Namun ternyata keputusanku berangkat lebih pagi dari biasanya itu kurang tepat. Dua pertemuan sebelumnya sepi dan bisa langsung dilayani, tapi kali ini malah rame banget. Akhirnya, karena was-was, udah deh pasrah menyerahkan motor ke tangan tukang parkir.
Kasur operasinya balik lagi ke yang pertanya. Dokternya juga balik lagi perempuan, tapi dengan dokter yang berbeda. Seperti sebelumnya, tambalan minggu lalu diambil kemudian aku memberanikan melirik si dokter yang ‘meracik’ sesuatu seperti cairan odol. Mungkin sama dengan yang minggu lalu.
Setelah dibersihkan dengan ‘alat bor’ dengan rasa dan bau yang khas itu, disuruh kumur, kemudian menggigit gumpalan kasa atau apalah itu, yang biasanya dipake dokter gigi. Setelah itu, diberi sesuatu yang lebih padat dari serabut tapi bukan serabut, warnanya cokelat. Lalu ditutup dengan cairan mirip odol tapi lebih encer tadi.
Oh ya, untuk mengeringkan dan memadatkan tambalan itu dokter gigi memakai alat yang menyemprotkan udara, mungkin mirip dengan alat untuk ‘memadatkan’ makanan mahal itu (Kok ngomongnya begini, ya? Maklum, nggak tahu istilahnya).
Kata si dokter, ini sudah kunjungan terakhir dan nggak perlu kontrol lagi. Seneng dong. Katanya lagi, harus rutin memeriksakan gigi paling tidak setahun sekali. Bukan yang enam bulan sekali, dong? Tapi biarlah, yang penting aku nggak usah kontrol begini lagi.
Bayarnya kali ini lebih mahal, 25.000 + registrasi 5.000 + parkir 2.000.
Penyebab dan Pesan
Sebenarnya aku sempat bingung kenapa gigiku bisa berlubang, karena setiap hari rutin gosok gigi. Apa mungkin gosok giginya kurang bersih, ya?
Namun setelah dipikir-pikir, faktor nutrisi pasti berperan. Aku ingat-ingat kebiasaanku, kira-kira apa yang bisa bikin gigi keropos?
Asumsiku adalah sering minum kopi dan tidak  minum susu. Aku memang suka minum kopi, apalagi kalau pagi. Walau setelah itu gosok gigi, tapi sesering apapun minum kopi pasti tidak baik. Apalagi terakhir aku minum susu itu waktu SMA. Waktu itu memang rasanya aku jadi nggak gampang sakit. Pokoknya rasanya beda minum susu sama nggak minum susu. Mungkin budget anak kos jadi alasan, ya. Hehehe.
Yang bikin jadi teringat sama susu adalah ketika aku sakit beberapa hari sebelum aku tahu kalau gigiku berlubang. Rasa-rasanya aku sudah lama banget nggak sakit panas, terakhir sekitar setahun sebelumnya, itupun pagi sakit sore sudah sembuh. Memang sih aku sering pulang malam karena waktu itu ada kelas bahasa Mandarin dan ngasih les privat. Tambahan lagi, dengan pedenya aku nggak pakai jaket karena beralasan nggak dingin. Malam sebelum aku sakit juga pulang malam dan terpapar asap rokok selama kurang lebih tiga jam -____- Aku jadi kapok kalau ke kafe lagi.