Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bukan Zaman Romeo dan Juliet

4 Agustus 2015   15:35 Diperbarui: 4 Agustus 2015   15:35 2050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Riska (baris kedua, empat dari kiri) di salah satu kegiatan AIMI Kaltim. (Dokpri Riska)"]

[/caption]

[caption caption="Riska (enam kiri) dan Romdani (lima kiri) dalam kegiatan media visit AIMI Kaltim. (Dokpri Riska)"]

[/caption]

Aktif di AIMI hanya salah satu kegiatan rutin bersama Riska dan Romdani. Kesibukan lain adalah berdebat cara mengasuh anak -- yang belum mereka punya. Kedunya punya minat yang sama dalam membaca buku parenting atau cara mengasuh anak. Riska mengaku sekurangnya sudah 35 buku parenting yang ia dan Romdani baca -- lalu diperdebatkan.

"Saya lebih memilih tidak beli baju baru ketimbang tidak beli buku," kata Riska yang sarjana informatika ini.

Ia becerita, ketika masih remaja kerap merasa kurang disayang, kurang diperhatikan atau kurang dipahami oleh orangtuanya sendiri. Padahal, Sri Sugeng Kasriyantini, ibunya, mencurahkan seluruh waktu dan tenaganya sebagai ibu rumah tangga untuk mengurus tiga anak dan seorang suami. Ia yakin orangtuanya telah memberikan kasih sayang, perhatian dan pengertian yang utuh. Lama-kelamaan ia sadar ada komunikasi yang tidak sambung. Belajar dari pengalaman itu ia belajar lebih awal tentang cara mengasuh anak dan kelak tumbuh serta belajar bersama anak.

Belajar parenting bersama Romdani juga turut meningkatkan kualitas hubungan mereka. Pria, menurut Riska, punya tantangan dalam komunikasi mengungkapkan rasa cinta dan kasih sayang. Tak hanya kepada anak, tapi juga kepada pasangan. Dengan belajar parenting bersama, keduanya bisa berlatih meningkatkan kualitas komunikasi kasih sayang, baik kepada pasangan dan berlatih untuk anak kelak. 

Buku-buku teori parenting itu bukan segala-galanya, tapi sangat penting buat Riska dan Romdani. Dari situ mereka bisa membayangkan tantangan menjadi orangtua dan belajar solusinya dari pengalaman orang lain. Ia yakin punya anak tidak mudah, tapi setidaknya sejak awal Riska dan Romdani sudah mempersiapkan 'alat tempur'.

"Mau menikah saja kok susah betul, sih. Memangnya kamu tidak mau cepat menikah?" tanya saya.

"Ya mau, dong! Apalagi saya! Hahaha," jawab Riska.

Kalau begitu, lanjut saya, kenapa tidak menikah saja besok? Apa tidak takut dosa pacaran lama-lama?

"Kami persiapkan dulu mental, pengetahuan, komitmen dan materinya. Pernikahan buat kami selamanya. Bukan sekedar kepingin atau tuntutan ini-itu. Saya kelak juga akan hidup dengan pria yang dibesarkan dengan pola asuh dan kehidupan yang berbeda dengan saya. Jadi harus klop dulu. Nanti kami juga akan punya anak, yang tak hanya seorang anak. Tapi juga kebanggaan orangtua dan keluarga, kebanggaan masyarakat dan negaranya. Yang terpenting, anak bagi kami adalah titipan Allah yang diberikan dalam kondisi suci dan harus kami kembalikan kelak kepada Allah dalam kondisi terbaik. Agar hubungan kami tetap sehat dan tak terjerumus dosa, kami sibukkan diri dengan aktivitas positif seperti di AIMI misalnya," tutupnya.

GENERASI YANG SIAP DAN BERENCANA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun