James pun tahu bahwa ada banyak pebasket NBA yang vokal. Mereka pun bahkan mempertaruhkan reputasi dan hidupnya untuk memungkinkan keadilan dan kesetaraan.Â
Tapi bahkan para pebasket yang berhadapan dengan James dan kawan-kawannya di final mengakui bahwa James seperti ditulis Jabbar; simbol penyatuan olah raga dan moral.
Lewis Hamilton, superstar Formula I dan satu-satunya atlit berkulit hitam di olah raga tersebut, mengaku terinspirasi James. Setiap hendak mulai balapan, Hamilton menekuk satu lututnya seperti polisi yang menekuk lutut menekan leher Floyd. Dan Hamilton demikian dengan memakai kaos bertuliskan "Black Lives Matter".
Meski demikian, James tak lantas membesar kepalanya. Begitupun ketika majalah TIME menobatkannya sebagai Atlit Terbaik 2020. Impiannya memang bukan berkepala besar, tapi turut memungkinkan kesetaraan dan keadilan terutama melalui bidang yang disukai dan disuntukinya.
Itulah yang diusahakannya antara lain dengan mendirikan I Promise Shool, I Promise Village, dan ke mana pergi menjelang pilpres AS memakai kaos bertuliskan "Vote or die".Â
Suka atau tidak, itu semua telah turut memungkinkan pilpres AS 2020 diikuti pemilih terbanyak sepanjang sejarah pilpres AS, dan Trump yang menggelorakan superioritas putih dikalahkan oleh Biden.
James memang bersukacita. Tapi dia pun menegaskan bahwa pekerjaannya menegakkan kesetaraan dan keadilan baru saja dimulai. "Kita merasa sangat baik sekarang. Tapi Anda tidak ingin merasa hebat. Karena itu tidak pernah selesai."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H