Mohon tunggu...
Tatang  Hidayat
Tatang Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Student Rihlah Indonesia

Tatang Hidayat, bergiat di Student Rihlah Indonesia. Ia mulai menulis sejak SD, ketika masa SMK ia diamanahi menjadi pimpinan redaksi buletin yang ada di sekolahnya. Sejak masuk kuliah, ia mulai serius mendalami dunia tulis menulis. Beberapa tulisannya di muat diberbagai jurnal terakreditasi dan terindeks internasional, buku, media cetak maupun online. Ia telah menerbitkan buku solo, buku antologi dan bertindak sebagai editor buku dan Handling Editor Islamic Research: The International Journal of Islamic Civilization Studies. Selain menulis, ia aktif melakukan jelajah heritage ke daerah-daerah di Indonesia, saat ini ia telah mengunjungi sekurang-kurangnya 120 kab/kota di Indonesia. Di sisi lain, ia pun telah melakukan jelajah heritage ke Singapura, Malaysia dan Thailand. Penulis bisa di hubungi melalui E-mail tatangmushabhidayat31@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengenalkan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa dalam 4th Ulumuna Annual International Conference di Lombok, NTB, Indonesia

28 Juli 2021   12:48 Diperbarui: 28 Juli 2021   13:32 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Tatang Hidayat (Presenter dalam The 4th Ulumuna Annual International Conference and 1st Indonesia -- USA Transnational Collaboration and Network Forum at Mataram NTB, Indonesia)

Sabtu (29/6/2019) fajar kala itu adzan bersahutan menggemparkan alam sunyi negeri 1000 masjid, pagi buta yang dingin itu saya bersegera menuju masjid raya yang kebetulan dekat dengan penginapan. Masjid Raya Mataram sangat luas, namun jama'ah shalat Shubuh saat itu tidak sampai satu shaf penuh.

Setelah shalat Shubuh diselenggarakan, beberapa jama'ah duduk membuat sebuah halqah, ternyata itu adalah ta'lim yang diselenggarakan jama'ah masjid, dibacakannya beberapa hadis baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Hingga menunggu waktu isyraq, saya ikut menyimak mendengarkan hadis-hadis Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, setelah waktu isyraq tiba, saya melaksanakan shalat sunnah 2 raka'at kemudian baru keluar meninggalkan masjid.

Pagi itu adalah hari yang selama ini ditunggu-tunggu, konferensi internasional yang telah lama saya nantikan, forum dimana bisa belajar dan merasakan pengalaman yang mulia dan berharga satu forum dengan para peneliti dari Negara Amerika Serikat, Belanda, dan beberapa perwakilan peneliti dari kampus-kampus di Indonesia.

Nama lengkap forumnya The 4th Ulumuna Annual International Conference and 1st Indonesia -- USA Transnational Collaboration and Network Forum yang diselenggarakan 29 Juni 2019 di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Adapun yang bertindak sebagai keynote speaker Prof. Nelly Van Dorn-Harder dari Wake Forest University. Konferensi pagi itu diresmikan oleh Rektor UIN Mataram Lombok. Setelah diresmikan baru para pembicara utama menyampaikan gagasannya terutama berkaitan dengan tasawuf.

Adapun dari sesi panel presentasi hasil riset, saya kebagian di ruangan satu yang bertindak sebagai panelisnya Prof. Akh. Muzakki, M. Ag., Grad. Dip. SEA. M. Phil, Ph. D. selaku Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya.

Siang itu hati saya kembali mengharu biru karena mendapatkan kesempatan yang mulia dan berharga menyampaikan hasil riset selama ini yang saya perjuangankan berkaitan dengan sosok yang saya cintai, kagumi dan diteladani selama ini, beliau adalah Asy Syahid KH. Zainal Musthafa, seorang ulama dan mujahid yang berasal dari Sukamanah Tasikmalaya.

Berat memang sebetulnya saat saya harus menyampaikan perjuangan Asy Syahid KH. Zainal Musthafa, karena terlalu mulia perjuangan beliau harus disampaikan oleh seseorang yang sebenarnya belum layak untuk menyampaikannya. Namun saya memberanikan diri menyampaikannya setelah mendapat do'a dan restu dari guru-guru saya, terutama ada Dr. KH. Aam Abdussalam, M. Pd. dari PP Sukahideng Tasikmalaya yang membimbing penulisan riset ini sebagai penulis kedua. Begitupun doa yang diberikan oleh Drs. KH. Anwar Nuryamin, Ust. Yusuf Hazim, Ust. Acep Wahid dari Pesantren Sukamanah Tasikmalaya. Seandainya tidak ada doa dan restu yang diberikan beliau-beliau, tentunya saya tidak berani untuk menyampaikannya.

Ada beberapa poin yang saya angkat dalam riset ini, di antaranya :

Pertama, motif dari perlawanan KH. Zainal Musthafa bukan hanya atas dasar melawan kezaliman penjajahan kafir Belanda dan kafir Jepang, tetapi hakikatnya dilandasi dengan nilai-nilai tauhid karena menolak kemusyrikan. Saat itu setiap pagi masyarakat Tasikmalaya diharuskan melakukan saikeirei, membungkuk setengah badan ketika matahari terbit ke arah Tokyo. Oleh karena itu, landasan perjuangan KH. Zainal Musthafa dilandasi dengan ketauhidan dan menginginkan Indonesia merdeka berdasarkan Islam.

Kedua, berdasarkan referensi lain ternyata ada seorang ulama lagi yang diketahui menolak melakukan saikeirei yakni Haji Abdul Karim Amrullah atau Haji Rasul (ayah Buya Hamka) dari Maninjau, Sumatera Barat. Ini menunjukkan meskipun terpisah dengan jarak yang cukup jauh antara Tasikmalaya Jawa Barat dan Maninjau Sumatera Barat, tetapi karena dasarnya sama adalah tauhid yang kuat maka dalam menyikapi saikeirei pun kedua ulama tersebut ada kesamaan dengan menolaknya.

Ketiga, dari segi nasab ada hal yang menarik dalam diri KH. Zainal Musthafa, karena nasab beliau ke atasnya belum diketahui dikarenakan kurangnya referensi. Namun ketika penulis bersilaturahim kepada salah seorang cucu beliau, yakni Yusuf Hazim, ternyata beliau memperlihatkan kepada penulis salah satu pusaka yakni berupa pedang yang kata Yusuf Hazim diturunkan secara turun temurun dan dikatakan pedang ini berasal dari Kerajaan Mataram Islam. Ini hal yang menarik untuk terus ditelusuri nasab KH. Zainal Musthafa.

Keempat, KH. Zainal Musthafa bergabung dengan Jam'iyyah Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1933. KH. Zainal Musthafa tercatat sebagai Wakil Rois Syuriyah NU Cabang Tasikmalaya. Namun sebelum melakukan perlawanan, beliau mengundurkan diri dari NU. Ini menunjukkan di samping supaya NU tidak terbawa dalam aksi perlawanan beliau, di sisi lain perjuangan beliau bukan untuk kepentingan organisasi atau kelompok, tetapi perjuangan beliau untuk kepentingan umat dan bangsa dengan cara-cara syariah Islam dalam meninggikan Kalimatullah di muka bumi.

Kelima, jejaring ulama luas yang sudah dimiliki KH. Zainal Musthafa sebelum perlawanan. Hal tersebut dibuktikan sebagaimana hasil wawancara Ahmad Mansyur Suryanegara selaku Sejarawan Universitas Padjadjaran kepada EZ. Muttaqin salah satu santri Sukamanah yang saat itu diperintahkan oleh KH. Zainal Musthafa untuk mengirimkan surat kepada KH. Ahmad Sanusi Pimpinan Pondok Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi. Namun EZ. Muttaqin tertangkap di stasiun Bandung dan ditelanlah surat tersebut. Seandainya surat tersebut sampai ke KH. Ahmad Sanusi, dapat dipastikan akan timbul solidaritas protes sosial di Sukabumi.

Keenam, latar belakang pasukan dalam perlawanan Sukamanah hampir sama dengan peristiwa perang Jawa (1825-1830) yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro yang melibatkan banyak pihak baik dari kalangan ulama, santri, dan masyarakat. Pertempuran Sukamanah melibatkan berbagai pihak diantaranya santri Sukamanah, masyarakat Sukamanah, dan pasukan-pasukan Muslim (Lazkar Hizbullah dan Sabilillah) yang ikut bergabung dibawah koordinasi KH Zainal Musthafa.

Ketujuh, KH. Zainal Musthafa dan pasukan Sukamanah sangat memahami dengan utuh konsep jihad Fii Sabilillah, nyatanya saat terjadi pertempuran pasukan Sukamanah diperbolehkan menyerang setelah tentara kafir Jepang memasuki garis batas pertempuran. Yang membuat sedih KH. Zainal Musthafa ternyata yang dikirim pasukan di garis depan adalah kenpeitei yakni polisi pribumi yang bekerjasama dengan tentara kafir Jepang.

Kedelapan, saat peristiwa peperangan, KH. Zainal Musthafa bertindak sebagai komando sambil terus berdzikir memakai tasbih. Saat peperangan sengit terjadi kemudian banyak dari kenpeitei Jepang tewas akhirnya KH. Zainal Musthafa memerintahkan pasukannya untuk menghentikan peperangan dan mundur karena dikhawatirkan kenpeitei yang tewas dan berasal dari pribumi masih banyak yang mendirikan shalat.  Dengan demikian, sebenarnya pasukan KH. Zainal Musthafa bukan kalah tetapi mengalah karena dikhawatirkan pasukan musuh yang tewas dan berasal dari pribumi masih mendirikan shalat.

Kesembilan, jumlah pasukan Sukamanah yang syahid pada peperangan berjumlah 86 orang dan dimakamkan dalam satu lubang. Sekarang pertanyaannya, berapa jumlah dari pasukan musuh yang tewas ? Berdasarkan penuturan beberapa saksi mata kejadian yang disampaikan kepada salah seorang cucu KH. Zainal Musthafa, diperkirakan pasukan musuh yang tewas berjumlah  kurang lebih 300 orang karena dilihat dari jumlah truk yang datang ke Sukamanah. Namun dikarenakan strategi tentara Jepang untuk menyembunyikan kekalahan mereka maka yang tewas tersebut segera dinaikan ke truk dan disembunyikan. Hal demikian diperkuat pasca peperangan begitu sulitnya menemukan berbagai referensi yang menjelaskan tentang peperangan tersebut, dikarenakan  Pesantren Sukamanah langsung diporak porandakan.

Kesepuluh, senjata yang digunakan oleh pasukan Sukamanah mayoritas terdiri dari pedang bambu, namun pedang tersebut atas izin Allah Subhanahu Wa Ta'l bisa lebih tajam dari pedang yang digunakan oleh pihak musuh. Hal yang menarik, ternyata pedang bambu tersebut sangat menakutkan pihak Jepang, pasca peperangan tentara Jepang menyisir pedang bambu untuk diamankan. Namun atas izin Allah Subhanahu Wa Ta'l di salah seorang cucu KH. 

Zainal Musthafa masih menyimpan pedang bambu tersebut sebagai bukti nyata bahwa pedang bambu adalah senjata yang digunakan oleh pasukan Sukamanah. Ada 2 lagi pedang bambu yang tersimpan di Museum Mandala Wangsit Siliwangi Bandung. Dengan demikian total pedang bambu yang baru diketahui ada 3. Peneliti selanjutnya baiknya menelusuri dan mencari pedang bambu yang lainnya sebagai warisan kekayaan para pahlawan dan syuhada Nusantara yang terindikasi masih ada yang menyimpannya pada keturunan pasukan Sukamanah.

Kesebelas, pasca peperangan hari itu juga KH. Zainal Musthafa dan para komandan perangnya di tangkap dan mengalami beberapa siksaan. Namun yang luar biasa, sifat kesatria KH. Zainal Musthafa untuk melindungi para prajuritnya, beliau rela menanggung semua perlawanan Sukamanah untuk ditimpakan kepada beliau, dan beliau memerintahkan kepada pasukan lainnya untuk menyelamatkan diri sendiri. 

Dari kejadian tersebut, akhirnya KH. Zainal Musthafa harus merelakan dirinya mengalami berbagai siksaan, seperti di tembak, di pukul, di siksa, dilindas pakai mesin silinter, bahkan digusur dari padayungan hingga kaum namun berkat pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta'l beliau tidak apa apa, bahkan gamisnya masih utuh. Memang berbagai bukti penyiksaan ini mesti ditelusuri lagi kevalidannya.

Kedua belas, setelah melewati berbagai siksaan,  KH. Zainal Musthafa dipindahkan ke Ancol dan disanalah beliau mengalami eksekusi. Hal ini yang perlu diluruskan, dahulu kita mengenal bahwa beliau dieksekusi dengan cara dipenggal, bahkan kisah beliau pun masuk dalam salah satu adegan Film Sang Kyai.

Namun setelah ditelusuri kebenarannya, eksekusi KH. Zainal Musthafa ternyata bukan dipenggal, tetapi dengan cara beliau duduk diatas papan yang sudah disimpan dibawahnya paku-paku dan dikubur hidup-hidup. Hal tersebut terkonfirmasi saat pihak keluarga menyaksikan penggalian jasad beliau beserta 17 santrinya yang telah dieksekusi dari ancol yang dipindahkan ke Sukamanah ternyata jasad beliau dan 17 santrinya masih utuh. 

Jasad KH. Zainal Musthafa masih utuh lengkap dengan sorban warna kuning emas, tasbih, dan jubahnya serta kepala beliau tidak putus meskipun kurang lebih 29 tahun sudah dikubur. Sorban warna kuning emas, dan 2 pedang bambu masih tersimpan di Museum Mandala Wangsit Siliwangi Bandung.

Ketiga belas, dengan ditemukannya jasad beliau setelah 29 tahun tidak diketahui keberadaanya, asbab penelusuran seorang santri beliau Kolonel Syarip Hidayat, akhirnya jasad beliau beserta 17 santrinya dipindahkan ke komplek taman makam Pahlawan Sukamanah. Perlu ada narasi yang diluruskan selama ini, bahwa kejadian saat itu bukan pemindahan kerangka jenazah, tetapi pemindahan jenazah Asy Syahid KH. Zainal Musthafa, karena jasad beliau memang masih utuh.

Keempat belas, pesantren Sukamanah merupakan satu-satunya  pesantren di Indonesia yang memiliki taman makam Pahlawan. Oleh karena ini, ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Jawa Barat pada umumnya, dan Tasikmalaya pada khususnya bahwa pendahulu mereka adalah para mujahidin yang ikhlas memperjuangkan agama dan bangsanya. Dengan demikian, seharusnya masyarakat Tasikmalaya dan Jawa Barat malu jika saat ini ada yang menjadi penjilat kekuasaan atau menjadi penghianat bangsa bersekongkol dengan para penjajah secara pendahulu mereka adalah para pejuang yang rela mati demi melawan penjajahan.

Kelima belas, jika zaman penjajajah kafir Belanda yang menendang bola salju untuk lahirnya perlawanan nasional adalah dalam perang Jawa (1825-1830) yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dengan menewaskan 15000 serdadu Belanda dan mengeruk kekayaan Belanda hingga 20 juta golden. 

Maka, saat zaman penjajahan kafir Jepang dapat dinyatakan perjuangan KH. Zainal Musthafalah layaknya yang menendang bola salju perlawanan nasional itu, karena pasca perlawanan tersebut akhirnya timbul beberapa perlawanan di berbagai daerah salah satunya di Indramayu.

Keenam belas, sebelum terjadinya peperangan hari Jum'at, 25 Februari 1944, ba'da shalat Jum'at 4 orang kenpeitei datang ke Sukamanah dan berteriak teriak padahal shalat Jum'at masih diselenggarakan. Setelah shalat Jum'at selesai, KH. Zainal Musthafa menemui mereka dan terjadi dialog, karena dialog buntu akhirnya seorang kenpetei Jepang menembakkan pelurunya ke kepala KH. Zainal Musthafa namun beliau tidak apa-apa dan beliau langsung berteriak mengucapkan suatu do'a "Hancur Siah Jepang" . 

Do'a ini menjadi hal menarik, karena do'a yang diucapkan oleh seorang ulama yang sedang dizalimi akhirnya diijabah oleh Allah Subhanahu Wa Ta'l. Pasca perlawanan Sukamanah, pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 Jepang dihancurkan bom atom oleh sekutu di Hiroshima dan Nagasaki.

Ketujuh belas, perlawanan Sukamanah meskipun lingkupnya lokal, namun pengaruhnya hingga nasional bahkan Internasional. Bahkan perlawanan Sukamanah bisa dikatakan tidak hanya mengguncang Tokyo, tetapi juga mengguncang Jerman dan Amerika.

Masih banyak sebenarnya beberapa misteri berkaitan dengan perjuangan Asy Syahid KH. Zainal Musthafa dan Perlawanan Sukamanah. Terutama berkaitan dengan pemikiran, karya tulis dan jaringan santri KH. Zainal Musthafa saat itu. 

Cukup berat menelusuri jati diri ulama-ulama pejuang, apalagi karya tulis yang beliau tinggalkan sangat sedikit, itulah yang saya alami selama 6 tahun terakhir mengkhidmatkan diri riset tentang ulama-ulama pejuang khususnya di Jawa Barat.

Riset yang saya lakukan sebenarnya meneladani dan melanjutkan apa yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya. Hasil riset ini yang sudah dipresentasikan dalam Seminar Internasional di Lombok telah melewati seleksi dan publish dalam Jurnal Ilmiah Ulumuna yang sudah terakreditasi kemenristekdikti SINTA 2.

Naskah selengkapnya silakan bisa didownload dan disebarluaskan di link https://www.pstkhzmusthafa.or.id/asy-syahid-kh-zainal-musthafa-dan-perlawanan-sukamanah/ (versi bahasa Indonesia) dan https://ulumuna.or.id/index.php/ujis/article/view/363/303 (vesi bahasa Inggris).

Mudah-mudahan naskah ini bisa mengobati kerinduan umat terhadap sosok ulama panutan, karena dalam situasi seperti ini, kerinduan untuk menghadirkan sosok ulama panutan terasa sangat wajar.

Hasil riset ini merupakan ikhtiar menampilkan secara jelas sosok tipikal ulama panutan yang dipresentasikan dengan baik oleh Asy Syahid KH. Zainal Musthafa di zamannya. Beliau bersikap oposan pada setiap kekuasaan represif dan tirani dari penguasa imperialis dan berani menentang setiap kondisi yang dianggap mungkar.

Karya ilmiah ini tentu tidak akan membuat perjuangan Asy-Syahid KH. Zainal Musthafa (Tasikmalaya) yang dikenal dengan Sang Singa Singaparna dan para syuhada sukamanah menjadi besar. Justru sebaliknya, kebesaran dan ketulusan perjuangan mereka jauh lebih besar ketimbang apa yang diungkap dalam riset ini. tanpa riset ini pun mereka sudah besar. Saya hanya ingin mengangkat setitik karena hanya segitu yang saya mampu dari bulatan yang mereka miliki. Wallohu'alam bi al-Shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun