Bu Sitra baru saja selesai melaksanakan salat Subuh, tiba-tiba ia merunduk, dan air mata mulai menggerabak di sudut-sudut matanya, sekilas ia teringat sosok almarhum suami tercinta. Suami yang selalu membangunkan Ia dan anak-anak untuk melaksanakan salat Subuh. Kini, Bu Sitra merasa hampa tanpa suaminya, lantaran suaminya itu telah dipanggil Sang Illahi Rabbi keharibaan-Nya.
Sebulan lalu Pak Darmin jatuh sakit, menurut diagnosa dokter, hanya kecapekan, Tapi kata teman kerjanya sebagai tukang dorong gerobak di pasar, sakit yang diderita Pak Darmin merupakan sakitnya orang miskin, makin lama makin parah, karena tak mampu berobat ke dokter.
Bu Sitra berupaya membawa Pak Darmin berobat ke dokter, hanya saja keterbatasan biaya, hingga suatu hari sakitnya malah bertambah parah, sehingga Pak Haji Munawar tergerak hatinya untuk membantu pengobatan Pak Darmin. Empat hari dirawat pada rumah sakit untuk kesembuhannya. Namun Allah berkehendak lain. Pak Darmin dipanggil Sang Khalik.
Semenjak Pak Darmin meninggal, Bu Sitra sering terlihat murung, ia memikirkan masa depan kedua buah hatinya, Andre anak pertamanya sudah kelas enam SD, tak lama lagi bakal menjadi siswa SMP, sementara si bungsu, Danang kelas dua SD.
Disaat pemerintah berlakukan social distancing akibat pandemi virus corona, ikut mempengaruhi pekerjaannya sebagai penjual kue keliling, pendapatannya tidak seperti sebelum pandemi. Meskipun hidup tanpa suami tercintanya, ia tetap berusaha agar kedua buah hatinya tetap bersekolah, ia tak mau kelak anak-anaknya bernasib sama seperti ia dan almarhum suaminya.
Ayam mendadak berkokok saling bersahutan, Bu Sitra masih tepekur di atas sajadahnya, kemudian Andre mendekatinya, beberapa saat terdiam mendengarkan doa yang dipanjatkan Ibunya. "Ya, Allah ampunilah dosa suamiku, terimalah Ia di sisi-Mu ya Allah, berilah ketabahan padaku untuk menjalani hidup ini, ya Allah,..." Aamiin...Aamiin...Aamiin..." Andre menyambung doa Ibunya. Bu Sitra mengusap wajahnya, Andre lalu membungkuk meraih tangan ibunya dan mencium punggung tangannya. dan bergegas menuju sumur di samping dapur untuk berwudhu dan salat.
***
Bu Sitra melakukan rutinitasnya di dapur, Dia menjerangkan air di tungku, dan menyiapkan sarapan untuk Danang yang belum sanggup menjalankan ibadah puasa. Sementara di luar burung-burung mulai riuh, menyambut pagi, bunyi kendaraan saling bersahutan menandai aktivitas di pagi hari. Andre belum beranjak dari tempat sholat, Ia masih melanjutkan hafalan ayat-ayat pendek, yang ditugasi Ibu Wali kelasnya, karena tak lama lagi ia dan teman-temannya bakal diikut sertakan dalam kegiatan wisuda santri TPQ.
Di depan kamar, Danang duduk mematung, matanya melotot ke arah Andre, kemudian beralih pandang ke ruang dapur, ia melihat ibunya meniup bara kayu supaya apinya tetap menyala, asapnya memerihkan mata ibunya, suara derik kayu terbakar api meletik-letik beradu dengan suara lantuhan ayat suci al-quran si Andre.
 "Ibu, masak apa? Tanya Danang seraya berjalan menghampiri ibunya "Ibu buat sarapan pagi buat kamu, Nak! "Alhamdulillah." jawab Danang,  Andre mendengar percakapan ibu dan Danang, lalu Ia mengakhiri ngajinya, melipat sajadah dan menuju ke dapur. "Bu, kemarin Ibu Rina titip salam, maaf Andre lupa beritahu ke ibu, Kata Bu Rina pukul 07.pagi Dia mau ke rumah ketemu Ibu."
 "Waalaikum salam," jawab Ibunya, sambil menaruh sarapan Danang di atas meja, rona wajah ceriah tergambar di wajah Danang karena melihat ibunya menyajikan nasi dan telur ceplok kesukaannya. "Wah, anak Mami lagi sahur, semoga puasanya lancar ya," seloroh Andre, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu perlahan-lahan diikuti suara salam.