Ada juga stimulus dalam bentuk penempatan dana pemerintah sebagai penyangga likuiditas bank pelaksana sesuai PMK 64.Â
Program subsidi bunga sebagai salah satu program PEN dilakukan melalui BPR, perbankan, dan perusahaan pembiayaan. Selain itu ada Kredit Usaha Rakyat (KUR), Pembiayaan Ultra Mikro (UMi), Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar) dan pegadaian.
Stimulus dalam bentuk penjaminan kredit modal kerja BUMN sesuai PMK 71 dilakukan langsung ke BUMN melalui Jamkrindo dan Askrindo.Â
Alokasi modal kerja untuk sektor korporasi dan padat karya juga dilakukan oleh BUMN.
Maksud seluruh program PEN diberikan kepada BUMN adalah agar BUMN menjadi penggerak ekonomi. Namun hal tersebut bukan tanpa resiko. Diantaranya ada resiko reputasi BUMN dan Resiko Konflik Kepentingan.Â
RESIKO REPUTASI BUMN
Pelibatan BUMN dalam berbagai program PEN satu sisi adalah pengakuan kemampuan BUMN selama ini. namun bila BUMN gagal maka dampak kerusakannya juga besar.Â
Sebagai contoh dalam prakik program PEN melalui bank jangkar. Pelibatan Himbara tersebut karena negara percaya bahwa bank BUMN dapat merampungkan urusan internalnya sekaligus di waktu yang sama mengatasi persoalan-persoalan keuangan di sektor-sektor produktif (pertanian, perkebunan, jasa, perdagangan, dan perindustrian).Â
Bagaimana jadinya bila bank BUMN ternyata memiliki masalah yang kronis pada internalnya. Dana penempatan PEN sebesar Rp30 tiliun ternyata habis untuk mengatasi masalah internal mereka tersebut.
Begitu juga dengan program subsidi bunga, Pemerintah ingin agar perusahaan-perusahaan BUMN di bidang keuangan dapat menjadi katalis menjaga agar para debitor mikro dan kecil bisa bertahan.Â
Namun bila program tersebut ternyata untuk menyelamatkan pengusaha besar yang sudah bermasalah sebelum covid19 ada, bukan para UMKM maka reputasi BUMN keuangan akan rusak dan maksud PEN untuk penyelamat ekonomi tidak akan tercapai.