Mohon tunggu...
Hilma Nuraeni
Hilma Nuraeni Mohon Tunggu... Penulis - Bachelor Degree of Public Education University of Ibn Khaldun Bogor

INFP-T/INFJ Book, nature, classical music, and poem🍁 Me and my writing against the world 🌼

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Marriage is Scary: Mengapa Semakin Banyak Perempuan Takut untuk Menikah?

4 Agustus 2024   08:45 Diperbarui: 13 Agustus 2024   20:00 1245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh RODNAE Productions dari Pexels 

Menikah sering dianggap sebagai momen puncak dalam kehidupan seseorang, tetapi bagi banyak perempuan, pernikahan bisa menjadi sumber ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam.

Ada banyak alasan mengapa rasa takut ini muncul, dan memahami faktor-faktor ini bisa membantu mengatasi kekhawatiran tersebut.

Mari kita eksplorasi lebih dalam beberapa alasan utama mengapa banyak perempuan merasa menakutkan untuk menikah, termasuk pengaruh budaya patriarki di Indonesia.

1. Ketidakpastian Ekonomi

Ketidakpastian ekonomi adalah salah satu faktor utama yang sering membuat perempuan merasa takut untuk menikah.

Dalam banyak kasus, perempuan yang menikah harus mempertimbangkan kemungkinan ketergantungan finansial pada pasangan.

Perempuan yang memilih untuk menikah sering kali menghadapi dilema mengenai bagaimana membagi tanggung jawab finansial dan rumah tangga dengan pasangan mereka.

Masalah ini bisa semakin rumit jika terjadi perceraian atau perpisahan. Perempuan yang menghabiskan waktu bertahun-tahun merawat rumah dan keluarga mungkin menghadapi tantangan finansial yang besar saat harus memulai kembali dari awal.

Statistik menunjukkan bahwa perempuan sering kali lebih rentan secara ekonomi setelah perceraian, terutama jika mereka tidak memiliki penghasilan mandiri sebelum menikah.

2. Kekhawatiran tentang Kesetaraan dalam Hubungan

Kesetaraan dalam hubungan merupakan isu besar dalam banyak pernikahan. Banyak perempuan khawatir bahwa pernikahan dapat memperkuat peran gender tradisional yang tidak sesuai dengan aspirasi mereka.

Di beberapa budaya, perempuan masih diharapkan untuk lebih banyak mengurus rumah tangga dan anak-anak, sementara pria fokus pada karier dan penyediaan finansial.

Kekhawatiran ini menjadi nyata ketika perempuan merasa bahwa peran mereka dalam pernikahan mungkin tidak seimbang atau tidak diakui dengan adil. 

Misalnya, banyak perempuan yang memiliki ambisi karier merasa tertekan untuk menyisihkan cita-cita mereka demi memenuhi ekspektasi peran tradisional di rumah tangga.

Tanpa adanya kesetaraan dalam pembagian tanggung jawab, pernikahan bisa menjadi sumber stres dan ketidakpuasan.

3. Masalah Kesehatan Mental dan Emosional

Menikah juga membawa berbagai tantangan kesehatan mental dan emosional yang tidak selalu terlihat di luar. Tekanan untuk memiliki pernikahan yang ideal seperti yang sering digambarkan dalam film atau media sosial dapat menyebabkan stres yang besar. Perempuan sering kali merasa tertekan untuk memenuhi standar-standar tersebut, yang bisa mengganggu kesejahteraan emosional mereka.

Apabila pernikahan tidak berjalan sesuai harapan atau mengalami masalah serius, dampaknya terhadap kesehatan mental bisa sangat besar.

Masalah dalam pernikahan, seperti perselisihan, konflik yang tidak terselesaikan, atau bahkan kekerasan rumah tangga, dapat memperburuk kondisi mental dan emosional seseorang. Kesehatan mental yang buruk ini bisa berdampak pada seluruh aspek kehidupan, dari pekerjaan hingga hubungan sosial.

4. Pengalaman Buruk dari Lingkungan Sekitar

Pengalaman negatif yang diceritakan oleh orang terdekat atau yang dilihat di media sosial dapat memperkuat rasa takut terhadap pernikahan. Banyak perempuan menyaksikan bagaimana pernikahan di lingkungan sekitar mereka berakhir dengan masalah serius atau bahkan perceraian.

Kisah-kisah tentang konflik, perselingkuhan, atau ketidakbahagiaan dalam pernikahan sering kali menjadi bahan diskusi di media sosial, menciptakan gambaran yang menakutkan tentang sebuah pernikahan.

Kisah-kisah ini sering kali menjadi contoh konkret dari apa yang bisa terjadi dan memberikan rasa ketidakpastian yang mendalam tentang apakah pernikahan akan berhasil.

Melihat orang-orang di sekitar mengalami masalah dalam pernikahan dapat memperkuat rasa takut dan lebih memilih untuk tidak menikah sama sekali.

5. Kekhawatiran terhadap Peran Tradisional dan Budaya Patriarki

Di banyak budaya, termasuk di Indonesia, pernikahan sering kali dihubungkan dengan peran tradisional yang sangat kental dengan budaya patriarki. Budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia sering kali menempatkan perempuan dalam posisi yang kurang setara dalam pernikahan.

Ekspektasi untuk menjadi ibu rumah tangga yang sepenuhnya berfokus pada keluarga, serta beban tambahan untuk memenuhi standar sosial tentang kesempurnaan pernikahan, sering kali menjadi kenyataan yang menakutkan bagi banyak perempuan.

Budaya patriarki ini tidak hanya membatasi kebebasan perempuan tetapi juga menciptakan ketidakadilan dalam pembagian tanggung jawab di rumah tangga.

Banyak perempuan merasa tertekan oleh norma-norma yang mengharapkan mereka untuk mengutamakan peran dasar mereka, sementara pria sering kali tidak mendapatkan beban tanggung jawab yang sama.

Hal ini bisa membuat pernikahan terasa seperti sebuah kemunduran dalam hal kesetaraan gender dan bisa menyebabkan rasa takut serta keraguan dalam mengambil langkah untuk menikah.

Mengatasi Ketakutan

Ketakutan terhadap pernikahan adalah hal yang wajar dan bisa dipahami. Namun, penting untuk diingat bahwa pernikahan bukanlah sesuatu yang harus diterima secara sembarangan atau dengan beban berat di pundak.

Komunikasi terbuka, pemahaman tentang hak-hak dan tanggung jawab dalam pernikahan, serta dukungan dari lingkungan sekitar dapat membantu mengatasi kekhawatiran ini.

Menikah adalah tentang membuat keputusan bersama dan merancang masa depan yang memuaskan untuk kedua belah pihak.

Dengan persiapan yang matang dan sikap yang realistis, perempuan bisa menghadapi tantangan pernikahan dengan lebih percaya diri dan membuat keputusan yang sesuai dengan kebutuhan serta aspirasi mereka.

Setiap individu memiliki hak untuk memilih jalannya sendiri dan merasa aman dalam hubungan yang mereka jalani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun