"Buat apa bekerja sekarang, kalau butuh uang tinggal bilang aja sama ibu... kamu tidak usah capek-capek kerja."
"Tapi ... aku ingin menambah pengalamanku, bukan hanya untuk mencari uang, aku juga jenuh di rumah terus. Aku ingin produktif, bukan cuma molat-molet (dalam bahasa Indonesia memiliki arti seperti peregangan tubuh setelah bangun tidur) aja."
"Yaudah... kalau kamu ingin kerja, sini bantu ibu aja di rumah... lumayan ibu punya pengganti" ucap ibu sambil tersenyum geli.
Setelah melewati tawar-menawar yang begitu panjang, akhirnya ia di izinkan untuk mencari kerja, tetapi dengan syarat hanya untuk mengisi liburan.
Setelah sekian lama mencari lowongan kerja, barulah di awal bulan ia menemukan lowongan pekerjaan yang kebetulan bisa mengisi libur semesternya. Bekerjalah ia di suatu rumah makan yang ada di kotanya. Namun yang menjadi bahan renungan adalah, bagaimana sosok mahasiswa ini memiliki semangat untuk menggapai cita-citanya dengan bekerja. Selain menambah pengalaman dan relasi, ia juga mencari sangu tambahan untuk keberlanjutan studinya. Mengingat ia memiliki cita-cita yang tinggi dan semua itu tidaklah murah.
Setelah berjalan sekitar setengah bulan bekerja, ada percakapan yang menarik bersama ayahnya sepulang ia kerja. Dengan kepolosannya mahasiswa itu berkata.
"Untung saja tidak ada yang menanyai profesi orang tuaku di tempat kerja, kalau ada aku akan malu dan bingung mengatakan apa"
Ayahpun menyahut dengan nada agak terkejut
"Loh... kenapa harus malu?"
Sontak mahasiswa itu menjawab
"Ya malu lah... apa yang dikatakan mereka jika tau kalau aku adalah anaknya Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bekerja di rumah makan!"