Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Konsultan - Pakar Kebijakan Publik

Achmad Nur Hidayat (Born in Jakarta) previously earned Master Public Policy on Economic Policies from Lee Kuan Yew School of Public Policy National University of Singapore (NUS) and from Tsinghua University, Beijing China in 2009. He had an executive education from Harvard Kennedy School of Government, Boston-USA in 2012. He is currently assisting and providing recommendation for both the Supervisory Board of Central Bank of Indonesia and Government of Indonesia in the effort to increase sustainable economic growth, maintain the financial system stability and reinvent human resources capacities in line with technological disruption. He was Chairman of Student Boards (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia) University of Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

BUMN Harus Jadi Penggerak Ekonomi Antisipasi Resesi

4 Agustus 2020   10:39 Diperbarui: 4 Agustus 2020   10:31 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: CNBC Indonesia

Menghadapi ancaman resesi di depan mata mampukah BUMN menjadi penggerak ekonomi? Pelibatan BUMN dalam berbagai program PEN satu sisi adalah pengakuan kemampuan BUMN selama ini. namun bila BUMN gagal maka dampak kerusakannya juga besar. Pengelolaan BUMN harus memperhatikan resiko reputasi dan resiko konflik kepentingan agar BUMN menjadi penyelamat ekonomi.

Dalam zoominari kebijakan publik  yang diselenggarakan narasi institute beberapa hari lalu, para narasumber ekonom konsen dengan resesi yang akan terjadi dalam waktu dekat dan mencari jawaban bagaimana menghindari resesi.  Resesi secara resmi ditunjukan dengan penurunan 2 kuartal berturut-turut mengalami negatif growth pada tahun berjalan.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal Agustus 2020 akan merilis data pertumbuhan triwulan kedua 2020.  Bank Indonesia dan Kemenkeu sudah mempublikasikan bahwa triwulan kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia ada pada level negatif -4.3% (yoy).

Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi triwulan pertama di rilis BPS hanya tumbuh 2,97 % (yoy) dimana pertumbuhan tersebut sudah turun 2% lebih lambat dibanding pertumbuhan triwulan 4/2019  (4,97%). Penurunan tersebut sudah merupakan indikasi akan terjadi resesi ekonomi. 

Oleh karena itu rencana pembiayaan besar senilai Rp903.46 triliun diumumkan Presiden Jokowi 29 Juni 2020 untuk mengantisipasi resesi itu. Kebutuhan pembiayaan APBN yang mencapai Rp 903,46 triliun merupakan penyesuaian terhadap Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020.  Namun ternyata tidak juga dapat menghindari ekonomi tumbuh menjadi negatif di triwulan kedua ini.

Sudah ada 10 negara yang mengalami resesi ekonomi akibat covid diantaranya adalah Australia, Jepang, Perancis, Singapura, Korea Selatan, Hong Kong, Jerman, Amerika, Spanyol  dan Italia. Resesi ekonomi ditunjukan dari penurunan pertumbuhan dua triwulan berturut-turut.

Ekonomi AS anjlok ke level -32,9% di Kuartal II-2020, sebelumnya -5% pada kuartal I-2020, Ekonomi Jerman kontraksi sebesar -10,1% sebelumnya -2.2%, Singapore -41.2%, Australia -7%, Hongkong -9%, Korsel -3.3% sebelumnya -2.9%,  pada kuartal II-2020.

Menghadapi ancaman resesi di depan mata mampukah BUMN menjadi penggerak ekonomi?

BUMN Solusi Resesi: Perlunya Restrukturisasi Bussines Model BUMN 

BUMN memiliki peran besar di berbagai sektor usaha. Karena mayoritas pendapatan bruto Indonesia itu adalah dari BUMN. BUMN ada disemua sektor kehidupan mulai dari transportasi, kesehatan, perbankan, mineral, jasa dan sebagainya. 

Aset BUMN selalu naik tiap tahunnya. Pada tahun 2004 aset BUMN sebesar  1,191 triliun, kemudian naik Rp2000 triliun (2009),  Rp5200 triliun (2014) dan terakhir meningkat menjadi Rp8092 triliun (2019). 

Peningkatan aset BUMN ini merupakan modal dasar BUMN untuk menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Dampak peningkatan aset BUMN tersebut adalah kontribusi langsung yang diberikan kepada APBN berupa pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan dividen yang terus meningkat. 

Dividen BUMN pada kuartal 1 2020 tercatat sangat baik yaitu Rp86.94 triliun. Bandingkan sepanjang tahun 2019 dividen BUMN hanya Rp50.63 triliun dengan 10 BUMN terbesar penyumbang dividen adalah Bank BRI, Telkom, Pertamina, Bank Mandiri,  PLN, BNI, Penggadaian, Inalum, Pupuk Indonesia dan Jasa Raharja.

Bila jeli, BUMN ini merupakan pemutus lingkaran setan pelambatan ekonomi di era pandemi COVID19 karena BUMN bergerak diseluruh sektor kehidupan dan BUMN dijadikan alat program utama PEN oleh pemerintah. BUMN sehat dapat menjadi menyangga korporasi dan UMKM yang mengalami kesulitan likuiditas. Namun catatan pentingnya adalah hanya BUMN sehat yang dapat menyelesaikan persoalan ekonomi rakyat tersebut. 

Sayangnya, banyak BUMN juga terdampak Covid19 salah satunya adalah Garuda Indonesia. Garuda Indonesia mencatat rugi Rp10 triliun pada Semester I-2020 akibat penurunan jumlah penumpang secara signifikan.

Masalah BUMN lain yang serius adalah masalah penerapan CGC (Good Corporate  Governance) seperti kasus penyelundupan Harley Davidson dan Bromton oleh petinggi BUMN, memoles laporan keuangan seperti kasus Jiwasraya, dan kasus korupsi PT Asabri.

BUMN perlu melakukan restrukturisasi model bisnis dan model tata kelola secara drastis bila akan digunakan sebagai alat pemulihan ekonomi nasional sebab tanpa melakukan hal tersebut terlebih dahulu, Dana PEN yang diperoleh dari pembiayaan dengan bunga besar itu akan sia-sia dan dapat menjadi bancaan oknum pejabat BUMN yang bermasalah.

Kepercayaan Publik terhadap BUMN tinggi Modal Pertama Pemulihan Ekonomi

Publik mempercayai BUMN lebih baik sejak Erick Thohir bertindak tegas terhadap penyimpangan yang dilakukan Petinggi Garuda dalam kasus Harley dan Brompton. 

Kepercayaan tersebut semakin meningkat sejak penunjukan Erick Thohir sebagai Ketua Komite Penanganan Covid dan PEN oleh Presiden Jokowi. Erick Thohir dikenal nompartisan dan tidak mencari kekayaan lagi. 

Program PEN juga banyak melibatkan kepada BUMN diantaranya Penempatan Uang Negara melalui Program Bank Jangkar kepada Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) sesuai PMK 70. Melalui aturan tersebut diharapkan Bank BUMN seperti Mandiri, BRI, BNI, dan BTN dapat berperan aktif dalam memulihkan ekonomi nasional.

Ada juga stimulus dalam bentuk penempatan dana pemerintah sebagai penyangga likuiditas bank pelaksana sesuai PMK 64. 

Program subsidi bunga sebagai salah satu program PEN dilakukan melalui BPR, perbankan, dan perusahaan pembiayaan. Selain itu ada Kredit Usaha Rakyat (KUR), Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) dan pegadaian.

Stimulus dalam bentuk penjaminan kredit modal kerja BUMN sesuai PMK 71 dilakukan langsung ke BUMN melalui Jamkrindo dan Askrindo. 

Alokasi modal kerja untuk sektor korporasi dan padat karya juga dilakukan oleh BUMN.

Maksud seluruh program PEN diberikan kepada BUMN adalah agar BUMN menjadi penggerak ekonomi. Namun hal tersebut bukan tanpa resiko. Diantaranya ada resiko reputasi BUMN dan Resiko Konflik Kepentingan. 

RESIKO REPUTASI BUMN

Pelibatan BUMN dalam berbagai program PEN satu sisi adalah pengakuan kemampuan BUMN selama ini. namun bila BUMN gagal maka dampak kerusakannya juga besar. 

Sebagai contoh dalam prakik program PEN melalui bank jangkar. Pelibatan Himbara tersebut karena negara percaya bahwa bank BUMN dapat merampungkan urusan internalnya sekaligus di waktu yang sama mengatasi persoalan-persoalan keuangan di sektor-sektor produktif (pertanian, perkebunan, jasa, perdagangan, dan perindustrian). 

Bagaimana jadinya bila bank BUMN ternyata memiliki masalah yang kronis pada internalnya. Dana penempatan PEN sebesar Rp30 tiliun ternyata habis untuk mengatasi masalah internal mereka tersebut.

Begitu juga dengan program subsidi bunga, Pemerintah ingin agar perusahaan-perusahaan BUMN di bidang keuangan dapat menjadi katalis menjaga agar para debitor mikro dan kecil bisa bertahan. 

Namun bila program tersebut ternyata untuk menyelamatkan pengusaha besar yang sudah bermasalah sebelum covid19 ada, bukan para UMKM maka reputasi BUMN keuangan akan rusak dan maksud PEN untuk penyelamat ekonomi tidak akan tercapai.

Jelas, Resiko reputasi dapat menjadi persoalan di kemudian hari. Bila ternyata persepsi publik salah bahwa program PEN diemban oleh BUMN bersih dan sehat ternyata BUMN tersebut sakit dan rusak maka program PEN tidak akan menyelematkan pemulihan ekonomi nasional malah menambah terpuruk ekonomi bangsa.

Begitu juga dengan program subsidi bunga, bila program tersebut ternyata untuk menyelamatkan pengusaha besar  yang sudah bermasalah sebelum covid19 ada dan bukan para UMKM maka program PEN akan sia-sia.

RESIKO KONFLIK KEPENTINGAN BUMN

Pekerja PHK Dan Menjeritnya Pengusaha non BUMN . Pandemi Covid-19 ini telah membuat sejumlah pengusaha swasta terpaksa gulung tikar dan menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menurut KADIN, Pekerja yang Kena PHK dan dirumahkan sudah tembus 6 Juta orang. Apa yang harus dilakukan program PEN untuk membantu mereka yang di-PHK?

Komite Covid19 dan PEN mendapatkan arahan dari Presiden Jokowi (27 Juli 2020) untuk memberikan kredit kepada pegawai yang menjadi korban PHK dan UMKM bersifat rumahan. Mereka akan diberikan bunga rendah agar dapat berusaha di tatanan keluarga. Penyalurannya akan melibatkan Bank BUMN tentunya. PHK tidak hanya terjadi pada perusahaan swasta namun ternyata terjadi juga pada BUMN. 

Ada 9 (sembilan) BUMN setidaknya telah melakukan PHK dan merumahkan 3.225 karyawan sejak Februari hingga Juli 2020. Nah ini menjadi tantangan juga apakah program PEN dibawah naungan BUMN memprioritaskan lebih dahulu bantuan untuk BUMN dan pegawainya yang terPHK atau pengusaha-pengusaha non BUMN bersama-sama. Bukan alih-alih memulihkan ekonomi malah dapat mendorong resesi lebih cepat dan lebih dalam. 

PERKUAT BUMN MELALUI TRANSPARANSI PROGRAM PEN

Meningkatnya reputasi BUMN di publik terutama dipercayanya BUMN menjalankan program pemulihan ekonomi nasional, bukan berarti tidak ada resiko bagi BUMN. Resiko Reputasi dan Resiko Konflik Kepentingan menjadi dua resiko terbesar yang dihadapi pengelola BUMN. 

Oleh karena itu untuk menghindari 2 resiko tersebut diperlukan proses transparan yang disampaikan secara berkala kepada publik. Siapa saja penerima subsidi bunga, pelaku usaha mana saja yang mendapatkan relaksasi kredit, kepada UMKM mana penempatan modal kerja diberikan merupakan contoh transparasi yang diharapkan

Pemberian transparansi juga sebaiknya dilakukan berkala dan dapat diakses oleh siapapun secara online. Meski banyak program PEN yang dilakukan oleh banyak BUMN namun sebaiknya pelaporan transparansi dilakukan terpusat dan satu pintu sehingga memudahkan publik mengawasinya.

Akhirnya, bila BUMN yang sehat dan reliabel (dapat terpercaya) menjalankan program-program PEN dengan transparan akhirnya pemulihan ekonomi nasional dapat tercapai dalam waktu dekat. Semoga triwulan ketiga nanti pertumbuhan Indonesia tidak negatif. 

Semoga. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun