D. Kesimpulan
Tujuan ruwatan dilaksanakan adalah membebaskan seseorang dari pengaruh negatif atau buruk. Mereka percaya bahwa jika melaksanakan tradisi ruwatan ini mampu membebaskan seseorang dari negatif dan bahaya serta kesialan dalam hidupnya. Ruwatan tidak harus dilakukan pada bulan Suro. Ruwatan dapat dilakukan pada bulan apa saja selain Suro dan juga bisa pada hari apa saja. Tetapi tidak boleh dilakukan pada hari naas atau hari dalam hitungan Jawa yaitu hari apes.
Sebagian masyarakat ada yang menganggap bahwa tradisi ruwatan itu adalah musyrik. Tetapi tidak sedikit juga masyarakat yang tetap melakukan tradisi ruwatan karena mereka mempercayai bahwa tradisi tersebut bukan tradisi yang syirik karena dalam pelaksanaan tradisinya tetap menggunakan do'a-do'a yang ditujukan kepada Allah SWT. Hanya saja dalam pelaksanaannya memang terdapat sesaji. Makna dari sesaji itu yang pada akhirnya dikonsumsi oleh anggota maupun masyarakat ditujukan sebagai rasa syukur atas nikmat dan rahmat yang telah ada.
Â
Daftar Pustaka
Cahyanti, "Mitos dalam Ritual Ruwatan Masyarakat Madura di Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo", Jurnal Edukasi, UNEJ, IV (1): 13-19, 2017.
Istaghfarin, Ida Fitria. "Agama dan Budaya (Studi Tentang Tradisi Ruwatan Masal di Kelurahan Kadipaten Kabupaten Bojonegoro)". Skripsi, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018.
Rahmawati, Fira. "Makna Tradisi Ruwat Agung Nusantara Majapahit Dalam Komunikasi Budaya di Desa Trowulan Mojokerto." Skripsi, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018.
Rahmat. "Makna Leksikal dan Makna Gramatikal: Ruwatan, Sukerta, dan Murwakala". Literasi: Universitas Sebelas Maret Surakarta, Vol. 5, No. 2, 2015.
Sahal, Aziz, "Islam Nusantara Dari Ushul Fiqh Hingga Konsep Historis", Bandung: Mizan Pustaka, 2015.
Yanti, Fitri. "Pola Komunikasi Islam Terhadap Tradisi Hertodoks (Studi Kasus Tradisi Ruwatan)". Analisis: IAIN Raden Intan Lampung, Vol. XIII, No. 1, 2013.