Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bukan Zaman Romeo dan Juliet

4 Agustus 2015   15:35 Diperbarui: 4 Agustus 2015   15:35 2050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah di atas tentang Riska dan Romdani adalah antitesis dari kisah Romeo and Juliet karya William Shakespeare. Gampang sekali menikah itu bagi Romeo dan Juliet: jatuh cinta, menikah -- meski pakai kabur dulu. Tapi susah betul tampaknya bagi Riska dan Romdani. Tidak ada yang bilang bahwa menikah dini pasti berujung berantakan, kakek-nenek kita contohnya. Tak ada pula yang jamin menikah cukup umur pasti akan bahagia, lihat saja ke pengadilan agama. Yang pasti menikah itu hak azasi manusia dan perintah agama.

Namun lewat perkembangan ilmu pengetahuan manusia bisa lebih memahami dirinya sendiri dari berbagai aspek: fisiologis, psikologis dan ekonomi. Secara fisiologis, organ-organ reproduksi manusia telah berkembang secara matang pada usia 21 tahun. Di bawah usia itu hanya akan menempatkan seseorang, khususnya wanita, pada risiko yang tinggi terkena kanker rahim, keguguran kandungan, bahkan kematian ibu. 

Secara psikologis, seseorang di usia 21 telah mendapat pendidikan yang cukup. Setidaknya melewati wajib belajar 9 tahun sampai ia berusia 17-18 tahun. Bagi pria yang menafkahi anak-istrinya, ia perlu mempersiapkan ekonomi keluarga dan produktif. Sebagai kepala keluarga, pria juga diharapkan lebih matang dari segi psikologis. Itu sebabnya program Generasi Berencana (GenRe) yang dipromosikan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang kini dipimpin Surya Chandra Surapaty, menyarankan usia pernikahan minimal 21 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria.

[caption caption="Salah satu e-poster kampanye GenRe dari BKKBN. (Bkkbn.go.id)"]

[/caption]

GenRe mendorong anak muda dalam usia produktif agar siap dan punya rencana akan masa depan keluarga yang kelak mereka bentuk. Tidak hanya siap cinta atau organ biologisnya. Tapi juga pengetahuan, mental, komitmen dan sosial-ekonominya. Seperti Riska dan Romdani, keduanya bercita-cita menikah, membangun keluarga dan membesarkan anak sampai akhir hayat. Tapi keduanya sadar mereka berasal dari latar belakang dan dibesarkan dengan cara berbeda, serta tak punya pengalaman apapun soal pernikahan apalagi membesarkan anak. Mereka bersama-sama belajar dan mempersiapkan diri, tidak kumaha engke ('gampanglah, lihat nanti' dalam Bahasa Sunda). Mereka sadar apa yang kelak mereka jalani tidak mudah, karena itu mereka bersiap. Keduanya juga yakin masa depan masyarakat, bangsa, negara dan agama berawal dari keluarga. Lebih dari itu, mereka akan membesarkan sebuah amanat yang tak tanggung-tanggung dari Tuhan. Karena itu mereka punya rencana.

Untuk mendorong GenRe, BKKBN turut menyediakan buku panduan bagi calon pengantin yang didistribusikan lewat Kantor Urusan Agama (KUA). Buku ini hanya salah satu dari sekian banyak jenis kampanye GenRe yang dilakukan BKKN  lewat berbagai medium, dari media massa, kampanye di sekolah sampai konseling. 

"Hal ini berkaitan dengan mengatasi manajemen konflik, bagaimana mengatur keuangan, dan fungsi-fungsi keluarga dijalankan. Mereka juga diajarkan untuk memilih kontrasepsi yang baik,"  ujar Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga BKKBN, Sudibyo.

[caption caption="Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty. (monitortoday.com)"]

[/caption]

GenRe juga sudah masuk ke dalam kegiatan Pramuka, Karang Taruna sampai komunitas masyarakat. Dari basis pendidikan, GenRe telah jadi muatan ekstrakulikuler di sekolah menengah. BKKBN punya target 5,8 juta mahasiswa menjadi konselor dan pendidik GenRe. Mereka akan ikut mensosialisasikan soal kesehatan reproduksi, pentingnya mempersiapkan masa depan dan pernikahan, risiko seks bebas dan menjadi konselor.

"Remaja adalah masa depan bangsa yang harus membanggakan, karena itu sejak remaja mereka diajak bagaimana merencanakan masa depannya, mulai dari pendidikan sampai pada bagaimana menjadi calon pemimpin keluarga dan pemimpin bangsa di masa depan. Mereka diharapkan matang baik secara fisik, psikologis, juga sosial ekonomi," ungkap (mantan) Kepala BKKBN Fasli Jalal.

Mempersiapkan generasi yang berencana di Indonesia menghadapi tantangan yang tidak kecil. Dengan jumlah 240 juta penduduk, jumlah remaja berusia 10-24 tahun di Indonesia sebesar 64 juta atau 27,6%. Jumlah ini sebenarnya potensi cemerlang untuk kemajuan bangsa Indonesia yang tengah menyambut bonus demografi. Tapi bila tak dikendalikan bisa berkembang ke arah negatif dan membebani negara dan masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun