2. Apa Alasan KPU Menyederhanaan Surat Suara?
Menurut pihak KPU menyederhanakan surat suara Pemilu 2024 dilakukan berdasarkan evaluasi pemilu 2019 yang memakan korban sakit, hingga meninggal dunia pada petugas selama proses pemilu. Juga penyederhanaan surat suara dilakukan untuk menghemat anggaran Pemilu, serta diharapkan dapat memudahkan proses pemilihan dan pemungutan suara.
KPU memperkirakan akan ada aspek efisiensi dalam penyederhanaan surat suara dengan menghemat anggaran dari belanja logistik kisaran 50 s.d 60 persen, serta dapat meminimalisasi penggunaan kertas (paperless).
Hal lainnya sebagai upaya KPU agar kemudian dimudahkan dalam proses pemilihan, pemungutan, dan proses penghitungan suara menjadi lebih simple, lebih sederhana yang juga berimplikasi pada desaian formulir yang juga disederhanakan untuk menghindari kesalahan dalam perhitungan formulir C, serta demi menghindari korban dari petugas yang sakit hingga tertekan.
B. Tanggapan Penulis
1. Penyederhanaan Surat Suara Pemilu 2024 Berdampak Bumerang Bagi Penyelenggara Pemilu (KPU dan Jajaran Dibawahnya)
 Menyederhanakan surat suara Pemilu 2024 dengan opsi memangkas surat suara dari lima jenis pemilihan menjadi tiga lembar surat suara, dan opsi kedua menjadi dua lembar surat suara dengan alasan efisiensi anggaran akan menjadi bumerang bagi jajaran KPU sampai tingkat terbawah KPPS.
Penyederhanaan surat suara Pemilu 2024 tidak diperlukan, dan bukan pilihan terbaik karena dapat mengancam integritas penyelenggara pemilu itu sendiri. Surat suara Pemilu itu adalah komponen logistik pemilu yang sangat penting dalam proses konversi suara pemilih menjadi kursi dalam pemilu.Â
Diperlukan perhitungan yang cermat, rinci, detail, serta untuk menjaga kesetaraan nilai suara pemilih atau One Person, One Vote, One Value (opovov) yang merupakan salah satu parameter utama dalam menilai derajat demokrasi dalam penyelenggaraan pemilu.
Prinsip opovov sangat penting untuk diterapkan pada beberapa aspek dalam pemilu salah satunya dalam sistem penghitungan suara dan penentuan perolehan kursi anggota DPR dan DPRD (electoral system). Hal ini tidak terpenuhi maka pelaksanaan pemilu terancam gagal dan tidak memiliki legitimasi yang kuat di mata publik.
Sementara Pemilu yang adil dan demokratis, sekurang-kurangnya memiliki tujuh kriteria (Ramlan Surbakti, Kompas, 14/02/2014), antara lain : kesetaraan antarwarga negara, kepastian hukum yang dirumuskan dengan asas Pemilu demokratis, persaingan bebas dan adil antar kontestan Pemilu, partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam tahapan Pemilu, penyelenggara Pemilu yang profesional, independen dan imparsial, integritas pemungutan, penghitungan, tabulasi dan pelaporan, serta penyelesaian sengketa Pemilu yang adil dan tepat waktu.Â