Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menjawab Kegaduhan Paris lewat Rukun Iman Berita

17 November 2015   09:09 Diperbarui: 17 November 2015   17:24 1714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Suasana tentram dan romantis di Paris (sumber: AP Photo)"][/caption]Setiap wartawan di Jawa Pos Grup pasti pernah belajar soal 'Rukun Iman Berita' a la Dahlan Iskan. Saya termasuk yang beruntung bisa mempelajarinya karena pernah jadi bagian dari Jawa Pos Grup. Rukun Iman Berita adalah sebuah istilah tentang parameter nilai sebuah berita. Ia terdiri dari 11 parameter, seingat saya. Makin banyak parameter yang masuk dalam berita tersebut, makin tinggi pula nilainya. Rukun Iman Berita bukanlah sebuah desain atas berita, melainkan sebatas rangkuman atas perilaku dan ketertarikan pembaca. Bagi wartawan, ia akan sangat berguna untuk mendapatkan angle atau sudut pandang berita yang bagus dan memilih sebuah peristiwa untuk diberitakan.

Parameter dalam Rukun Iman Berita itu terdiri atas: baru, langka, unik, tragedi, kemenangan, menyangkut manusia, tokoh, dekat, yang pertama, menyangkut orang banyak dan dampak susulan.

Parameter ini bisa menjawab mengapa berita tragedi di Paris bisa lebih populer dibanding berita tragedi di tempat lain. Banyak yang membandingkannya dengan tragedi di Irak, Suriah, Lebanon, Gaza, dll. Saya akan menyingkirkan teori konspirasi dalam tulisan ini. Karena hanya dengan menggunakan parameter Rukun Iman Berita hal itu sudah bisa dijawab.

Tragedi Paris setidaknya telah memenuhi 7 parameter:

1. BARU

Tragedi di Paris adalah peristiwa yang baru saja terjadi. Ini parameter paling dasar dan paling umum. Ia tidak akan bisa berdiri sendiri tanpa dilengkapi parameter lain.

2. LANGKA

Teror dan musibah kemanusiaan tidak terjadi setiap hari di Paris. Apalagi ditembaki dan dibom. Kematian bukan hal langka. Ada 2 orang meninggal setiap detiknya di dunia atau 153.424 orang per hari. Paris bukan zona perang atau konflik, ia adalah kawasan yang tentram. Sehingga tragedi jenis ini menjadi langka. Tidak selangka dengan yang terjadi di Gaza, Suriah, Irak atau kawasan konflik lain.

Manusia suka dengan yang langka dan menganggapnya istimewa. Kelangkaan yang berulang-ulang akan menjadikan peristiwa tak langka lagi dan menurunkan kadar keistimewaannya. Dahlan pernah mengajarkan: orang digigit anjing itu bukan berita, anjing digigit orang itu baru berita.

3. TRAGEDI

Kalau dipikir-pikir, manusia itu kejam. Mereka tertarik dengan berita tragedi. Tidak sedikit media yang isinya mayoritas 'menjual' tragedi. Mulai dari pembunuhan, kecelakaan, pemerkosaan, perampokan dll. Kalangan media biasa menyebutnya sebagai 'Koran Kuning' -- yang isinya soal darah dan sperma melulu.

Lalu kenapa manusia tertarik dengan berita tragedi? Karena ia mencetuskan rasa takut dan iba. Dua sifat dasar yang bisa menggerakkan manusia.

4. MENYANGKUT MANUSIA

Yang jadi korban di Paris adalah manusia. Beda halnya bila yang mati adalah kecoa. Yang mati, menderita, merasakan kemarahan, takut dan pelakunya semuanya adalah manusia.

5. MENYANGKUT ORANG BANYAK

Yang jadi korban adalah 150 manusia dalam waktu hampir serentak dalam sebuah kawasan yang tentram. Dari segi jumlah korban saja sudah istimewa. Tapi yang dimaksud sebagai 'menyangkut orang banyak' tak semata-mata soal korban, tapi juga kepentingan, keterpautan dan sentimen  pihak lain.

Pertama adalah menyangkut soal keyakinan. Berita menyebut pelakunya adalah kelompok teror yang memakai nama agama. Sementara agama adalah milik orang banyak. Pengatasnamaan ini membuat banyak orang dilibatkan kepentingan, keterpautan, dukungan atau sentimennya. Akan beda ceritanya bila pelakunya adalah seorang yang kabur dari rumah sakit jiwa dan menembaki banyak orang.

Kedua adalah soal ketentraman penghuni dalam kawasan. Paris yang disebut sebagai kota paling romantis di dunia itu adalah kawasan tentram dalam zona Eropa Barat yang damai. Ketika teror besar terjadi di Paris, rasa takut itu tak hanya menyebar di Paris, tapi ke seluruh zona Eropa Barat. Ketika Paris yang aman itu diserang, orang akan beranggapan tak ada lagi tempat yang benar-benar aman, khususnya di Eropa Barat. Rasa ketidaktentraman ini menyebar dengan sangat cepat.

6. DAMPAK SUSULAN

Setiap tahun secara rutin dilakukan rapat dewan pengupahan, tak terlalu istimewa sebenarnya. Namun hasil rapat tersebut adalah penetapan upah minimum yang berdampak pada tingkat kesejahteraan jutaan buruh. Penetapan itu juga akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, tingkat investasi, pengangguran dan daya saing bisnis. Dampak susulannya besar dan banyak. 

Soal Paris, orang akan dengan mudah menerka peristiwa apa yang akan menyusul ketika nama ISIS, Suriah atau keberpihakan Prancis di konflik Timur Tengah disebut-sebut. Bakal ada pembalasan yang masif terhadap pihak-pihak yang mereka anggap bertanggungjawab. Pembalasan itu sudah terjadi saat ini. Sehingga, tragedi Paris juga menyangkut orang banyak yang hidup di kawasan zona pembalasan.

Dampak susulan terpenting adalah soal sentimen agama. Umat Islam yang nama agamanya dipergunakan untuk aksi teror ini merasakan kecemasan, keprihatinan, kesedihan dan kemarahan. Umat Islam, seperti halnya umat beragama lain, tak pernah lelah menjaga kesucian nama agama mereka yang damai. Yang terjadi di Paris jelas bertentangan dengan upaya tersebut. Mereka terdampak sebagai pihak yang turut dirugikan reputasi dan kredibilitasnya di era yang penuh tantangan bagi umat muslim ini.

7. TOKOH

Beda nilainya antara Pak Lurah dan Pak Presiden yang bicara. Tragedi ini melibatkan banyak tokoh lewat pemberian tanggapan dan sikap, terutama pemimpin dunia. Tokoh adalah magnet besar dalam sebuah peristiwa. Ia bisa menjadikan peristiwa tak terlalu istimewa menjadi istimewa. Peristiwa mencatut nama itu biasa saja. Tapi ketika yang dicatut adalah nama presiden dan pencatutnya adalah ketua DPR, alangkah istimewanya.

***

Sekali lagi, Rukun Iman Berita bukanlah strategi mendesain berita agar menarik. Ia adalah parameter yang didasarkan kepada perilaku dan ketertarikan alamiah manusia. Yang alamiah itu akan tetap terjadi dengan atau tanpa berita. Di era media sosial dan user generated content seperti sekarang, berita dari content provider tak lagi dijadikan referensi utama seperti dulu. Ia sebatas perangkat memperkuat sikap, sentimen dan keberpihakan yang sudah lebih dulu kita tetapkan. Konten berita saat ini hanya jadi tool, bukan guidance.

Ketika kegaduhan di media sosial tentang Paris terjadi, Rukun Iman Berita ini sangat membantu dalam membuat analisa. Setidaknya sebagai referensi yang lebih terukur ketika #PrayforLebanon, #PrayforSuriah, #PrayforGaza dan 'pray pray' lainnya 'menuntut' meminta perhatian yang sama. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun