Miris memang. namun, begitulah kehidupan persahabatan dengan Fau yang sudah Kee jalani belasan tahun.
      "Aku menulis dongeng baru."
      Pagi ini, usai pertengkaran kecil mereka kemarin yang tak berujung, Fau datang. Dengan dress cokelat mudanya yang berkibar-kibar lembut, perempuan itu menyodorkan kertas-kertas berisi dongeng terbarunya. "Peri Buruk Rupa dan Kawanan Anjing," katanya menyebutkan judulnya.
      Kee tidak bisa menolak. Diajaknya Fau duduk, disediakannya secangkir jus dan kue kering untuk Fau, lalu mulai menekuri isi dongeng yang Kee yakin diselesaikan sahabatnya itu sepanjang malam---kantung matanya tampak begitu hitam pagi ini.
      "Kau akan merusak imajinasi anak-anak, Fau," komentar Kee setelah membacanya. "Mana ada peri yang buruk rupa?"
      "Karena mereka selalu identik dengan sosok mungil bersayap, lincah, dan cantik?" sahut Fau.
      Kee mengangguk tanpa ragu. Kata Fau, Kee adalah manusia paling normal yang pernah dia temui di dunia ini. Pria itu penuh pesan moral. Karena itu, semua dongeng Fau harus melewati Kee lebih dulu untuk uji kelayakan---bahkan sebelum diserahkan pada penyunting naskah.
      "Kau ingin ikut membohongi anak-anak, Kee?" tutur Fau.
      Kee mengerutkan kening.
      Fau bertanya lagi. "Kau ingin semua anak berlomba menjadi cantik dan baik? Seperti peri?"
      "Para orang tua menyukai itu."