bahwa filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan dengan derajat tertentu dan kriteria tersendiri. Ilmu filsafat menjadikan dan mempelajari realitas apapun sebagai objek penelitiannya sepanjang realitas itu ada. Adapun yang membedakan antara filsafat ilmu dengan ilmu pengetahuan lainnya adalah sudut pandang atau yang disebut dengan objek formal. Objek dari filsafat hukum dalam mempelajari ilmu hukum adalah norma hukum. Sedangkan norma hukum membahas tentang norma-norma yang mengatur perilaku manusia. Norma hukum menjadi salah satu pedoman dalam berperilaku di masyarakat. Maka pada hakikatnya filsafat hukum merupakan cabang filsafat tingkah laku yakni etika, karena filsafat hukum mempelajari norma hukum (yang menjadi pedoman berperilaku) secara filosofis yakni metodis, sistematis, rasional, dan radikal.
Â
Pengertian filsafat hukum menurut Satjipto Raharjo yakni ilmu yang mempelajari dan mempertanyakan dasar-dasar dari hukum, seperti dasar mengikatnya suaru hukum serta contoh pertanyaan lain yang bersifat mendasar. Dalam konstelasi keilmuan, filsafat hukum membahas atau mempertanyakan hal-hal seperti, apa itu hukum? Bagaimana kekuatan mengikat dari hukum? Apa itu keadilan? Apa hubungan hukum dengan kekuasaan? Apa tujuan hukum? Memgapa orang harus menaati hukum? Maka dalam hal ini filsafat hukum bersifat analitis konseptual, yakni memberi pertanggungjawaban rasional atas konsep yang digunakan dalam praktek umum. Adapun sifat dan manfaat dengan mempelajari filsafat hukum yakni:
Â
- Filsafat hukum bersifat holistik atau menyeluruh yang berarti bahwa pembahasan dalam filsafat hukum luas dan tidak terpaut dengan sudut pandang tertentu. Maka, dalam hal ini filsafat hukum tidak bersifat arogan dengan hanya bersikap apriori, melainkan filsafat hukum bersifat akomodatif.
- Filsafat hukum bersifat mendasar yang berarti bahwa filsafat hukum tidak hanya memahami hukum positif, melainkan mempelajari sesuatu yang mendasari dalam pembentukan hukum positif.
- Filsafat hukum bersifat spekulatif yang berarti bahwa filsafat membuka celah untuk ditemukannya ilmu-ilmu baru. Maka dalam hal ini, filsafat hukum mengajak untuk berpikir inovatif mengenai hukum.
Â
Terdapat aliran-aliran atau mazhab dalam mempelajari filsafat hukum. Pertama, Mazhab Hukum Alam, mazhab ini dibagi menjadi Mazhab Hukum Alam Klasik, Hukum Alam Teologis, dan Hukum Alam Rasionalitas. Tokoh hukum alam klasik meliputi Socrates, Plato, Aristoteles. Tokoh hukum alam teologis meliputi St. Agustinus dan St. Thomas Aquinas. Sedangkan tokoh hukum alam rasional adalah Grotius dan Immanuel Kant. Kedua, aliran Positivisme yang dipopulerkan oleh teori analytical jurisprudence John Austin, konsep hukum H.L.A Hart, dan teori hukum murni Hans Kelsen. Ketiga, aliran Utilitarian yang dipelopori oleh utilitarianisme individual Jeremy Bentham dan utilitarianisme sosial Rudolf von Jhering. Keempat, Mazhab Srjarah oleh Savigny Hingga Pucta dan Henry Summer Maine. Kelima, aliran Sociolegal Jurisprudence Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.
Â
Sehingga dapat disimpulkan bahwa filsafat hukum tidak termasuk dalam cabang ilmu hukum begitu pula sebaliknya. Filsafat hukum merupakan cabang ilmu filsafat yang tunduk pada kaidah-kaidah kefilsafatan, sedangkan ilmu hukum tunduk pada kaidah-kaidah keilmuan. Jika filsafat hukum memfokuskan pembahasan pada esensi/substansi hukum, maka ilmu hukum memfokuskan pembahasan pada forma (bentuk). Jika ilmu hukum terbatas menjelaskan dan mendeskripsikan dogmatika hukum konkrit, maka filsafat hukum berusaha untuk mencari kebenaran radikal di balik kenyataan empiris atau gejala-gejala hukum yang ada.
Â
Melalui pembahasan-pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Â
- Ilmu Filsafat merupakan bagian dari ilmu pengetahuan dengan derajat tertentu dan mempunyai karakter tersendiri yang menyelidiki segala realitas yang ada dengan metodis, sistematis, rasional, dan radikal.
- Ilmu Filsafat Ilmu atau Filsafat Ilmu merupakan cabang ilmu filsafat yaitu epistimologi. Filsafat ilmu berupaya untuk terus mempertanyakan dan menilai metode-metode ilmiah serta berusaha menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
- Ilmu hukum adalah ilmu yang bersifat sui generis yaitu ilmu dengan kriteria tersendiri dan metode tersendiri. Hal tersebut bermakna bahwa ilmu hukum merupakan ilmu yang tidak dapat dibandingkan dengan ilmu lain serta hanya ada satu untuk jenisnya. Sehingga ilmu hukum tidak dapat dikategorikan sebagai ilmu sosial, karena terdapat perbedaan objek kajian.
- Filsafat hukum adalah bagian dari filsafat karena telah menawarkan refleksi filosofis mengenai dasar-dasar ilmu hukum.
- Filsafat hukum berbeda dengan ilmu hukum, karena filsafat hukum tunduk pada kaidah-kaidah kefilsafatan, sedangkan ilmu hukum tunduk pada kaidah-kaidah keilmuan.
Â
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI