"Kak Andre, Ibu pulang," Andre lalu menghampiri si Danang menyambut kedatangan ibu mereka, sambil menyalami, tangan kanan Danang meraih barang bawaan bu Sitra.
"Bu, ini kue Jalangkote kan? Tanya Danang,
"Emangnya siapa yang beritahu Danang kalau ibu membeli kue Jalangkote?" timpal bu Sitra
"Semalam kan ibu udah janji ke Danang, bahwa hari ini ibu belikan kue Jalangkote buat Danang," jawab Danang sambil menatap wajah ibunya. "he..he...he.." iya memang benar di dalam kantong itu ada kue Jalangkote dengan kue lapis kesukaan kakakmu."
Berada di meja makan menunggu waktu berbuka puasa, Bu Sitra terlihat tak bersemangat, walaupun sesekali Danang menghiburnya dengan cerita dongen anak Islami yang diajarkan oleh gurunya di Sekolah.
Bu Sitra tak bisa menyembunyikan kesedihannya lantaran menyantap hidangan buka puasa tanpa suaminya, Sosok penting bagi dia dan anak-anaknya, telah pergi selamanya karena dipanggil Sang Khalik. "Seandainya, Bapak masih ada tentu dia sangat bangga melihat Danang yang tumbuh menjadi anak cerdas, dan Andre yang selalu rajin menjalankan shalat lima waktu," Bu Sitra membatin.
***
Sehari menjelang lebaran warga mulai padati pasar dan toko-toko di pusat kota untuk mencari kebutuhan Lebaran, begitu pun juga toko milik Pak Haji Munawar dan Bu Rina. Pak Haji Munawar sudah berjanji bahwa semua kebutuhan lebaran Bu Sitra dan juga baju baru untuk Andre dan Danang ditanggung oleh Dia dan istrinya, mendengar omongan Pak Haji Munawar, Bu Sitra merasa lega, sehingga Ia tidak terlalu merisaukan tentang kebutuhan dapurnya.
Sebab Andre dan Danang pasti merasa gembira jika menyambutnya di depan rumah dan melihat sejumlah barang pemberian dari Haji Munawar dan Bu Rina untuk mereka. Namun, di tengah kesibukan melayani para pengunjung di toko, tiba-tiba Bu Sitra merasa cemas, dan mengingat kedua putranya, sebab pagi tadi Danang terlihat tak bersemangat sewaktu Ia berpamitan berangkat kerja, Ia menduga pasti terjadi sesuatu, dan memang benar, ikatan batin antara ibu dan anak-anak telah terjalin begitu kuat sehingga apapun yang menimpah seorang anak pasti dirasakan oleh ibunya.
Hari semakin sore, nuansa Idul Fitri mulai terasa, raut keceriaan tergambar di wajah para pengunjung toko, lantaran kebutuhan lebaran sudah terpenuhi, Bu Sitra pun ikut larut dalam kecerian dan kesenangan para warga yang berkunjung ke toko Pak Haji Munawar. Namun, tiba-tiba seorang pengunjung yang juga tetangga Bu Sitra baru tiba di toko mengabari kepada Pak Haji Munawar, bahwa si Danang anaknya Bu Sitra sakit, sontak pak Haji Munawar pun panik, ia lalu menghampiri dan memberitahu Bu Sitra.
"Bu Sitra, tadi ada tetangga kamu yang datang membeli beras sambil memberitahu kepada saya bahwa si Danang sakit," kata Pak Haji Munawar sambil meminta Bu Sitra mengemasi sejumlah barang untuk keperluan lebaran.
Bu Sitra tersentak, saat mendengar informasi bahwa anaknya itu sakit, ternyata kekhawatiran sedari tadi ternyata terbukti.
"Terima kasih atas informasinya Pak Haji, memang tadi pagi saat aku berpamitan kepada Dia (Danang) dan kakaknya Andre, terlihat raut wajah Danang tak seperti biasanya, Ia hanya diam dan ketika saya ucapkan Salam, hanya Andre yang menjawab sementara Dia hanya manggut-manggut," Ujar Bu Sitra sambil mengemasi barang yang telah disediakan Pak Haji Munawar.
 "Nanti Bu Sitra ke meja kasir, ada sebuah bungkusan yang sudah disiapin istri saya, bungkusan itu berisi baju buat Andre dan Danang, termasuk beberapa helai jilbab untuk Bu Sitra, semoga mereka berdua berkenaan dengan pemberian istri saya," kata Pak Haji Munawar, sambil berjalan menuju ke meja kasir yang dijaga istrinya.
"Bu Rina, Pak haji terima kasih, semoga Allah membalas kebaikan Pak Haji dan Bu Rina, kata Bu Sitra dengan suka cita. "Iya, sama-sama Bu Sitra," jawab Pak Haji Munawar dan Bu Rina kompak.