Mohon tunggu...
Hery Yuanda
Hery Yuanda Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis | Aktivis | Desain Grafis | Event Organizer | Videographer | Penulis

Saya merupakan seseorang Jurnalis yang senang belajar banyak hal, sejalan dengan kehidupan jurnalis yang dimana kita harus mampu menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan dan pengalaman. Hobby saya menulis, travelling, aktivis organisasi, konsen di Pelajar Islam Indonesia (PII), isu keummatan, pelajar, mahasiswa, dan masih banyak lagi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

3 Kesalahan Orang Tua Sehingga Anak Jadi Korban Pelecehan Seksual

24 November 2023   12:52 Diperbarui: 24 November 2023   14:41 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak-anak, dengan segala kepolosan dan ketergantungan mereka, merupakan aset berharga dalam pembangunan suatu bangsa. Sebagai generasi penerus, peran mereka tidak hanya terbatas pada keberlanjutan keluarga, tetapi juga menjadi faktor penentu dalam membentuk masa depan suatu negara. 

Kehadiran anak-anak dalam suatu masyarakat memiliki dampak jangka panjang yang signifikan terhadap kemajuan dan keberlanjutan sebuah bangsa. Maka dari itu, peran anak dalam pembangunan bangsa tidak dapat diabaikan. Masa depan suatu negara, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya, sangat terkait erat dengan kualitas perkembangan anak-anak di dalamnya.

Namun saat ini, marak kasus-kasus pencabulan terhadap anak atau pelecehan seksual dibawah umur. Bahkan di daerah saya sendiri, terdapat ratusan kasus yang sudah terdata di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) tiap tahunnya.

Data tersebut belum termasuk dengan kasus yang memang tidak dilaporkan oleh pihak keluarga atau orang tua

Pelecehan seksual pada anak merupakan kenyataan tragis yang harus kita terima saat ini, yang dimana tindak kejahatan tersebut dapat merusak masa depan dan kesejahteraan mereka.

Bagaimana tidak? Sebagai contoh, seorang anak kelas 5 sekolah dasar yang seharusnya fokus belajar untuk meraih impian besarnya di masa depan dan menjadi salah satu pusaka dalam memajukan bangsa, harus terdiam di pojokan kelasnya karena hal tidak senonoh yang ia dapatkan. Entah dari temannya, atau dari oknum guru yang tidak bertanggung jawab. Banyak sekali kasus guru lecehkan murid yang saya temui dan perdalam dalam beberapa waktu terakhir. 

Coba bayangkan? Psikis si anak tersebut, tentunya dia pasti merasa bahwa dia bukan lagi seorang anak pada umumnya, pikiran-pikiran aneh dan tindakan tak senonoh yang ia dapatkan, pasti selalu terbesit di benaknya, dan membuat ia tak fokus pada pembelajaran dan masa depan. 

Apalagi bully-an yang ia dapatkan dari teman laki-laki sekelasnya, yang mengatakan bahwa anak tersebut ternodai dan lain sebagainya. 

Dan yang paling miris, terdapat beberapa kesalahan yang bisa dilakukan oleh orang tua, tanpa disadari, yang dapat meningkatkan risiko anak menjadi korban pelecehan seksual.

Menghindari kesalahan-kesalahan tersebut dapat membantu orang tua menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang tanpa mengalami trauma pelecehan seksual.

Berikut adalah tiga kesalahan umum yang perlu dihindari oleh orang tua untuk mencegah anak menjadi korban pelecehan seksual :

1. Mengabaikan Pemantauan Aktivitas Online atau Gadget Si Anak

Dalam era digital, anak-anak sering terpapar risiko pelecehan seksual melalui internet. Bagaimana tidak? Saat ini anak yang masih berusia 10-12 tahun bisa bergaul bebas dengan orang yang usianya sudah dewasa 18 tahun keatas. Anak-anak dalam hal ini rentan mendapatkan kalimat, pemahaman, serta edukasi seksual yang menyimpang.

Maka dari itu orang tua perlu secara aktif memantau aktivitas online anak, memantau smartphone si anak, mengatur penggunaan media sosial, dan memberikan pemahaman tentang bahaya yang mungkin dihadapi anak di dunia maya.

Bahkan kalau perlu, terus check and re-check HP si anak selama 24 jam. Mengapa demikian? Kasus yang saya temukan, orang tua kadang lengah dalam beberapa waktu dan kondisi. Orang tua ini sudah melakukan pantauan namun terkadang si anak atau pelaku kejahatan pelecehan seksual di bawah umur dapat memanfaatkan waktu dimana orang tua lengah dan kurang pengawasan terhadap si anak. 

Orang tua jangan mundur dan termakan omongan "anak juga ada privasinya", " Anak juga punya privasi". No!! Salah besar!! Anak tidak memiliki privasi yang dimana orang tua tidak boleh mengetahui, apalagi anak tersebut masih di bawah umur. 

Sebagai contoh, si anak ini mengakses situs dewasa, dan ketika HP si anak akan di cek oleh orang tua, si anak melarangnya dikarenakan hal itu privasi. Dan orang tua mengiyakan permintaan si anak. Akhirnya apa? Anak akan terus terlena dan kecanduan dengan situs dewasa dan menyebabkan dirinya rentan mendapat perlakuan pelecehan seksual dikarenakan si anak juga sudah terbiasa melihat hal seperti itu dan menyukainya. 

2. Menyamakan Seksualitas dengan Tabu

Pendekatan yang membuat topik seksualitas menjadi tabu dapat membuat anak merasa malu atau takut untuk mengungkapkan pengalaman pelecehan. 

Banyak kasus yang dimana anak takut memberitahukan kepada orang tua atas pelecehan yang ia dapatkan. Mengapa demikian? Karena orang tua atau di dalam pendidikan keluarga yang diberikan, orang tua menganggap topik seksualitas hal yang memalukan, privasi, dan tabu. 

Maka dari itu orang tua perlu membuka ruang untuk diskusi seputar seksualitas secara sehat dan memberikan pemahaman bahwa anak dapat mencari perlindungan dan dukungan kapan pun diperlukan.

3. Tidak Mengajarkan tentang Batasan dan Hak Pribadi

Kesalahan lainnya yang dilakukan oleh orang tua adalah tidak mengajarkan anak-anak tentang batasan tubuh dan hak pribadi mereka. 

Anak perlu tahu bahwa mereka memiliki hak untuk menolak sentuhan yang tidak pantas dan bahwa privasi mereka dihormati. Dan juga anak punya hak untuk menolak apabila ada orang lain yang ingin melihat tubuhnya. 

Orang tua perlu memberikan pemahaman yang jelas tentang batasan dan hak pribadi ini sejak dini untuk membantu anak melawan potensi pelecehan. Lebih baik lagi apabila orang tua mengedukasi anak tentang bahaya dan hukuman yang didapat oleh si anak di dunia dan akhirat apabila anak membiarkan tubuhnya diberikan kepada pelaku kejahatan pelecehan seksual. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun