Mohon tunggu...
HilmyAnis
HilmyAnis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Senang membagikan berbagai tulisan sebagai sarana untuk bertukar pikiran dan opini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kakakku, Kak Diana

27 Januari 2024   17:30 Diperbarui: 27 Januari 2024   17:31 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namanya Syakila Tamara Zaheera, anak kelas Sastra, jurusan paling terkenal klasik, dan paling disorot kamera. Ia merupakan anak terakhir dari dua bersaudara. Ia punya Kakak, namanya Kak Diana. Mereka berdua nekat merantau ke Bogor dengan alasan ingin hidup mandiri jauh dari orang tua. Mereka asli Padang, besar di Padang, namun malah melarikan diri dari Padang, dan orang tuanya masih di Padang hingga saat ini. Walaupun hidup serba berkecukupan dan hampir berlebihan, mereka tetap tinggal berdua dalam satu rumah. Kak Diana beralasan agar bisa sekalian ngawasin Syakila. 

Suatu ketika, Syakila pulang terlambat dari sekolah. Ia masuk ke dalam rumah tanpa mengetik pintu dan salam. Hal itu yang membuat kak Diana heran. 

"Dari mana aja?" tanya Kak Diana dengan tatapan matanya yang tajam. 

"Nongki," jawab Syakila dengan nada santai.

"Habis berapa banyak?" tanya Kak Diana lagi.

"Cuman lima juta doang kok!" ujar Syakila sambil berjalan menaiki anak tangga.

"Buat apa aja?!" tanya Kak Diana dengan perasaan kaget seakan tidak percaya.

"Traktir temen," jawab Syakila yang lagi-lagi tanpa rasa bersalah.

"Ada uangnya?" tanya Kak Diana memastikan.

"Ya engga lah, kenapa kakak ga mau transfer? Malu aku kak depan temen-temen aku karna saldonya kurang!" ujar Syakila kesal.

"Kamu mikir ga sih? Keuangan kamu bulan ini udah habis banyak! Ya memang kita banyak uang, tapi kalau terus boros gini apa ga habis duitnya? Coba lah mikir dikit, cari duit itu ga gampang!" tegas Kak Diana menyusul Syakila menaiki tangga.

"Kakak tau apa sih kak tentang hidupku?! Kaka cuman ngeliatin aku doang, ngawasin doang, dikit-dikit lapor abah, kakak mana tau perasaanku kak?! Oh perkara kakak anak pertama terus seenaknya gitu? atau karna kakak bokingan abah sedangkan aku engga? Aku juga capek kak!" bantah Syakila yang membuat suasana semakin memanas.

"Capek ngapain kamu itu? Kerjaannya main sana-sini, habisin duit sana-sini, pacaran sana-sini," balas Kak Diana yang tak mau kalah. 

"Stop kak! Aku ga seremeh itu kak!" ujar Syakila membela diri.

"Ga usah bahas capek kalau sama kakak! Kakak lebih capek ngadepin kamu yang susah diatur gini, mau menang sendiri, udah balik Padang aja sana, biar ditangani langsung sama ustad!" ucap Kak Diana yang kian tidak terkontrol.

"Kakak tega banget! Aku ga mau balik Padang kak! Dahlah kakak mana ngerti perasaan aku! Kakak ga bakal pernah paham!" balas Syakila dengan nada rendah sambil menggelengkan kepalanya tidak menyangka kakaknya berbicara setajam ini. 

"Kakak ini pernah muda labil kaya kamu gini, dari sisi mana kakak ga ngerti perasaan kamu kalau kakak sendiri pernah ngalamin ha?!" ujar Kak Diana lagi yang semakin menguatkan egonya.

"Gw sama lu tuh beda kak! Ngapain disama-samain sih?!" balas Syakila sambil menuruni tangga dengan cepat. Energinya sudah terkuras habis. Ia memilih meninggalkan rumah sebentar saja walaupun hanya untuk menenangkan diri.

"Kila! Kakak belum selesai ngomong, hey!" teriak Kak Diana berusaha menahan Syakila untuk pergi. Namun nihil, Syakila pergi menghiraukan ucapan kakaknya itu. Ka Diana frustasi, energinya lemah, ia terduduk sambil memeluk kedua lututnya. Ia merasa gagal menjadi kakak yang baik untuk adiknya. Tak disangka, air matanya mengalir deras dengan desakan nafas yang terengah-engah.

Malam semakin larut. Syakila tidak pergi jauh, ia hanya ke teras depan. Sejujurnya ia takut pergi malam-malam sendirian. Jadi ia memilih di luar rumah ditemani suhu dingin yang menusuk tulang.

Waktu sudah menunjukkan jam 3 pagi. Syakila semakin tidak kuat menahan rasa dingin, ia memilih masuk ke dalam rumah. Dengan berhati-hati dan tanpa suara, ia berusaha masuk kedalam. Terlihat Kak Diana tertidur dengan mata sembab di atas kursi sofa, dan tanpa selimut. Melihat itu, hati Syakila merasa iba. Namun disisi lain ia masih sakit hati dengan perkataan kakaknya tadi.

Pagi harinya, Syakila bangun terlambat. Rumah tersebut telah hening. Ia menemukan kotak makan di atas meja dengan secarik kertas. Tanpa berfikir panjang, ia membaca kertas itu.

Dalam kertas itu tertulis, 'Pagi dek, ini bekalnya, dimakan ya. Kakak minta maaf soal semalam, maaf Kakak egois, maaf Kakak terlalu keras sama kamu. Kakak hanya ingin kamu lebih peduli sama hidup kamu sendiri. Kakak juga minta maaf belum bisa menjadi kakak yang baik buat kamu. Sehat selalu. Kakak berangkat dulu. Pulangnya jangan malam-malam ya. Salam sayang, kak diana.'

Hati Syakila hangat, bibirnya tersenyum. Ia bisa merasakan bagaimana rasa sayang Kak Diana padanya. Ia memaafkan kakaknya, berusaha menjadi adik yang baik untuk kakaknya, dan berusaha menjadi anak yang baik untuk kedua orangtuanya di Padang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun