Mohon tunggu...
Hilmi LasmiyatiMiladiana
Hilmi LasmiyatiMiladiana Mohon Tunggu... Guru - Laksmi Purwandita

Guru bahasa Indonesia Penulis belasan antologi bersama Penulis antologi puisi solo DARI NOL HINGGA ANANTA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Tangkahan

27 Juni 2020   07:19 Diperbarui: 27 Juni 2020   07:33 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

DI TANGKAHAN

Di restoran sebuah hotel di Tangkahan. Sorot mata Cinta nanar memandang ke satu titik. Menarik napas dalam mengembuskan perlahan. Tangannya memutar-mutar lilitan mie goreng di atas piring putih.

"Tante, kok ngelamun?" Suara gadis kecil membuyarkan pikiran Cinta. Tepat di depannya seorang gadis kecil yang tak ia kenal tersenyum manis.

"Eh ...!" Cinta terkesiap perlahan memungut kesadarannya.

"Tante, boleh minta tolong gak? Aku mau pipis gak ada yang anterin," suara gadis kecil itu kemudian yang masuk ke telinganya.

Cinta berdiri dari kursi lalu mengangguk. Menggandeng gadis kecil itu sambil tersenyum. Wajah gadis kecil itu begitu familiar. Alis Cinta berkerut mengingat-ingat. Benaknya bertanya, mirip dengan wajah siapa ya?

Setelah keluar dari rest room. Gadis kecil itu segera berlari menghampiri seorang lelaki. "Duh, ayah cari-cari. Amel dari mana?" suara ayah gadis kecil itu terdengar khawatir.

"Dari kamar mandi yah, tadi ditemenin sama tante cantik," Amel menggandeng ayahnya untuk menemui Cinta.

"Cinta?" Nada kaget jelas terdengar dari suara ayah gadis kecil itu. Cinta sejenak tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Rangga?" Sorot mata Cinta tak percaya.

Aroma nostalgia pekat di udara. Cinta menghirupnya dalam-dalam. Benaknya memutar kembali adegan di perpustakaan sekolah, membeli buku di Kwitang, memasak di rumah Rangga hingga perpisahannya di bandara. Penggalan masa lalu jelas terbayang seperti menonton tayangan TV.

"Ayah, sudah kenal?" Amel membuyarkan lamunan Cinta. Rangga menggangguk kaku sambil melirik ke arah Cinta.

Amel menggandeng tangan Cinta menuju meja makan. "Tante, ayo mie gorengnya habiskan dulu. Kata ayah,  kalau makan harus habis," Amel cerewet menasihati Cinta.

Cinta duduk di meja makan dengan perasaan tak menentu. Hatinya bertanya mengapa ia dipertemukan lagi dengan Rangga di sini?
Dimana sebenarnya ia ingin sendiri menenangkan diri.

Cinta menunduk, mie goreng di depannya sudah dingin. Sedingin hatinya yang beku akibat pertunangan yang dibatalkan sepihak oleh Trian. Sungguh berbeda dengan Rangga yang sudah menikah dan punya anak.

"Maaf ya, karena mengantar Amel ke kamar mandi sarapannya jadi dingin. Sebentar, saya buatkan yang baru," suara Rangga terdengar ramah.

Cinta menggeleng, "Gak usah, hmm saya sebenarnya sudah kenyang," menjawab sekenanya.

"Maafkan Amel ya tante!" suara Amel kemudian terdengar dengan sorot mata polos.

Amel lalu berbisik pada Rangga. Mereka saling pandang lalu tersenyum. "Tante, kalau sudah kenyang berarti waktunya jalan-jalan. Ayah dan Amel akan ajak tante ketemu gajah langsung di hutan."

***

Mobil Jeep Wrangler menjauhi hotel. Dari pantul spion tengah terlihat wajah Rangga memegang stir. Amel duduk di belakang bersebelahan dengan Cinta.

Cinta memandang kaca jendela mobil. Benaknya kembali bertanya mengapa ia mau menerima tawaran Rangga.

"Tante, Amel sering piknik sama ayah ke sini." Amel menjelaskan. "Oh, sama bunda juga?" Cinta kemudian bertanya.

Amel menggeleng, rona wajahnya berubah sedih. "Bunda, sudah meninggal. Waktu Amel TK," Amel menjelaskan.

Mobil Jeep Wrangler melaju selama 30 menit. Tak ada perbincangan selama itu. Hanya suara embus angin segar masuk lewat jendela. Terlihat Amel mulai mengantuk.

Tak ada bincang dalam kata, namun sebenarnya dalam benak dan hati Cinta begitu ramai dengan tanya.

Sorot mata Rangga mencuri pandang ke arah Cinta lewat spion tengah. "Nih, di depan sebentar lagi sampai," Rangga menunjuk.

"Sttt ...!" Cinta menaruh telunjuk di bibirnya. "Rangga, Amel bobo," Cinta menambahkan. Terlihat Amel tertidur di pangkuan Cinta.

Suasana tiba-tiba kaku. Terpisah selama 14 tahun lalu bertemu Rangga kala hatinya remuk oleh Trian. Sungguh, betapa Cinta sebenarnya ingin memeluk erat Rangga.

Rangga menengokan lehernya ke jok belakang lalu tersenyum ke arah Cinta. "Amel, berat gak?" tanya Rangga.

"Sebentar ...," Rangga turun lalu membuka pintu mobil belakang. "Cinta, turun dulu."

Rangga lalu menaruh bantal di bawah  kepala Amel.

Tangan Rangga lalu membuka pintu depan untuk Cinta. Rangga masuk ke pintu pengemudi. Mereka bersitatap lalu tersenyum.

Bandung, 26 Juni 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun