Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Pakar Kebijakan Publik

Achmad Nur Hidayat (Born in Jakarta) previously earned Master Public Policy on Economic Policies from Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore (NUS) and from Tsinghua University, Beijing China in 2009. He had an executive education from Harvard Kennedy School of Government, Boston-USA in 2012. He is currently assisting and providing recommendation for both the Supervisory Board of Central Bank of Indonesia and Government of Indonesia in the effort to increase sustainable economic growth, maintain the financial system stability and reinvent human resources capacities in line with technological disruption. He was Chairman of Student Boards (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia) University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Fakta dan Dampak Ledakan Beirut Lebanon Kemarin

5 Agustus 2020   07:27 Diperbarui: 5 Agustus 2020   10:51 2880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PM Rafik Al Hariri dibunuh 15 tahun yang lalu dengan sebuah bom truk yang membentuk kawah mirip dengan kawah Bom Bali 1. Kematian Rafik memicu pergolakan regional yang akhirnya mengakhiri kehadiran militer Suria selama 29 tahun di Lebanon setelah penyelidik PBB menemukan ada kaitannya dengan pemboman tersebut.

Pembunuhan tersebut juga memicu ketegangan politik dan sektarian di seluruh timur tengah terutama saat penyelidik PBB mulai mengkaitkan adanya hubungan Hezbullah dengan beberapa kematian lain seorang politisi yang dekat dengan sekutu dan negara Arab Suni yang menentang Teheran Iran.

Hezbullah adalah partai politik dalam pemerintahan Lebanon dan kelompok yang memiliki gerilyawan bersenjata melawan Israel di perbatasan Golan. Hezbullah telah membantah peran apa pun dalam pembunuhan Hariri dan menolak pengadilan yang berbasis di Belanda itu sebagai politisasi.

Hezbullah telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Inggris, Argentina dan Honduras serta Dewan Kerjasama Teluk Muslim Sunni (GCC), yang meliputi Arab Saudi, UEA, Bahrain dan Kuwait. Uni Eropa mengklasifikasikan sayap militer Hizbullah sebagai kelompok teroris, tetapi bukan sayap politiknya.

Para pendukung Hariri, termasuk putranya Saad yang kemudian juga menjabat sebagai perdana menteri, mengatakan mereka tidak mencari balas dendam atau konfrontasi, tetapi putusan pengadilan harus dihormati.

Pendukung Hariri berharap para terdakwa akan diserahkan jika terbukti bersalah, tetapi putusan bersalah dapat menimbulkan masalah bagi pemerintah Lebanon dan dapat memperdalam keretakan yang tidak terselesaikan sejak perang saudara 1975-1990. Negara ini sudah terdampak dari krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade dan kini wabah COVID-19 yang semakin menekan ekonomi negara tersebut.

Kejadian ledakan akan menambah berat ekonomi Lebanon disamping ancaman perang saudara akan terjadi lagi bila pihak keamanan lebanon bertindak gegabah dengan menyudutkan Hezbullah tanpa bukti. Semoga hal-hal buruk dari peristiwa ledakan tersebut dan pandemi Covid 19 tidak  menambah beban kemanusiaan lebih banyak lagi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun