Skandal kejahatan akuntansi menjadi fenomena yang mengkhawatirkan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Kasus-kasus seperti manipulasi laporan keuangan, penggelapan dana, dan penyuapan telah merugikan investor, merusak kepercayaan publik terhadap pasar modal, dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Â Kejahatan akuntansi, merupakan masalah serius yang dapat berdampak besar pada individu, perusahaan, dan perekonomian secara keseluruhan. Kejahatan ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pasar modal dan sistem keuangan.
Apa itu kejahatan akuntansi?
Kejahatan akuntansi, laksana kanker yang mengintai dalam tubuh perusahaan, diam-diam menggerogoti integritas dan kepercayaan di dunia bisnis. Di balik angka-angka keuangan yang rapi tersusun, tersembunyi praktik curang dan manipulasi yang merugikan berbagai pihak.
Kejahatan akuntansi, dikenal juga sebagai kecurangan akuntansi (accounting fraud), merupakan tindakan yang disengaja untuk mengubah atau memalsukan informasi keuangan demi keuntungan semu. Tujuannya adalah untuk menipu pihak-pihak yang berkepentingan, seperti investor, kreditor, atau regulator.
Kejahatan akuntansi bagaikan virus yang mengintai integritas dan kepercayaan di dunia bisnis. Memerangi kejahatan ini membutuhkan komitmen dan kerjasama dari semua pihak. Dengan memperkuat regulasi, meningkatkan transparansi, dan membangun budaya integritas, kita dapat membangun lingkungan bisnis yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Para ahli dari berbagai bidang, seperti akuntansi, hukum, dan kriminologi, telah memberikan berbagai pandangan tentang penyebab, dampak, dan upaya pencegahan kejahatan akuntansi di Indonesia.Â
Berikut beberapa pandangan para ahli tentang kejahatan akuntansi di Indonesia:
- Prof. Dr. A.A.Gde Oka Swasti, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Pidana Universitas Udayana: Kejahatan akuntansi memiliki konsekuensi hukum yang serius. Pengetatan sanksi dan pemulihan aset hasil kejahatan menjadi langkah penting untuk memberikan efek jera.
- Dr. Ir. H. Djatmiko Setiawan, M.Ak., CPA, Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI): Peran auditor internal sangat penting dalam mendeteksi dan mencegah kejahatan akuntansi. IAI perlu meningkatkan standar profesi dan edukasi bagi auditor internal.
- Dr. Rhenaldi Kasenda, S.H., M.H., LLM., Ahli Hukum Pidana Universitas Padjadjaran: Kejahatan akuntansi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak pemangku kepentingan. Diperlukan reformasi hukum dan sistem peradilan yang lebih berfokus pada pemulihan kerugian korban.
- Dr. Dra. Sri Mulyani Indrawati, S.E., M.A., M.Phil., Menteri Keuangan Republik Indonesia: Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat regulasi dan penegakan hukum terkait dengan kejahatan akuntansi. Upaya pencegahan dan edukasi juga terus dilakukan untuk meningkatkan integritas dan transparansi di dunia bisnis.
- Dr. H. Agus Rahardjo, S.E., M.M., Ketua Dewan Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK): OJK terus memperkuat pengawasan terhadap pasar modal dan menindak tegas pelaku kejahatan akuntansi. Investor perlu meningkatkan kewaspadaan dan melakukan due diligence sebelum berinvestasi.
Apa faktor-faktor penyebabnya?
Dalam melakukan kegiatan kejahatan akuntansi tentu banyak sekali faktor-faktor seorang individu atau sebuah organisasi melakukan hal tersebut, berikut beberapa faktor penyebabnya antara lain:
- Tekanan (Pressure):
- Tekanan untuk mencapai target: Karyawan atau manajemen perusahaan mungkin merasa tertekan untuk mencapai target keuangan yang ambisius. Hal ini dapat mendorong mereka untuk melakukan kecurangan untuk mencapai target tersebut.
- Tekanan keuangan pribadi: Karyawan atau manajemen perusahaan mungkin mengalami masalah keuangan pribadi yang membuat mereka tergoda untuk melakukan kecurangan untuk mendapatkan keuntungan finansial.
- Ketakutan kehilangan pekerjaan: Karyawan mungkin takut kehilangan pekerjaan jika mereka tidak mencapai target atau jika mereka melakukan kesalahan. Hal ini dapat mendorong mereka untuk menyembunyikan kesalahan atau melakukan kecurangan.
- Kesempatan (Opportunity):
- Kelemahan pengendalian internal: Perusahaan yang memiliki kelemahan dalam pengendalian internalnya, seperti kurangnya segregasi tugas atau sistem otorisasi yang lemah, lebih mudah menjadi sasaran kejahatan akuntansi.
- Kurangnya pengawasan: Kurangnya pengawasan dari manajemen atau auditor internal dapat memberikan kesempatan bagi karyawan atau manajemen perusahaan untuk melakukan kecurangan tanpa terdeteksi.
- Akses ke informasi dan aset: Karyawan atau manajemen perusahaan yang memiliki akses ke informasi dan aset keuangan perusahaan lebih berisiko untuk melakukan kecurangan.
- Rasionalisasi (Rationalization):
- Sikap mental yang menjustifikasi kecurangan: Pelaku kejahatan akuntansi mungkin memiliki sikap mental yang menjustifikasi kecurangan, seperti "semua orang melakukannya" atau "saya hanya meminjam uangnya dan akan mengembalikannya nanti".
- Kurangnya integritas dan etika: Pelaku kejahatan akuntansi mungkin memiliki integritas dan etika yang lemah, sehingga mereka lebih mudah tergoda untuk melakukan kecurangan.
- Kurangnya kesadaran akan konsekuensi: Pelaku kejahatan akuntansi mungkin tidak menyadari konsekuensi serius dari tindakan mereka, seperti hukuman penjara atau denda yang besar.
- Kejahatan Organisasi:
- Kejahatan akuntansi dapat dilakukan secara terorganisir oleh sekelompok orang dalam perusahaan.
- Kejahatan organisasi ini biasanya melibatkan perencanaan yang matang dan koordinasi yang baik.
- Kejahatan organisasi ini biasanya lebih sulit dideteksi dan dituntut daripada kejahatan individu.
- Budaya Perusahaan yang Buruk:
- Budaya perusahaan yang mentolerir kecurangan dan pelanggaran dapat meningkatkan risiko terjadinya kejahatan akuntansi.
- Budaya perusahaan yang tidak menghargai integritas dan etika dapat membuat karyawan lebih mudah tergoda untuk melakukan kecurangan.
- Budaya perusahaan yang tidak transparan dan akuntabel dapat memberikan kesempatan bagi karyawan atau manajemen perusahaan untuk melakukan kecurangan tanpa terdeteksi.