Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala
Melambai lambai
Nyiur di pantai
Berbisik bisik
Raja Kelana
Memuja pulau
Nan indah permai
Tanah Airku
Indonesia
Itulah lirik lengkap lagu berjudul "Rayuan Pulau Kelapa" ciptaan Ismail Marzuki berisi tentang keindahan alam Indonesia, seperti pantai, jejeran pulau, dan beraneka ragam floranya. Lagu ini sebagai nostalgia yang cukup favorit dikalangan ekspatriat dan paling hits dimasa-masa sebelum dan setelah kemerdekaan antara tahun 1940 sampai dengan tahun 1950.
Lagu "Rayuan Pulau Kelapa" ini memiliki makna Indonesia yang sangat luas. Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, baik di darat, laut, maupun udara.
Rayuan pulau kelapa menuntun sebuah makna dalam perenungan kita dengan kondisi yang begitu kontras saat ini atas kelangkaan minyak goreng dipasaran. Buntut kelangkaan itu membuat harga minyak goreng melangit. Membuat miris hati melihat masyarakat yang sebagian besar kaum ibu-ibu berbaris mengantri berjam-jam hanya untuk mendapatkan seliter dua liter minyak goreng.
Padahal kita saat ini termaksud negeri yang kaya akan kelapa rakyat dan kelapa sawit, bahkan dahulu bangsa kita pernah disematkan sebagai "negeri nyiur melambai", sebagaimana lirik lagu Ismail Marzuki dengan rayuan pulau kelapanya.
Indonesia Negeri Nyiur Melambai
Dari literasi sejarah bangsa kita Indonesia pernah menyandang predikat negeri nyiur melambai sebagaimana saya kemukakan diawal tulisan ini melalui lirik lagu rayuan pulau kelapa.Â
Lagu itu selain mengandung nilai estetis atau keindahan, juga dapat dihayati dari makna sebenarnya menggambarkan begitu kayanya bangsa ini termaksud dari potensi salah satunya pohon kelapa atau kita istilahkan kelapa rakyat, sebelum kelapa sawit menyerang menjadi industri milik perusahaan besar yang disponsori pemodal asing lalu dilegitimasi oleh pemerintah.
Rekfeksi sedikit kebelakang sewaktu dahulu kehidupan dikampung hampir ditemukan nyaris disepanjang jalan atau halaman rumah penduduk desa berjejeran tumbuh pohon kelapa. Menurut kepercayaan sebagian masyarakat desa bahwa pohon kelapa adalah pohon kehidupan yang dihadiahkan Tuhan kepada kita. Dimanapun bisa bertumbuh, baik di tanah kering, di pegunungan, lembah maupun pesisir pantai.
Disebut pohon kehidupan karena jenis kelapa rakyat ini merupakan tanaman multimanfaat. Dengan manfaatnya yang banyak itu menjadi penopang hidup petani bukan saja bagi para petani kelapa. Karena hampir semua bagian dari tanamannya dapat diolah menjadi produk yang bernilai ekonomi.
Dari buah kelapa muda dan tua memiliki manfaat ganda yang bermanfaat untuk kehidupan. Buah kelapa muda menjadi minuman segar dan bahkan ada jenis kelapa kuning konon menjadi obat yang berkhasiat untuk menghilangkan potensi toksin bagi tubuh. Dari mulai air dan daging kelapa muda sudah menjadi menu penganan atau jajanan yang umum dijumpai.
Di Sulawesi Tenggara bagian jazirah kepulauan Buton yang sekarang telah mekar menjadi enam kabupaten dan satu kota yakni kota Baubau.Â
Dahulu wilayah ini berada dalam kekuasaan kesultanan atau kerajaan Buton. Dari jazirah Buton ini ada penganan tradisional dari bahan adonan daging kelapa, gula aren, dan beras ketan diolah (dimasak) hasilnya berwarna merah kecoklatan kemudian dibungkus dengan lembaran kulit jagung kering.
Sampai saat ini masih terus bertahan dan cukup familiar menjadi ciri khas jajanan (ole-ole) yang disebut "gulakaluku" dalam bahasa daerahnya atau gula kelapa dalam bahasa Indonesianya.
Sedangkan buah kelapa tua umumnya dijadikan minyak kelapa dan santannya bisa dijadikan bumbu masakan. Sewaktu kecil dulu bahkan santan kelapa menjadi terapi kesehatan rambut untuk menjadikan rambut tumbuh subur, tidak mudah rontok, hitam dan berkilau yang sejenis shampoo untuk saat ini
Selain daging kelapa, batok dan serabut dari buah kelapa tua bisa dijadikan pernak-pernik bahkan perabot rumah tangga oleh pengrajin industri rumah tangga. Batok kelapa tua (kering) malahan bisa menjadi pengganti kayu bakar untuk memasak. Bahkan dahulu sebelum bermunculan setrika listrik, batok kelapa yang terlebih dahulu dijadikan arang menjadi bahan bakar panas untuk setrika manual. Begitu juga bagian batang dapat dibuat menjadi perabot rumah tangga seperti kursi dan meja, serta batang gelondongan bisa menjadi jembatan darurat.
Komponen lain juga seperti daun atau janur dapat dijadikan berbagai inovasi kerajinan tangan seperti sapu lidi, ketupat, lapa-lapa, dll. Bahkan janur (janur kuning) memiliki sebuah historis sejarah tersendiri yang diceritakan dalam film drama perjuangan Indonesia produksi tahun 1979 yang disutradarai oleh Dunia Rengga Surawidjaja bercerita tentang serangan umum satu maret 1949 di kota Jogjakarta. Salah satu atribut penanda simbol gerilyawan TNI untuk melakukan serangan demi meneguhkan kedaulatan kemerdekaan bangsa Indonesia mengusir pendudukan Belanda.
Itulah kelapa rakyat nyiur melambai yang nun jauh sebelum kemerdekaan, masa kemerdekaan sampai saat reformasi tahun 1998 bergulir, bangsa Indonesia dikenal sebagai negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Bahkan, di zaman penjajahan Belanda. Indonesia terkenal dengan olahan kelapa kering atau disebut kopra. Dimasa perang merebut dan mempertahankan kemerdekaan, hasil produksi penjualan kopra Indonesia sebagian dibelanjakan untuk keperluan senjata termaksud pendanaan untuk kerja sama internasional.
Tetapi sayang, hadiah Tuhan kepada bangsa kita kelapa rakyat ini sudah tidak populer lagi setelah diserang dengan kehadiran tumbuhan budidaya temuan manusia yang sekarang kita kenal dengan "kelapa sawit".
Bahkan literasi generasi saat ini tidak lagi terbangun kesadaran akan pentingnya tanaman kelapa rakyat untuk kembali dijadikan produk keunggulan bangsa Indonesia. Padahal dahulu jarang sekali rasanya membeli minyak goreng kemasan pabrikan atau berbahan baku sawit sampai minyak sawit menyerang dipasaran.
Setelah kelapa sawit menjadi komiditi industri besar saat ini dan menjadikan Indonesia kaya akan kelapa sawit tetapi terjadi anomali dimana data BPS justru sepanjang awal tahun 2022 Indonesia mengimpor 4.000 ton atau sebanyak 4,42 juta kilogram minyak goreng berbahan nabati ini. Mengingat pula Indonesia adalah negara pengekspor minyak sawit sebagai bahan baku utama biodiesel dan minyak goreng, terbesar secara global.
Disisi lain, keberadaan sawit selalu dikaitkan dengan deforestasi hutan tropis dan digunakan untuk kebutuhan sebahagian besar bahan baku biodiesel. Dikutip data yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa kebakaran hutan yang rutin terjadi setiap tahun di Indonesia, juga kerapkali disangkut-pautkan dengan pembukaan lahan kelapa sawit baru.
Hutan tropis di Indonesia terus menerus berkurang dari tahun ke tahun. Begitu banyak lahan hutan dibuka, baik untuk Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) maupun peruntukan Pelepasan Kawasan Hutan (PKH) yang mana izin ini terkait perubahan peruntukan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi menjadi bukan kawasan hutan, salah satunya untuk perkebunan kelapa sawit. Atau sederhananya hutan kita dibabat hanya untuk demi sawit.
Masifnya pembukaan lahan untuk kelapa sawit tak lepas dari peran pemerintah yang memberikan izin pengelolaan jutaan hektare lahan kepada perusahaan-perusahaan besar melalui skema hak guna usaha (HGU).
Dimana sejatinya HGU sendiri merupakan pemberian tanah milik negara untuk dikelola pengusaha dimanfaatkan secara ekonomi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1960 beserta peraturan-peraturan turunannya.Untuk satu perusahaan sawit skala besar, bisa mendapatakn HGU hingga ratusan ribu hektare. Jangka waktu pengusaha mengelola HGU adalah 25 tahun dan bisa diperpanjang. Intinya kelapa sawit dikuasai segelintir pengusaha.
Data dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi asing atau penanaman modal asing (PMA) di sektor pertanian pada periode 2015 - pertengahan 2021 masih didominasi investasi perkebunan sawit.
Apa Yang Salah?Â
Coba kita kembali lagi menoleh keatas pada judul tulisan ini; "Tuhan Menciptakan Kelapa, Manusia Menemukan Sawit". Sepertinya terjadi kekeliruan atau menyimpang dalam sebuah penemuan dalam ilmu pengetahuan tentang sebuah anugerah Tuhan yang menciptakan kelapa sebagai hadiah. Seharusnya dikembangkan untuk kesejahteraan umat manusia, justru kita menemukan sesuatu yang mengingkari anugerah atau hadiah itu.
Atau coba kita mengulang lagi point-point penting ulasan diatas bahwa; Indonesia adalah negeri nyiur melambai dengan kelapa rakyatnya, Indonesia kaya akan kelapa sawitnya, hutan Indonesia dibabat dan berkurang hanya untuk budidaya sawit, Indonesia pengekspor minyak sawit terbesar, dan juga Indonesia justru pengimpor minyak goreng nabati.
Lalu faktanya sekarang apa yang terjadi? minyak goreng langka dan kalaupun ada dengan harga yang begitu mahal. Lalu untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng malah rakyat menjadi panic buying. Rakyat harus rebutan untuk mendapatkan minyak goreng dengan susah payah melalui antrean yang berjubel. Barusan terjadi dalam sejarah Indonesia antrean terpanjang akibat kelangkaan minyak goreng dipasaran.
Sejumlah spekulasi lahir bahwa ini ketidakbecusan tatakelola pemerintah. Dipihak pemerintah menuding ada yang sengaja menimbun minyak goreng. Bahkan ada yang paling ekstrim bahwa ada yang sedang by design menipu rakyat. Para pakar perkelapaan menganalisa akibat produk sawit lebih prioritas untuk kebutuhan ekspor untuk bahan baku biodisel ketimbang untuk minyak goreng, dan lain sebagainya.
Penulis tidak ingin berandai-andai tetapi yang pasti kita sedang mengalami "krisis kelapa", baik kelapa rakyat maupun kelapa sawit berakibat keadaan darurat minyak goreng (langka dan mahal).
Lalu harus bagaimana?Â
Tentu keadaan yang anomali dan ironi ini menjadi serba dilematis. Tetapi masih belum terlambat untuk kembali meningkatkan literasi generasi saat ini agar kembali ke basic pertanian "kelapa rakyat" sebagai komoditas unggulan bangsa Indonesia.
Bukankah kita bangsa yang pernah menoreh sejarah sebagai negara penghasil kelapa terbesar di dunia. Bukankah kita dikenal dunia sebagai penghasil terbesar dari hasil kopra atau kelapa kering sehingga disematkan sebagai "Negeri Nyiur Melambai' karena melihat begitu melimpahnya kekayaan dan potensi dari tanaman pohon kelapa.
Hanya ini strategi jalan keluar bagi bangsa Indonesia untuk kembali membangun kesadaran akan pentingnya tanaman kelapa rakyat yang pemilik sahamnya adalah mayoritas rakyat itu sendiri. Kelapa rakyat sebagai tanaman rakyat yang sangat baik dari sisi ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan.
Sedang kelapa sawit harus bagaimana? Karena kepemilikannya bukan mayoritas milik rakyat (rakyat jelata) tetapi dimiliki segelintir pengusaha besar, perusahaan, yang pasti pemilik sahamnya orang-orang kaya atau anak asuh korporasi yang saat ini sedang menguasai televisi, majalah dan pemerintah itu sendiri.
Ada adagium hukum bahwa pada akhirnya keadilan tidak dapat disangkal atau ditunda (Justitiae non est neganda, non differenda).
Wallahu a'lam bishawab,
Â
Bumi Anoa, 17 Maret 2022
"Tuhan Menciptakan Kelapa, Manusia Menemukan Sawit"
oleh: Hidayatullah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H