Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama featured

Internet Membuat Makin 'Bodoh'

9 Juli 2015   10:44 Diperbarui: 23 Agustus 2016   14:52 62734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembaca digital cenderung tak menyortir, tak konsisten, tak kritis, melompat-lompat dan tak sabar. Rata-rata pembaca online hanya menghabiskan 4 menit untuk sebuah buku elektronik. Setelah itu melompat ke buku elektronik lain atau internet. 60% pembaca buku elektronik hanya membaca 3 halaman, dan 65% tidak pernah membaca ulang halaman sebelumnya. Di laporan itu juga disebut 89% mahasiswa Inggris menggunakan Google untuk mendapatkan informasi.

Sebenarnya, sebut British Library, pembaca online atau digital tidak benar-benar membaca, tapi 'memindai' (scanning/skimming) halaman. Pemindaian inilah yang kita kenal dengan istilah power browse: cepat dan melompat-lompat. Perilaku ini sangat berbeda dengan cara membaca buku yang kita kenal: perlahan, sabar dan bersedia mengulang. Power browse berimplikasi pada kedalaman pemahaman bacaan, daya kritis, dan daya ingat. Yang ujung-ujungnya adalah rendahnya kualitas pengetahuan yang didapat.

Hasil riset Nielsen Norman Group mengatakan pembaca online rata-rata hanya membaca 28% konten dari sebuah halaman. Pemindaian juga merupakan perilaku umum pembaca online. Menurut Buffer, seorang pembaca online hanya punya daya tahan maksimal 7 menit atau 1.600 kata saat membaca online.

Dikatakan pakar web usability Jakob Nielsen, 79% pembaca online melakukan pemindaian ketimbang membaca kata per kata. Hal ini beralasan, karena membaca di layar itu lebih melelahkan ketimbang membaca buku dan lebih lambat 25%. Selain itu, pembaca online lebih berperilaku sebagai 'pengendara' ketimbang pencari pengetahuan. Sebagai pengendara, mereka ingin memutuskan sendiri bagian mana yang ingin mereka baca dan lompati.

"Pembaca online itu egois, pemalas dan zalim. Mereka tak mau menginvestasikan waktu mendapatkan pengetahuan berkualitas dengan cara membaca seperti membaca buku," tulis Nielsen.

Perilaku aneh pembaca online lainnya adalah inkonsistensi yang tak masuk akal. Mereka tak bergerak mencari informasi secara linear, tapi melompat-lompat ke sumber yang tak relevan. Misal, saat ini kita sedang giat membaca berita dan tulisan tentang terorisme di internet. Tapi kita bisa saja tiba-tiba membaca tulisan tentang resep masakan, lalu lompat lagi membaca resensi film.

Mensiasati ini, pengembang website dan konten online berjibaku dengan model-model data baru dan studi mutakhir psikologi pengguna internet. Misal, data page view sudah ketinggalan zaman dan digantikan heat map yang bisa mengetahui di paragrap mana yang lebih mendapatkan perhatian. Perilaku eye-scanning juga dicari tahu. 

Di antaranya bulleted list dan penebalan bisa menghentikan pemindaian. Penggunaan kalimat pendek, menghindari permainan kata sampai headline engineering adalah beberapa cara menghadapi pembaca online. Termasuk ilusi tautan (hyperlink). Tautan bisa membuat seolah-olah konten lebih kredibel, padahal pembaca juga tidak mengklik tautan itu. Ilusi ini saya pakai di beberapa tautan sebelum paragrap ini. Beberapa tautan itu tidak valid. Tapi toh anda tidak mengkliknya, kan?

Twitter dengan 140 karakter juga dianggap sebagai cara baru berkomunikasi. "It's not too many words, but that makes it great. Twitter means you do not ever have to read long messages," tulis Twitter di lamannya.

Dengan demikian, Twitter memang ingin kita berkomunikasi dengan singkat, tapi sekaligus ingin nilai informasi itu dianggap sangat berarti. Maka budaya literasi digeser ke cara penyampaian pengetahuan lewat 140 karakter.

Nicholas Carr dalam bukunya 'Is Google Making Us Stupid?' mengatakan, budaya literasi sebelum masa internet seperti berenang di lautan: perlahan tapi penuh pengalaman. Dengan internet, kita seperti mengendarai jet ski: cepat tapi minim pengalaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun