Surat Cinta Untuk Habib Rizieq Shihab (Singa Allah Dari Negeri Timur)
Oleh : Tatang Hidayat (Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia)
Mencintai para ulama dan habaib bukanlah lahir dari suatu paksaan, tetapi cinta yang romantis tersebut diwariskan oleh para leluhur secara turun temurun, dari kakek ke ayah, dari ayah ke anak, dan seluruh sanak keluarga. Begitupun dengan mencintaimu, perasaan cinta agung ini bukanlah karena paksaan atau ikut-ikutan, tetapi rasa cinta ini terlahir dari hati nurani dan sudah menjadi budaya dalam keluarga kami.
Sungguh mencintaimu merupakan suatu kehormatan bagi diriku, karena dengan mencintaimu aku berharap bisa mendapat syafa'at dari kakekmu. Meskipun engkau tidak pernah berhenti dicaci, dimaki, difitnah, dikriminalisasi, dibully, dan dizalimi itu tak akan pernah membuat pudar cintaku padamu. Wahai Singa Allah dari Negeri Timur, cucu kandung Baginda Nabi Agung Rasulullah Muhammad SAW, Habib Dr. Muhammad Rizieq Shihab, Lc. MA. DPMSS.
Mulai mengenalmu sejak aku berada pada bangku sekolah dasar, melalui ayah dan para kiai-lah yang mengenalkanmu kepadaku. Dulu engkau selalu rutin datang ke daerahku dalam setiap agenda dakwah.
Bahkan, dalam salah satu agenda dakwah di satu pesantren, aku rela menunggumu sampai larut malam, demi bertemu dan mengambil untaian mutiara hikmah dari dirimu. Setelah sekian lama aku tunggu, akhirnya engkau yang dinantikan segera tiba, lantunan sholawat yang diiringi rebana para santri menyambut kedatangan sosok yang selama ini dinanti.
Sontak semua jama'ah berdiri untuk memberikan penghormatan kepada sosok yang sangat dicintai, meskipun aku tau, sebenarnya dirimu tidak mau diperlakukan seperti itu, karena ketinggian akhlak dan ketawadhuan yang ada dalam dirimu.
Dari kejauhan aku lihat seorang sosok berjubah putih lengkap dengan imamah khasmu, datang ke atas panggung dengan mendapat kawalan para laskar, dari setiap jalan yang kau lewati, para jama'ah begitu berebut sekedar berjabat tangan denganmu, karena begitulah kami diajarkan adab dalam menyambut Ulama dan Habaib.
Namun saat itu, aku tidak sempat bertemu dan mengambil mutiara hikmah secara lengkap dari dirimu, saat waktu yang bersamaan aku mendapatkan berita dari rumah untuk segera pulang karena ada sebuah musibah yang melanda rumahku.
Saat aku pulang dan harus melewati kerumunan para jama'ah, aku masih mendengar suaramu melalui sound system yang sangat menggelegar, nampak ciri khas takbir dan semangat dakwahmu seolah mengobati hati yang gundah karena tidak tahu apa yang terjadi di rumah.
Setelah peristiwa itu, waktu terus bergulir, perasaan cinta dan rindu tetaplah tidak hilang dalam hatiku, meskipun aku belum pernah berjabat tangan denganmu secara langsung. Saat jenjang Sekolah Menengah Kejuruan, aku tetap menjadikan tulisan-tulisan dan ceramahmu sebagai rujukan, begitupun saat aku di pesantren, ceramah-ceramahmu sering aku putar setiap hari Jum'at yang disambungkan ke speaker yang ada di seluruh asrama putra dan putri.