Menteri Kesehatan sebaiknya perlu menunda penjadwalan pemberikan vaksin kepada nakes bila vaksin yang digunakan pertama kali adalah vaksin berefikasi rendah. Alasannya adalah pemerintah harus melindungi pasukan frontline dari perang melawan COVID-19 yaitu para tenaga kesehatan. Jika mereka perlu divaksin secara prioritas maka Menkes seharusnya memberikan vaksin berefikasi tertinggi seperti yang dilakukan di negara maju.
Vaksin sinovac dapat tetap digunakan namun secara porsi mungkin hanya sekitar 20-30% dari total dosis yang akan dimassalkan, sisanya 70-80% menggunakan kombinasi vaksin berefikasi tinggi diatasnya.
Terkait dengan keuangannya, Pemerintah tidak perlu khawatir karena pemerintah dapat membeli vaksin berefikasi tinggi dari Pfizer, Moderna , sputnikV dan Astrazeneca tersebut menggunakan fasilitas yang diatur UU Nomor 2 Tahun 2020 yaitu menawarkan pembelian SUN kepada Bank Indonesia. Karena pembelian vaksin dapat dikategorikan sebagai publik good.
Singkatnya pemerintah perlu memperbaiki kebijakan vaksinasinya berdasarkan dirilisinya angka efikasi Sinovac yang jauh dibawah ekspektasi 65.3% melalui perbaikan kebijakan yaitu memberikan vaksin ber-efikasi tinggi kepada prioritas pertama yaitu relawan nakes dan para pelayan publik yang secara jumlah tidak terlalu besar.
Selanjutnya pemberian gelombang kedua vaksinasi dapat dikombinasi dengan vaksin ber-efikasi rendah mengingat ketersediaannya vaksin ber-efikasi tinggi masih terbatas.
Bila ketersediaan vaksin sudah berlimpah, vaksin ber-efikasi rendah akan ditinggalkan oleh masyarakat sehingga produsen vaksin berefikasi rendah akan meningkatkan risetnya agar mencapai vaksin yang lebih tinggi efikasinya. itulah mekanisme pasar yang akan terjadi di tahun-tahun mendatang. Vaksin berefikasi rendah akan tidak memiliki pasar di mana pun di seluruh dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H