Mohon tunggu...
Mohamad Hidayat Muhtar
Mohamad Hidayat Muhtar Mohon Tunggu... Dosen - MENULIS ADALAH CANDU BAGI SAYA

"MENULIS ADALAH BEKERJA UNTUK KEABADIAN" PRAMOEDYA ANANTA TOER

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kemana Hukum Kita Harus Berlabuh? (Suatu Tinjaun Kritis Penegakan Hukum di Indonesia)

4 April 2019   18:56 Diperbarui: 5 April 2019   02:44 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lebih tepatnya dikatakan sebagai daya tawar politik kita ketahui bersama satu -satunya lembaga yang berwenang dalam mebuat UU adalah DPR. Penegakan hukum dijadikan komoditas politik artinya bahwa penegakan hukum itu harus sesuai dengan keinginan DPR bahkan harus dapat melindungi DPR kita masih teringat bagaimana DPR yang berusaha untuk merevisi UU Tipikor yang dianggap sangat mengangu konstalasi Politik diarena Dewan walaupun dikatakan hal ini sebagai bagian dari supermasi hukum agar nantinya KPK tidak melampui alat penegak hukum lainya akan tetapi hal ini hanya sebagai ungkapan bersayap yang mempunyai maksud utama untuk memperlemah penegakan hukum (Korupsi) di Indonesia.

5. Lemahnya sumberdaya manusia

Lemahnya SDM bidang hukum berakibat dengan penanganan permasalahan hukum. Masih segar diingatan tentang kasus sandal jepit yang sampai pada proses peradilan. Padahal, nilai barang bukti yang menjadi persoalan tidak seberapa, di samping terdakwanya masih di bawah umur atau anak-anak. Walaupun memang ini merupakan tindak pidana akan tetapi Jika pendekatan impersonal dikedepankan, masalah ini dapat diselesaikan di luar prosedur hukum karena masih tergolong anak-anak.

6. Advokat tahu hukum versus advokat tahu koneksi.

Seperti telah disinggung sebelumnya tentang" Sistem beracara dikampus tidak sama dengan sistem beracara diluar kampus" hal ini menjadi latar belakang advokat yang hanya mempergunakan koneksinya daripada keilmuanya dalam membantu para pencari keadilan beberapa contoh kasus telah dijelaskan sebelumnya misalnya OC Kaligis yang memberikan suap atau Fredrich Yunadi memanfaatkan temanya sendiri dengan membuat laporan kedokteran palsu yang menghalangi proses hukum setya novanto.

7. Keterbatasan anggaran.

Anggaran merupakan salah satu factor utama dalam penegakan supermasi hukum. Sebaik-baiknya hukum jika tidak didukung dengan anggaran yang baik pastinya tidak akan berjalan dengan lancar. Salah satu contonhya adalah Dari sisi satuan besaran anggaran untuk tiap perkara juga sangatlah minim. Anggaran Kejaksaan saat ini dialokasikan hanya sebesar 3 juta rupiah, dan 6 juta rupiah untuk Kejari yang tidak satu wilayah dengan Pengadilan Negeri (PN). Anggaran berkisar 3 dan 6 juta rupiah disama ratakan untuk seluruh wilayah Kejari tanpa ada pembedaan jenis. Kejaksaan tidak bisa menyamaratakan penanganan perkara terhadap semua jenis kasus. Karena pembuktian untuk kasus pencopetan biasa akan sangat berbeda dengan pembuktian terhadap perkara-perkara seperti illegal logging, illegal fishing, terorisme, dll.[2] 

8. Penegakan hukum yang dipicu oleh media masa

Hal ini menjadi hal yang biasa dalam dunia penegakan hukum saat ini dimana kecenderungan apparat hukum untuk mendahulukan suatu perkara yang menjadi isu nasional yang banyak diberitakan di media masa. Salah satu kasus yang menggelitik adalah kasus bank Century dimana kasus ini pernah hangat dan heboh pada masa pemeritaahan Susilo Bambang Yudhyono (SBY) akan tetapi penanganan kasus ini ikut menghilang ketika tidak lagi menjadi berita utama dimedia masa dan lucunya kasus ini kembali ditangani karena masifnya media masa memberitakan mantan Wakil presiden Indonesia Boediono terlibat dalam kasus ini akan tetapi siklus lupa itu terjadi lagi dimana kasus ini tidak tentu arah dan rimbanya ketika tidak diberitakan oleh media masa.

Mencekam itulah yang kata yang harus dikatakan bukan hanya ketika kita menonton film horror akan tetapi dalam penegakan hukum di Indonesia. Penulispun ketika membaca kembali 8 faktor diatas merasa bahwa permasalahan ini telah mendarah daging oleh karena itu butuh upaya yang luar biasa dalam mereduksi promblematika penegakan hukum di Indonesia. Berdasarkan hal itu dengan segenap kerendahan hati penulis ingin memberikan beberapa rekomendasi antara lain:

1. Adanya pembaharuan mekanisme dalam pembuataan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun