4. Asas Manfaat: Setiap kegiatan pembangunan harus disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Asas Keadilan: Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan proporsional bagi semua warganegara.
6. Asas Kehati-hatian: Ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha atau kegiatan tidak boleh dijadikan alasan untuk menunda langkah pencegahan terhadap ancaman terhadap lingkungan hidup.
7. Asas Ekoregion: Perlindungan dan pengelolaan lingkungan harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat, serta kearifan lokal.
8. Asas Keanekaragaman Hayati: Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mempertahankan keberlanjutan sumber daya alam hayati, termasuk sumber daya alam nabati dan hewani.
9. Asas Pencemar Membayar: Setiap penanggung jawab usaha atau kegiatan yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan hidup.
10. Asas Partisipatif: Masyarakat berhak berperan aktif dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
11. Asas Kearifan Lokal: Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.
12. Asas Tata Kelola Pemerintahan yang Baik: Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus didasarkan pada prinsip partisipatif, keterbukaan, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan oleh pemerintah.
13. Asas Otonomi Daerah: Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai NKRI.
Perlakuan merusak lingkungan yang terjadi tidak langsung oleh pemerintah akibat kebijakan yang kurang dianalisis secara mendalam, pada akhirnya menyulitkan hidup masyarakat dan merugikan ekosistem. Proyek strategis nasional yang mengambil alih tanah untuk kepentingan nasional menciptakan konflik, mirip dengan situasi pada masa orde baru yang terkait dengan perampasan lahan untuk keperluan infrastruktur. Istilah proyek strategis nasional muncul tanpa adanya diskusi dengan masyarakat untuk menentukan kebutuhan wilayah mereka terhadap proyek tersebut. Meskipun pemerintah daerah seharusnya bertanggung jawab menyampaikannya kepada masyarakat, sayangnya tidak ada partisipasi masyarakat dalam proyek tersebut. Ini menimbulkan pertanyaan apakah proyek tersebut diinginkan oleh masyarakat atau tidak, dan keputusan proyek diambil tanpa melibatkan mereka, seperti yang diungkapkan oleh Rakhma Mary, Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI, dalam sebuah diskusi online.