Kesetaraan dalam hubungan merupakan isu besar dalam banyak pernikahan. Banyak perempuan khawatir bahwa pernikahan dapat memperkuat peran gender tradisional yang tidak sesuai dengan aspirasi mereka.
Di beberapa budaya, perempuan masih diharapkan untuk lebih banyak mengurus rumah tangga dan anak-anak, sementara pria fokus pada karier dan penyediaan finansial.
Kekhawatiran ini menjadi nyata ketika perempuan merasa bahwa peran mereka dalam pernikahan mungkin tidak seimbang atau tidak diakui dengan adil.
Misalnya, banyak perempuan yang memiliki ambisi karier merasa tertekan untuk menyisihkan cita-cita mereka demi memenuhi ekspektasi peran tradisional di rumah tangga.
Tanpa adanya kesetaraan dalam pembagian tanggung jawab, pernikahan bisa menjadi sumber stres dan ketidakpuasan.
3. Masalah Kesehatan Mental dan Emosional
Menikah juga membawa berbagai tantangan kesehatan mental dan emosional yang tidak selalu terlihat di luar. Tekanan untuk memiliki pernikahan yang ideal seperti yang sering digambarkan dalam film atau media sosial dapat menyebabkan stres yang besar. Perempuan sering kali merasa tertekan untuk memenuhi standar-standar tersebut, yang bisa mengganggu kesejahteraan emosional mereka.
Apabila pernikahan tidak berjalan sesuai harapan atau mengalami masalah serius, dampaknya terhadap kesehatan mental bisa sangat besar.
Masalah dalam pernikahan, seperti perselisihan, konflik yang tidak terselesaikan, atau bahkan kekerasan rumah tangga, dapat memperburuk kondisi mental dan emosional seseorang. Kesehatan mental yang buruk ini bisa berdampak pada seluruh aspek kehidupan, dari pekerjaan hingga hubungan sosial.
4. Pengalaman Buruk dari Lingkungan Sekitar
Pengalaman negatif yang diceritakan oleh orang terdekat atau yang dilihat di media sosial dapat memperkuat rasa takut terhadap pernikahan. Banyak perempuan menyaksikan bagaimana pernikahan di lingkungan sekitar mereka berakhir dengan masalah serius atau bahkan perceraian.