Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Batasan Kritik Pejabat Publik

10 Februari 2021   08:57 Diperbarui: 10 Februari 2021   14:06 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden tidak terlalu mengetahui banyak hal-hal detil tentang kasus-kasus pencideraan kebebasan berpendapat yang membuat merosotnya demokrasi akibat rasa ketakutan masyarakat saat ini untuk kritis dan menyampaikan pendapat.

Walau dalam bagian isi pidato sambutan Presiden mengangkat persoalan utama yaitu pelayanan publik tetapi Presiden tidak menyampaikan secara terpreinci tentang persoalan-persoalan pelayanan publik apa saja. Tetapi pesan Presiden mampu mempengaruhi pendengarnya bahwa ada soal di pelayanan publik dan ada soal dukungan masyarakat.

Dari aspek politik bahasa, pidato sambutan Presiden yang mengajak masyarat untuk aktif menyampaiakn kritik masukan, maka sepertinya Presiden baru mengetahui kondisi secara situasional, institusional, dan sosial apa yang sesungguhnya terjadi. Karena kalau dicermati argumentasi Presiden begitu sangat sosial dan kritis, dan ada aspek sentral yang dituju Presiden. 

Sepertinya ada penggambaran suatu subyek kepada pelayanan hukum agar tidak memberangus daya kritis masyarakat. Bisa juga Presiden lagi menyampaikan pesan secara simbolis kepada Kepala stafnya untuk konsen mengurus pelayanan pengelolaan staf kepresidenan ketimbang mengurus rumah tangga orang. 

Bisa juga subyek kepada pengelola buzzer-buzzer yang tidak punya korelasi dengan pelayanan publik. Maka sepertinya Presiden sedang mengevalusi dan sedang menegur aparat pemerintah dan aparat hukumnya dengan cara solo beliau.

Melihat sikap Presiden seperti ini, kecenderungan para bawahan dan aparat Presiden rupanya melaporkan yang baik-baik saja. Bahkan Presiden sepertinya tidak dicukupkan informasi yang detil seputar praktik-praktik hukum yang telah membungkam pihak-pihak yang mengkritik Presiden sendiri dan Pejabat negara lainnya, bahkan virus pembungkaman sudah sampai melokal.

Oleh sebab itu, saat ini masyarakat sudah apatis dan takut memberikan masukan pendapat apalagi melakukan kritik kepada Pemerintahan. Belum lagi soal keadilan hukum yang tentu saja Presiden tidak akan mungkin disampaikan soal tetek bengek kasuistik ada pihak yang diproses dan ada pihak yang dibiarkan melakukan provokasi, propaganda dan bully para buzzer-buzzer. 

Termaksud soal-soal kasus mimpi dan ramalam dalam ancaman pidana. Penulis yakin tidak ada satupun laporan ini sampai ketelinga Presiden. Karena kalaupun Presiden Joko Widodo mengetahuinya untuk apa beliau meminta masyarakat untuk aktif melakukan kritik dan masukan.

Maka pada titik ini sunggh ironi dimana keseriusan pidato sambutan Presiden Joko Widodo di acara Ombudsman RI tampaknya kontradiktif dengan situasi kebebasan berpendapat yang sedang tertekan merosot saat ini. 

Sehingga menjadi suatu kerancuan karena adanya resiko kriminalisasi dengan serangkaian regulasi seperti UU No. 19/2016 perubahan atas UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). 

Tidak saja UU ITE tetapi dilapis dengan Pasal-Pasal dalam KUHP terkait Penghinaan Presiden/Pejabat pada Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa dan Pasal 45 A Ayat (1) yang saat ini menjadi senjata aparat hukum membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun