Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kakekku Bukan PKI dan Negara Harus Minta Maaf

10 Agustus 2015   10:18 Diperbarui: 10 Agustus 2015   10:18 7024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apakah permintaan maaf akan membuat arwah kakek saya tenang di alam baka? Saya tidak tahu.
Bisa mengubah realita masa lalu akan stigma negatif masyarakat terhadap kakek yang seorang C? Tidak.
Apakah akan membuat 10 tahun karier ayah saya yang terhenti jadi dikembalikan? Tidak.
Apa bisa membuat ibu saya sekolah lagi? Tidak.
Bisa membuat kakek menerima pesangonnya dan naik haji? Tidak.

Tapi bangsa yang besar adalah mereka yang bersedia mengakui kesalahan-kesalahannya di masa lampau. Selamanya orang seperti kami tetap tercatat sebagai keluarga atau keturunan PKI sampai negara menyatakan sebaliknya.

Saya bukan ahli sejarah, apalagi ahli politik. Saya hanya seseorang cucu dan anak yang menuliskan kembali tragedi yang terjadi di keluarga besarnya dari apa yang ia lihat, dengar dan rasakan. Kakek saya selamanya akan tetap tercatat sebagai PKI oleh negara, begitu pula seluruh anak-keturunannya -- anak-cucu PKI. Selamanya saya akan menjadi cucu seorang yang dinyatakan sebagai C atau PKI. Begitu pula anak saya -- cicit seorang PKI. Apakah itu berarti sesuatu bagi anda?

Saya sadar tulisan ini bukan kategori kisah yang umum disampaikan secara terbuka. Ini adalah kisah yang diceritakan secara bisik-bisik di ribuan keluarga Indonesia, atau dikubur dalam-dalam selama puluhan tahun. Namun ada saatnya ketika seseorang harus mengungkapkan kebenaran soal leluhurnya. Tidak lagi di ruang makan atau sudut-sudut kecil dalam rumah. Tapi di tempat terbuka dalam sebuah negara yang telah 70 tahun merdeka -- negara yang memberi ruang untuk pencarian dan pengungkapan kebenaran.

PKI bukan hanya Muso, Aidit, Letkol Untung atau mereka yang membantai ratusan ribu orang. Orang-orang yang menurut saya tak layak mendapatkan maaf. Tapi, apapun yang anda pikirkan tentang PKI, jangan lupakan kisah kakek saya ini.(*)

*Untuk kai' Ismail yang perut besarnya jadi tempat para cucu biasa terlelap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun