Tanggung jawab presiden adalah memastikan konstitusi negara diikuti, dan juga mempraktikkan kekuasaan eksekutif. Tetapi presiden tidak berkuasa atas perkara-perkara yang di bawah kekuasaan Pemimpin Agung.
Pemimpin Agung merupakan pemimpin tertinggi di Iran. Ia bertanggung jawab terhadap "kebijakan-kebijakan umum Republik Islam Iran". Ia juga merupakan ketua pasukan bersenjata, dan badan intelijen Iran, dan mempunyai kuasa mutlak untuk menyatakan perang.Â
Ketua kehakiman, stasiun radio, dan rangkaian televisi, ketua polisi, dan tentara, dan enam dari dua belas anggota Majelis Wali Iran juga dilantik oleh Pemimpin Agung.
Majelis Wali Iran mempunyai dua belas ahli undang-undang, dan enam dari mereka dilantik oleh Pemimpin Agung. Ketua Kehakiman akan mencadangkan enam anggota cadangan, dan mereka akan dilantik secara resmi oleh parlemen Iran atau Majles.
Majelis ini akan menafsirkan konstitusi, dan mempunyai hak veto untuk keputusan, dan keanggotaan parlemen Iran. Jikalau terdapat undang-undang yang tidak sesuai dengan hukum syariah, maka akan dirujuk kembali oleh parlemen.
Ijtima Ulama dengan usulan NKRI bersyariahnya sangat memungkinkan untuk meniru model ini. Dengan model seperti Republik Islam Iran ini, maka negara tetap memiliki konstitusi, dengan Majelis yang diisi oleh tokoh agama berpengaruh untuk memutuskan undang-undang mana yang sesuai syariat dan mana yang tidak.
Menjadi Calon Presiden pun harus dengan restu Majelis Wali, yang juga diisi oleh ulama-ulama dan agamawan-agamawan agar presiden terpilih kelak tetap selaras dengan gagasan negara Islam.
Hanya saja, halangan terbesarnya, sama seperti halangan bagi negara lain, persetujuan dari masyarakat Indonesia sendiri. Tokoh agama di Iran berhasil mengumpulkan 98,2% dukungan warga Iran.Â
Sayang, warga negara Indonesia yang bila dilihat saat ini, sepertinya masih setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa embel-embel Syariah.
Rujukan
Tirto.id: Ayatullah Khomeini dan Revolusi Iran, Aliansi Getir Kiri dan Kanan