Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat
Rahmat Hidayat Mohon Tunggu... Guru - Anak Pulau

Berjalan di batas samudera

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sumarak Kampuang Halaman

23 Mei 2020   18:04 Diperbarui: 23 Mei 2020   18:02 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hidup di kampuang hidup badunsanak. Tidak pilih suku. Hidup dikampuang hidup bermasyarakat. Saciok bak Ayam, sadanciang bak Basi. Bergotong royong. Inilah keistimewaan, kekayaan yg sulit dicari dibelahan dunia lain.

Budaya kias dan cimeeh, seiring waktu mengajarkan, bahwa setiap generasi harus mampu menerjemahkan sebagai sebuah modal dan Spirit.

Cimeeh ya cimeeh! Harus hati-hati mengartikan nya. Kalau sempat salah arti. Bisa mati pucuk dibuatnya. Mematahkan tunas yg sdg bertumbuh. Layu sebelum berkembang. Tapi kalau pandai, malah sebaliknya. Dia bisa menjadi pelecut yg membuat kuda bisa berlari kencang. Bahkan inilah yg bisa membuat kita memiliki daya lenting yg tinggi. Melengkung, liat, kuat, licin Seperti Rotan. Sulit dipatahkan.

Sebagai anak bujang yang sudah pandai bersirawa Panjang. Pada bulan Ramadhan, tahun 2010 saya baru wisuda S1.

Baru beberapa bulan. Puasa sudah berjalan hampir Dua Minggu. Sumarak kampuang dek nan mudo. Tapi belum juga tampak tanda tanda ke arah itu.

Beberapa tahun Sebelum itu, sempat vakum tdk ada acara pemuda. Acara lebaran. Disebabkan oleh berbagai hal. Saya menangkap untuk menghidupkannya kampuang menginginkan ada generasi baru yg muncul memulai kembali.

Dari beberapa kali diskusi yg tidak formal dg kawan kawan dilapau-lapau. Saling menelusuri,  menyelami hati dan pikiran masing-masing. Sampai lah kami pada kesimpulan. Saat nya sudah tiba utk generasi kami.  Pasang sudah dipundak. Beban harus dijujung. Pastinya kami tidak ingin sejarah mencatat generasi kami sbg generasi gagal. Sudah tiba saatnya Ingin melakukan sesuatu utk kampuang halaman, sebisa apa yg kami bisa pula.

Singkat cerita,  belajar kpd yg sudah sudah. Mengingat waktu lebaran semakin dekat.  Saya dan kawan kawan harus bergerak cepat. Tim yg bergerak ada Aciak Enggi. Anton, Denis. Dendeng, CK. Aap dan banyak lagi.

Dari diskusi kami. Kami sdh seniat dan sepakat bahwa kami akan mengangkat acara pemuda. Langkah pertama yg kami lakukan adalah menemui ketua pemuda. Tokoh masyarakat, tokoh pemuda untuk meminta Arahan, Nasehat atas rencana ini. Gayung bersambut semuanya mendukung.

Tindak lanjut dari itu, saya sendiri mengetik undangan Rapat pembentukan PHBI. Supaya Undangan mjd resmi,  Undangan saya tanda tangani sbg orang yang mengundang/Inisiator. Diketahui oleh Ketua Pemuda.

Semua pemuda/i, pemuka dan tokoh masyarakat kita undang. Undangan disebar. Ditempel di tempat keramaian. Rapat lah kami sesuai isi undangan. Saya di minta menyampaikan maksud dari pertemuan itu, sekaligus mjd moderator.

Hasil rapat memilih saya sebagai ketua Panitia (PHBI), Sekretaris nya Aap. Bendahara Aciak Enggi. Ketika ada yg bertanya apa konsep acara? Saya Jawab. "Sederhana saja, hiburan rakyat. Permainan, perlombaan anak anak dg hadiah ringan. Ditutup dg acara malam hiburan. Melihat lebaran kurang seminggu lagi, kalau dana memadai malam hiburan kita buat acara pakai Orgen. Kalau tidak nanti kita berabab Pasisia diposko pemuda  sambil minum kopi dan makan goreng Ubi"

Dalam hati, saya ingin acara tahun itu meriah. Saya rindu, dan ingin menghadirkan sumarak nagari yang hilang Dua Puluh Tahun Silam.

Saya membayangkan masa kecil yg tidak sabar menunggu hari Raya Idl Fitri. Dalam bayangan saya begitu sumarak nya waktu itu. Sebelum masuk bulan Ramadhan pemuda sdh rapat membentuk panitia PHBI. Semuanya aktif laki laki dan perempuan.

Masih segar diingatan saya. Dulu waktu saya kecil, damping rumah sepulang tarwih pemuda/i latihan Sandiwara/Drama. Saya pernah sbg peran kecil dalam Sandiwara ini. Sbg Rambun Pamenan (Pemeran Utama). Yang melatihnya Nang Isur. Beliau Sekolah di ASKI Padang Panjang.

Dirumah banyak orang latihan menari. Tari Piriang. Tari Lilin. Tari Sapu tangan dan tari payuang. Dan banyak lagi. Pelatih nya Celok Upik (Adik Perempuan Ibu). Celok sekolah di SMKI Padang.  Waktu itu belum banyak orang sekolah ke Padang. Latihan diterangi lampo Strokeng. Listrik Belum masuk.

Saya hapal sekali nama dan wajah senior yg aktif waktu itu. Semuanya aktif, laki dan perempuan. Bergotong royong. Bersuka cita. Menyambut hari raya.

Setelah Shalat ID. sering saya terlibat menikmati perlombaan anak seumuran saya. Lomba makan kerupuk. Pacu karung. Tarik tambang. Membawa bola Pingpong diatas sendok sambil berjalan. Sbg hadiah kami mendapat buku tulis. Buku leces dan pensil. He, he. Pokoknya Seru masa itu.

Malam nya  masyarakat dari ujung ke ujung berkumpul menyaksikan tari tarian,  Sandiwara. Dan permainan lainnya.

Untuk membuat pentas pertunjukan ini dilakukan secara gotong royong oleh pemuda. Semuanya ikut sibuk mulai dari mencari kayu sampai pentas berdiri dan dihias.

Biasanya malam puncak ada pertunjukan BAND. Setiap desa pemuda berlomba Charter BAND ternama. Terbaik. Yang Sering main di kampung waktu itu. BAND Ganto Minang. Terakhir BAND Mandala.

Sumarak, keseruan, Suka Cita inilah yg  di tunggu tggu di hari raya. Bayangan inilah yg membuat orang di rantau yg membuat rindu dg kampung halaman.

Kembali kecerita di generasi saya. Kami paham zaman telah berubah. Tapi kami ingin menghadirkan Sumarak kampuang yg hilang Beberapa tahun silam. Walaupun dalam bentuk yang berbeda menurut zamannya.

Tiga hari menjelang lebaran ketua mesjid menawarkan kpd panitia. Ada  borongan pekerjaan mengecat Tonggak Mesjid.  Pemuda yg mengerjakan. Upah nya nanti masuk ke kes  panitia. Untuk Modal Acara.

Tawaran ini tdk kami sia sia kan. Dalam hati saya berpikir. Kalau sebuah kegiatan yg di awali dengan Aktivitas di Mesjid maka kemuka jalan ini akan lapang.

Ya,  pekerjaan itu kami lakukan. Pemuda sdh banyak ke Mesjid.  Untuk meramaikan suasana tentunya kami putar kaset lagu kasidah menggunakan Toa pengeras suara.  Tidak jarang di antara kami membumbui pekerjaan ini dg candaan. Dan lucu lucuan.

Dengan bekerja pemuda di mesjid. Nampak mulai ada tanda-tanda hari raya. Kesibukan pemuda mulai terasa. Mulai Semarak.

Saya melihat, kawan kawan sdh bersemangat. Ini sudah modal. Untuk tambahan dana kami dirikan bersama sama komedi putar (Buayan Kaliang) untuk dari hasil komedi putar Dibagi dua Separoh utk yg tukang putar. Separoh masuk ke kas Panitia.

Allahu Akbar 3X. selesai shalat ID. Tidak ingin membuang momentum, saya dan kawan kawan keliling menemui perantau membawa proposal mohon sumbangan dana.  Banyak kami dapat hari itu. Lebih 1,5 Juta Rp.

Besok pagi. Saya cs. Menjemput Toa ke Mesjid dibwa ke posko pemuda.  Ditanah lapang samping posko pemuda permainan/perlombaan anak anak kami buat.  Begitu TOA sudah hidup maka ramailah anak anak berdatangan.  Mereka penuh keseruan. Terasa berhari raya bagi mereka waktu itu.

Selain itu kami juga menjalankan sumbangan katidiang/Baki. Lumayan yang terkumpul. Setiap malam pendapatan kami hitung bersama sama di posko pemuda. Disaksikan semua yg hadir.

Melihat hal itu, merasa masih kurang dari target kawan kawan bersemangat merogoh saku dan mencari tambahan dana.

Singkatnya, dari kerjasama, kerja keras kawan kawan pemuda. Akhirnya Kami mampu  menjemput Organ Flamboyan sedang hits. Sesuai selera Pemuda.

Tibalah di hari malam puncak. Malam hiburan. Kami undang tokoh masyarakat, Tokoh Pemuda. Ramai Sekali malam itu.  Ditambah pula permainan hiburan lainnya.

Malam itu saya merasakan, kerinduan pada suasana yg sempat hilang beberapa tahun belakangan,  hadir kembali. Terasa semarak.

Saya melihat malam itu, air muka. Suka cita dari kawan kawan dan Adik Adik. Mereka tersenyum puas bahagia atas kerja keras mereka semua. Semarak itu kembali hadir di kampung kita.

Saya ingat betul, seorang tokoh pemuda,  setelah acara selesai menyampaikan apresiasi di depan orang banyak atas kerja keras semua panitia dan pemuda, Sambil mengacungkan jempolny.

Bersambung...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun