"Begitu rupanya, tidak apa-apa mari masuk, dan duduk dimanapun yang kamu suka" balas gadis itu masih dengan senyumannya yang ramah. Wanita itu tersenyum balik dan meletakkan payung di samping pintu sebelum berjalan menuju kursi yang dekat dengan jendela.Â
"Ah..boleh aku tahu namamu?" Wanita itu bertanya pada si gadis yang kini kembali ke belakang konter.Â
"Namaku? Ah..tentu, namaku Nur hayati. Biasanya temanku memanggilku haya atau aya" balas gadis itu yang kini menyajikan teh yang sudah ia buat ke cangkir.
"Nur Hayati? Sepertinya orang tua mu benar benar menaruh harapan besar padamu ya haya" balas wanita itu, haya hanya tersenyum dan meletakkan dua kukis dan teh ke nampan lalu berjalan menuju meja wanita tersebut.
"Oh aku tidak membawa uang" tolak wanita itu saat haya meletakkan teh dan kukis di mejanya.Â
"Ah..ini gratis, tapi.. kamu bisa membayar dengan memberitahu siapa namamu" balas haya dengan senyuman manisnya. Wanita itu tertawa pelan dan tersenyum ke arah haya.Â
"Namaku maya, aku pekerja di kantor sebelah tokomu. Awalnya aku berniat pulang tapi takdir berkata lain, meskipun begitu aku tak menyesal karena bisa bertemu denganmu haya" jawab maya dan menatap ke arah teh yang memiliki aroma khas itu.Â
"Wow, sudah lama aku tidak mencium aroma lavender sekuat ini" gumam maya lalu mengalihkan pandangannya ke arah haya yang sedang menyesap tehnya.Â
"Aku boleh menerimanya?" Pertanyaan maya membuat haya tertawa lalu mengangguk dengan senyuman.Â
"Tentu, untuk apa aku menyajikannya jika bukan untuk diminum? Kalau tidak keberatan tolong makan kukis nya dan beritahu aku bagaimana rasanya" balas haya dan melihat ke arah luar, angin dan hujan nampaknya sedang bersahabat hari ini.Â
"Kau tinggal sendiri disini?" Tanya maya dan membuat haya kembali melihat maya yang kini menikmati teh dan kukis buatan nya.Â