Saat itu pun saya merenung, seolah tidak percaya dengan kabar yang saya terima, bagaimana tidak, seolah baru kemarin saya bersama-sama beliau berjuang dalam menyelesaikan tugas akhir. Namun, kenyataan ini memang adanya, ternyata maut itu tidak melihat usia. Beliau telah berjuang melawan sakitnya selama ini.
Namun sebenarnya masih ada yang mengganjal dalam diri saya, ada sedikit pertanyaan dalam diri ini, karena saya mendapat kabar dari kawannya, bahwa pelayanan rumah sakit tempat beliau dirawat di dalamnya berbeda sebagaimana yang didapatkan oleh orang-orang yang mau membayar perawatan rumah sakit dengan biaya sendiri, bukan mengandalkan program Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS).
Dari sana saya berfikir, yaa Allah semahal inikah biaya kesehatan di negeri ini ? Apakah pelayanan maksimal itu hanya didapatkan oleh orang-orang yang memiliki kekayaan lebih ? Padahal di dalam Islam sudah jelas bahwa negara wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara gratis.
Namun mengapa saat ini pelayanan kesehatan yang baik seolah hanya didapatkan oleh orang-orang yang memiliki kekayaan lebih, cenderung diskriminasi dengan yang menggunakan program BPJS bahkan pelayanan kesehatan saat ini seolah menjadi lahan bisnis bagi para kapitalis.
Mungkin ini sudah menjadi takdir beliau untuk segera bertemu dengan Sang Pencipta, karena seseorang yang baik pasti akan dirindukan oleh Sang Pencipta. Semoga Allah SWT menempatkan kawan saya ini ditempat yang terbaik, karena saya menjadi saksi bahwa beliau merupakan orang yang shalihah dan telah berkontribusi dalam perjuangan meninggikan agama Allah ini.
Saat menjelang sore, saya meminta izin untuk keluar sebentar karena pada hari tersebut ada jadwal mengajar tahsin sebagaimana biasa, karena bagi saya mengajar adalah salah satu bentuk mencari wasilah supaya dimudahkan oleh Allah SWT. Namun, ternyata ibu saya memerintahkan saya supaya tidak ke rumah sakit lagi dan langsung pulang saja supaya bisa beristirahat.
Padahal sebenarnya saya ingin menemani beliau di rumah sakit, namun beliau tetap menyarankan saya untuk pulang dan mempersiapkan untuk keberengkatan mengikuti agenda study comparative yang waktunya sudah H -2. Akhirnya saya izin kepada ibu untuk pulang dan akan kembali di hari esok.
Setelah shalat Isya, sebagaimana biasa saya menemani guru saya (Drs. KH. Ahmad Rifa'i) pulang dari masjid, beliau adalah seorang ulama al-Qur`an yang usianya sudah sepuh, kemudian saya menyampaikan keadaan ibu sekaligus meminta do'a kepada beliau. Ternyata setelah saya sampaikan keadaan ibu, esok-nya beliau dan istrinya menjenguk ibu saya ke rumah sakit, dan mendo'akan langsung untuk kesembuhan ibu.
Manjadi kebahagiaan tersendiri bagi saya, ibu di do'akan oleh salah seorang ulama besar al-Qur`an yang ada di Kota Bandung, yang mana dalam lisan beliau selalu terucap kalimat-kalimat al-Qur`an, tasbih, tahlil, tahmid, istighfar dan beberapa kalimat thoyyibah lainnya.
Padahal meskipun dido'akan dari rumah dan tidak menjenguk langsung pun saya sudah senang. Namun, ternyata beliau datang ke rumah sakit, padahal usianya sudah tidak muda lagi, bahkan jalannya pun sudah kelihatan mengalami kesakitan dan tidak sebagaimana jalannya orang-orang pada umumnya.
Saat beliau pulang, tidak lama ternyata ibu saya dinyatakan dokter sudah bisa pulang, masya Allah ternyata memang benar bahwa do'a dari seorang guru yang ikhlas bisa menjadi wasilah kesembuhan murid-muridnya. Sejak saat itu saya dan ayah mempersiapkan untuk kepulangan ibu ke rumah, setelah mengurus administrasi semuanya, tibalah setelah shalat Ashar akhirnya ibu bisa pulang, namun saya tidak menemani sampai rumah, dikarenakan kata ibu harus segera mempersiapkan untuk keberangkatan hari besok.